Penipuan Umrah dengan Iming-iming Separuh Harga Diselidiki
Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Banyumas mendalami kasus dugaan penipuan ibadah umrah dengan iming-iming separuh harga di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Korban penipuan diperkirakan lebih dari 100 orang.
Oleh
MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Banyumas mendalami kasus dugaan penipuan keberangkatan ibadah umrah dengan iming-iming separuh harga di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Meski baru 12 orang yang membuat laporan polisi, jumlah seluruh korban penipuan diduga lebih dari 100 orang.
”Kami sudah memeriksa 12 saksi dan saksi-saksi ini menjadi korban,” kata Kepala Kepolisian Resor Kota Banyumas Ajun Komisaris Besar Whisnu Caraka, Selasa (17/12/2019), di Purwokerto.
Whisnu mengatakan, pihak kepolisian masih meminta keterangan para pelapor dan juga memeriksa sejumlah barang bukti yang meliputi bukti transfer kepada terlapor berinisial Ni. Terlapor Ni pernah bekerja di salah satu biro perjalanan umrah pada 2017, tetapi sekarang sudah tidak.
”Dia menjanjikan (kepada korban dengan membayar) 50 persen sudah bisa berangkat. Oleh karena itu, banyak yang berbondong-bondong ke sana,” paparnya.
Whisnu menyampaikan, pihaknya akan memeriksa kembali perizinan dari biro perjalanan tersebut sekaligus mencari keberadaan Ni bersama suaminya. ”Sampai saat ini ada 12 korban dan tingkat kerugian rata-rata sekitar Rp 30 juta ke atas,” tuturnya.
Salah satu korban penipuan, Maryono (48), warga Pekalongan yang membuat laporan polisi, mengatakan, dirinya sudah mentransfer dana hingga Rp 57 juta dalam tiga tahap.
”Awalnya transfer Rp 10 juta, lalu Rp 7 juta, dan terakhir Rp 40 juta,” katanya.
Maryono dan Ari Listianawati (35), istrinya, yang asli Banyumas mendaftarkan umrah ke Ni saat di salah satu pondok pesantren di Baturraden. Lokasi pendaftaran umrah dinilai meyakinkan karena terdapat kantor dan petugas administrasinya.
Awalnya mereka dijanjikan berangkat ibadah umrah pada 3 November, tetapi batal. Kemudian dijanjikan lagi pada 23 November, tetapi batal lagi. Selanjutnya, dijanjikan pada 26 November, tetapi batal lagi.
”Kami sudah sempat ikut manasik dan pengajian untuk umrah satu kali, tapi tidak pernah ada kejelasan kapan berangkat,” tutur Maryono.
Ia mengatakan, dirinya sudah tidak bisa menelepon Ni dan mereka pun tidak lagi di pondok pesantren tersebut. ”Saya hanya ingin uang saya dikembalikan. Ini tadi berangkat subuh dari Pekalongan untuk membuat laporan polisi. Nomor saya sudah diblokir dan dia tidak bisa ditelepon lagi,” ujarnya.
Dani Hadiwinata (32) juga tertipu Rp 23,3 juta. Ia mengatakan, pada September lalu dia mengikuti investasi pada usaha jual-beli barang antik yang dikelola Ni. Dengan uang Rp 8 juta, untuk proses jual beli pedang samurai, dirinya dijanjikan akan mendapatkan uang Rp 80 juta.
Karena berminggu-minggu tidak ada kabar kejelasan investasi itu, Dani ditawari untuk menjadi calon jemaah umrah. Untuk itu, Dani kembali memberikan uang Rp 15,3 juta agar dapat berangkat bersama istrinya.
”Dijanjikan tiga kali, tapi tidak pernah diberangkatkan. Dicari ke pondok, cuma ketemu anaknya dan katanya mereka pergi ke Semarang,” tutur Dani.
Ia berharap polisi bisa segera menemukan Ni bersama suaminya, dan uang para calon jemaah dikembalikan. Dani juga menyebutkan, jumlah calon jemaah umrah yang sudah mendaftar kepada Ni mencapai 125 orang. ”Jemaah tidak hanya dari Banyumas, tapi ada juga dari Kebumen dan Pekalongan,” ujarnya.