Sebagian warga Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dibayangi fenomena tanah ambles. Dalam kurun waktu tiga hari terakhir, ada tiga peristiwa tanah ambles di Gunung Kidul.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·2 menit baca
GUNUNG KIDUL, KOMPAS—Sebagian warga Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dibayangi fenomena tanah ambles. Dalam kurun waktu tiga hari terakhir, ada tiga peristiwa tanah ambles di Gunung Kidul.
Kejadian tanah ambles terjadi Sabtu (4/1/2020)-Senin (6/1/2020). Pada Sabtu, tanah ambles terjadi di Dusun Karangawen, Desa Karangawen, Kecamatan Girisubo. Lebarnya tanah ambles sekitar 3 meter dengan kedalaman 5 meter.
Sehari kemudian, peristiwa serupa terjadi di Dusun Telasih, Desa Karangawen. Lebar tanah ambles diperkirakan sekitar 4 meter dan kedalamannya mencapai 5 meter.
Selanjutnya pada Senin, tanah ambles terjadi di Dusun Brongkol, Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus. Tipologi lokasi tanah ambles itu berupa perbukitan. Lebar dan kedalaman tanah amblas itu sekitar 3 meter. Peristiwa itu terjadi di belakang rumah Suyatno (60).
“Awalnya, saya mendengar seperti suara gemuruh. Suara gemuruh ini dari pohon yang rubuh terseret tanah. Ada getaran yang terasa. Saya lihat ke bagian belakang rumah, ternyata tanahnya sudah ambles. Sebelumnya, terjadi hujan deras,” kata Suyatno, saat ditemui di rumahnya, Rabu (8/1).
Berdasarkan pantauan, terlihat lubang menuju ke area tanah yang lebih rendah. Akibatnya, terjadi rekahan tanah sepanjang 16 meter. Dampak rekahan itu berupa longsor di Dusun Kenis. Dusun Kenis tersebut berbatasan langsung dengan Dusun Brongkol.
Tanah longsor menutup sebagian jalan kampung setinggi 20 sentimeter dan menyebabkan halaman rumah warga tertimbun lumpur setinggi 70 sentimeter. Tidak ada korban luka maupun korban jiwa.
Camat Tepus Alsito mengungkapkan, peristiwa tanah ambles disertai longsor baru pertama kali terjadi. Penanganan awal dilakukan dengan pembuatan talud. Talud tersebut diharapkan mampu mencegah dampak longsoran tanah.
“Diduga ini dampak dari masuknya air ke retakan tanah. Kemarau panjang membuat retakan tanah cukup besar,” kata Alsito.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Gunung Kidul Edy Basuki menyampaikan, fenomena tanah ambles harus terus diwaspadai. Tahun 2018, terjadi 32 titik tanah ambles di kabupaten tersebut. Kejadiannya di awal musim hujan seperti kali ini.
“Langkah pencegahannya dengan memasang pagar di sekitar tanah ambles agar warga tidak mendekat. Juga perlu diberikan papan penanda rawan tanah ambles di dekat tempat itu,” kata Edy.
Diduga ini dampak dari masuknya air ke retakan tanah. Kemarau panjang membuat retakan tanah cukup besar. (Alsito)
Wahyu Wilopo, ahli geologi dari UGM, menyatakan, wilayah tengah hingga selatan Kabupaten Gunung Kidul merupakan kawasan karst. Daerah ini sebagian besar terbentuk dari pelarutan batuan gamping.
Kondisi ini menyebabkan adanya rongga-rongga di bawah tanah. Tanahnya bertipe tanah liat. Saat musim kemarau, tanahnya yang bertipe tanah liat bertekstur keras rentan retak.
“Sifat tanahnya juga menyerap air. Maka, bisa ambles. Karena, ada rongga-rongga bawah tanah yang terisi air,” kata Wahyu.