Pemkot Semarang menggerakkan warga untuk terlibat aktif dalam pengendalian sampah di kota itu yang produksinya mencapai sekitar 1.400 ton per hari.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pemerintah Kota Semarang menggerakkan warga untuk terlibat aktif dalam pengendalian sampah di kota itu yang produksinya mencapai sekitar 1.400 ton per hari. Salah satunya dengan melakukan pemilahan sampah sejak dari rumah. Hal itu mendukung sistem pengelolaan sampah dari hulu ke hilir.
Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengatakan, manajemen pengelolaan sampah berkaitan dengan kreativitas dan inovasi. Dalam hal ini, kelurahan dan kecamatan didorong mendukung pengolahan sampah warga menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Dengan demikian, dari hulu ke hilir, sampah dimanfaatkan sehingga pengelolaan akan semakin baik.
”Sampah dipilah lalu diolah. Dengan demikian, dari hulu ke hilir, sampah dimanfaatkan sehingga pengelolaan akan semakin baik,” kata Hevearita di sela-sela pembuatan 1.091 sapu dari sampah botol plastik di Kelurahan Sambiroto, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Minggu (5/1/2020).
Hevearita menjelaskan, pemanfaatan di hulu dengan pengolahan sampah anorganik menjadi sejumlah produk, seperti sapu, tas, dan tikar. Sementara itu, pemanfaatan di hilir melalui pemanfaatan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang menjadi listrik dengan sistem landfillgas.
Sebelumnya, pada Oktober 2019, tercapai kesepakatan antara PLN dan PT Bhumi Pandanaran Sejahtera, BUMD Kota Semarang. PLN akan membeli listrik dengan harga Rp 1.119 per kWh dari PT Bhumi Pandanaran Sejahtera yang memproduksi listrik dari sampah di TPA Jatibarang. Perjanjian tersebut berlaku delapan tahun.
Hevearita menambahkan, hal itu juga akan didukung dengan proyek pengolahan sampah menjadi energi listrik melalui skema proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) yang masih dalam proses. ”Nantinya bisa mengurangi sekitar 1.000 ton sampah per hari,” katanya.
Pemkot Semarang memulai pemanfaatan sampah pada 2012 dengan pengolahan sampah menjadi kompos. Pada 2018, ada juga dukungan dari Kerajaan Denmark senilai Rp 46 miliar untuk mengonversi gas metana hasil timbunan sampah menjadi listrik.
Lurah Sambiroto Agus Suryanto menuturkan, salah satu tantangan yang dihadapi dalam melibatkan peran masyarakat adalah membuat warga tak lagi membuang sampah sembarangan. Karena itu, pihaknya sejak tahun lalu merangkul warga dengan membuat berbagai pelatihan untuk menjadikan sampah bernilai ekonomis.
Dari 11 rukun warga di kelurahannya, Agus mengatakan, kini semua telah memiliki bank sampah. ”Kami lombakan sebagai motivasi sehingga seiring waktu, sampah terkelola dengan baik. Lalu, setiap pertemuan RT dan RW sudah tak ada lagi minuman kemasan plastik, tetapi menggunakan tumbler (wadah permanen),” katanya.
Warga Sambiroto, Sri Utami (33), mengatakan, tiga tahun lalu, kondisi kali di dekat rumahnya masih kerap dipenuhi sampah. Namun, ibu-ibu bergerak untuk menggugah kesadaran bersama terkait masalah tersebut. Kini, pemilahan sampah sejak dari rumah dilakukan warga.
Pengolahan sampah plastik pun berjalan. Seperti yang dilakukan pada Minggu, warga Kelurahan Sambiroto, Tembalang, Kota Semarang, membuat 1.091 sapu dari 1.091 botol minuman plastik bekas.