Normalisasi Sungai di Banjarbaru Mendesak Dilakukan
Banjir yang melanda wilayah Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Minggu (5/1/2020), dipicu beragam faktor. Selain curah hujan tinggi, banjir juga disebabkan pendangkalan sungai.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARBARU, KOMPAS — Banjir yang melanda wilayah Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Minggu (5/1/2020), dipicu beragam faktor. Selain curah hujan tinggi, banjir diperparah pendangkalan sungai. Normalisasi sungai dibutuhkan untuk meminimalkan risiko banjir.
Banjir melanda wilayah Kecamatan Cempaka dan Kecamatan Banjarbaru Selatan, Kota Banjarbaru, Minggu, setelah wilayah itu diguyur hujan lebat sejak Minggu dini hari. Di Cempaka, banjir terjadi akibat luapan air Sungai Basung. Sementara di Banjarbaru Selatan, banjir dipicu luapan air Sungai Kemuning.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Selatan, banjir di Cempaka merendam 70 rumah dan 3 bangunan sekolah di Kelurahan Cempaka. Sementara di Kelurahan Sungai Tiung, banjir merendam 34 rumah warga di Kelurahan. Sebanyak 263 warga terdampak di dua kelurahan itu.
Selanjutnya, banjir di Banjarbaru Selatan merendam permukiman warga di Kelurahan Loktabat Selatan. Ada 55 rumah warga di bantaran Sungai Kemuning yang terendam. Warga terdampak banjir berjumlah 193 jiwa.
Ketinggian air di Cempaka yang merendam rumah warga mencapai 1 meter. Banjir juga merendam ruas Jalan Mistar Cokrokusumo, yang menghubungkan Kota Banjarbaru dengan Kabupaten Tanah Laut. Jalan tersebut sempat ditutup bagi lalu lintas kendaraan karena ketinggian air lebih dari 50 sentimeter.
Sulaiman (50), warga Cempaka, menuturkan, air Sungai Basung meluap dan merendam rumah warga mulai sekitar pukul 08.30 Wita. Air sungai naik setelah hujan lebat turun dari subuh, sekitar pukul 03.00, hingga sekitar pukul 07.00 Wita.
Lokasi yang dilanda banjir berjarak sekitar 1,5 kilometer dari lokasi pendulangan atau pertambangan intan di Cempaka. Bagi warga Cempaka, banjir seperti yang terjadi sekarang ini bukanlah sesuatu yang baru.
”Setiap tahun daerah kami langganan banjir. Terakhir banjir parah seperti sekarang pada 2014,” ujar Sulaiman. Lewat tengah hari, banjir di Banjarbaru berangsur-angsur surut.
Setiap tahun daerah kami langganan banjir. Terakhir banjir parah seperti sekarang pada 2014. (Sulaiman)
Menurut Kepala BPBD Kalsel Wahyuddin, faktor lain yang turut memicu dan memperparah banjir di Cempaka adalah pendangkalan Sungai Basung. Kedalaman sungai kecil itu sekarang hanya sekitar 2 meter. Padahal, kedalaman sebelumnya mencapai 6 meter.
”Sungainya sudah semakin dangkal dan harus segera dinormalisasi,” katanya.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel Kisworo Dwi Cahyono mengatakan, bencana ekologis seperti banjir tidak semata-mata karena faktor curah hujan tinggi. ”Banjir selalu terjadi karena tutupan lahan dan daerah aliran sungai (DAS) sudah rusak dan kritis,” ujarnya.
Faktor yang turut memicu DAS kritis dan pendangkalan sungai di Banjarbaru, antara lain, masifnya pembangunan perumahan. Pembangunan itu umumnya tidak memiliki konsep tata kelola air yang baik atau tanpa memperhatikan tata kelola air.
Untuk itu, pemerintah perlu menginventarisasi lahan ataupun DAS kritis dan segera memulihkannya secara terarah dan terukur dari hulu sampai hilir. ”Pendangkalan sungai dan tata kelola air juga harus segera dinormalisasi,” kata Kisworo.