Masuknya musim hujan di Sultra perlu diwaspadai, khususnya di daerah lereng pegunungan dan tepian sungai. Hujan deras dengan intensitas tinggi meski dalam waktu singkat berpotensi menjadi bencana.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·2 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Masuknya musim hujan di Sulawesi Tenggara perlu diwaspadai, khususnya di daerah lereng pegunungan dan tepian sungai di sejumlah wilayah provinsi tersebut. Hujan deras dengan intensitas tinggi meski dalam waktu singkat berpotensi menjadi bencana.
Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Kendari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Ramlan menyampaikan, Sulawesi Tenggara sedang mengalami peralihan dari musim kemarau yang panjang ke musim hujan. Situasi ini biasanya ditandai dengan awan konvektif yang tumbuh vertikal ke atas sehingga menimbulkan angin kencang, petir, hingga hujan es.
Angin kencang sangat berpotensi terjadi karena perbedaan tekanan yang drastis antara awan dan daerah sekitar.
”Kondisi sekarang lebih banyak awan konvektif hingga lahirnya awan kumulonimbus. Dampak dari kemarau yang sangat panjang sebelumnya dengan akumulasi yang lama membuat pertumbuhan awan cepat dan sporadis saat masuk ke musim hujan. Angin kencang sangat berpotensi terjadi karena perbedaan tekanan yang drastis antara awan dan daerah sekitar,” kata Ramlan, dihubungi di Kendari, Kamis (19/12/2019).
Sejauh ini, tambah Ramlan, sejumlah wilayah di Kota Kendari, Konawe Selatan, dan Konawe telah mengalami hujan dengan intensitas cukup tinggi. Meski demikian, hujan turun secara sporadis dan belum merata.
Kategori hujan yang terjadi termasuk lebat, tapi masih sesaat. Hujan biasanya terjadi dari siang atau sore hari. Hujan deras yang terjadi di Kota Kendari selama lebih dari satu jam membuat sejumlah wilayah tergenang air.
”Akan tetapi, saat itulah yang perlu diwaspadai karena hujan turun dengan intensitas yang besar, tapi singkat. Masyarakat yang tinggal di lereng gunung dan tepian sungai perlu mewaspadai jika kondisi cuaca seperti ini. Termasuk jika terdengar suara tanah retak di sekitar tempat tinggal,” kata Ramlan.
Hujan dengan intensitas besar meski durasinya singkat mulai terjadi setelah kemarau panjang selama beberapa bulan. Pada Juni lalu, lima kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara terendam banjir selama berminggu-minggu.
Sejumlah daerah diharapkan meningkatkan kewaspadaan dengan semakin meningkatnya potensi bencana. Terlebih lagi, sebagian wilayah pegunungan telah beralih fungsi menjadi daerah terbuka untuk perkebunan dan pertambangan.
Terkait pelayaran, Ramlan menyatakan, situasi gelombang masih terpantau normal dengan ketinggian maksimal 1,5 meter. Meski demikian, perlu diwaspadai adanya pembentukan awan kumulonimbus di lautan.
Kepala Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Kendari Benyamin Ginting menjelaskan, sejauh ini pelayaran di wilayah Sulawesi Tenggara masih berlangsung normal dan aman. Tinggi gelombang masih dalam batas wajar.
”Kami juga memantau kondisi cuaca dan tinggi gelombang. Sejauh ini masih normal. Pada intinya, kami tidak akan mengeluarkan sertifikat berlayar jika cuaca tidak memungkinkan,” ucap Benyamin.