Pemerintah Akomodasi Relokasi Mandiri Penyintas Bencana di Palu
Pemerintah akhirnya mengakomodasi skema relokasi mandiri yang selama ini diperjuangkan sejumlah penyintas bencana di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
PALU, KOMPAS - Pemerintah akhirnya mengakomodasi skema relokasi mandiri yang selama ini diperjuangkan sejumlah penyintas bencana di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Langkah ini dilakukan karena lokasi relokasi komunal yang disiapkan pemerintah jauh dari sumber penghidupan penyintas.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Palu Singgih B Prasetyo menyampaikan, relokasi mandiri dilakukan secara kelompok dan individual. Untuk model kelompok, pemerintah membangun rumah dan menyiapkan fasilitas pendukung, seperti air, listrik, dan jalan.
“Tim gabungan, termasuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan meneliti lokasi yang ditunjuk warga agar tak bermasalah di kemudian hari,” kata Singgih di Palu, Sulteng, Selasa (14/1/2020).
Berdasarkan skema yang disiapkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, kata Singgih, model relokasi mandiri kelompok terdiri dari minimal 50 rumah tangga. Namun, patokan itu tidak kaku. Artinya, jumlahnya bisa kurang dari angka tersebut. Untuk skema relokasi mandiri individu, penyintas mengurus sarana pendukungnya sendiri.
Baik relokasi mandiri kelompok maupun individual, lahannya disiapkan penyintas di luar zona merah atau terlarang. Kategori zona merah yang ditetapkan pemerintah adalah bekas tsunami, bekas likuefaksi, dan 10 meter kiri serta kanan jalur utama Sesar Palu Koro.
Rumah-rumahnya akan dibangun pemerintah atau yayasan yang telah disetujui pemerintah. Untuk relokasi mandiri, penyintas mendapatkan dana stimulan sebesar Rp 50 juta seperti skema bantuan untuk rumah rusak berat, tetapi tak direlokasi yang berlaku dalam penanganan pascabencana di Sulteng.
Gempa bumi disertai tsunami dan likuefaksi melanda Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Sigi, 28 September 2018. Tak kurang dari 4.000 jiwa meninggal. Bencana itu juga merusak 110.000 rumah dan bangunan.
Untuk Kota Palu, relokasi komunal dipusatkan di tiga tempat, yakni Kelurahan Tondo dan Kelurahan Talise di Kecamatan Mantikulore serta Kelurahan Duyu di Kecamatan Tatanga. Pembangunan rumah atau hunian tetap (huntap) mulai dilakukan di Tondo dan Duyu.
Singgih menyatakan, calon penerima huntap di Palu sekitar 5.730 rumah tangga. Dari jumlah tersebut, 3.515 rumah tangga bersedia direlokasi. Sisanya tak bersedia, antara lain karena menginginkan relokasi mandiri.
Data tersebut dipastikan terus bergerak melihat perkembangan pembangunan hunian tetap. “Kami tetap membuka pendaftaran calon penerima huntap,” katanya.
Salah satu kelompok penyintas yang sejak awal memperjuangkan relokasi mandiri penyintas tsunami di Kelurahan Mamboro Barat, Kecamatan Palu Utara. “Kami di sini terikat sumber ekonomi, yakni nelayan dan jual beli ikan asin dan basah. Jadi, sulit kalau relokasi jauh,” tutur Nurdin (39), penyintas yang bekerja sebagai pedagang ikan basah.
Kami di sini terikat sumber ekonomi, yakni nelayan dan jual beli ikan asin dan basah. Jadi, sulit kalau relokasi jauh. (Nurdin)
Kebanyakan penyintas tsunami di Kelurahan Mamboro Barat bermata pencarian nelayan dan pedagang ikan. Saat ini, mereka membangun hunian sementara di lokasi lama rumah mereka di kawasan yang pada bencana lalu disapu tsunami.
Jarak tempat tinggal mereka dengan tempat relokasi terdekat, yakni Kelurahan Tondo, sekitar 7 kilometer. Warga Kelurahan Mamboro Barat yang meninggal karena tsunami 20 orang.
Nurdin menyatakan, lahan relokasi telah disiapkan. Lahan itu dibeli Yayasan Arsitek Komunitas (Arkom) Indonesia. Luasnya sekitar 5.000 meter persegi untuk 36 rumah yang akan dibangun. Rumah akan dibangun di lahan 10 meter x 10 meter dengan tipe 36. Bentuknya kayu-panggung dan tapak dengan konsep tahan gempa.
Lahan tersebut berjarak sekitar 300 meter dari bibir pantai. Saat tsunami, lokasi tersebut tak terlanda tsunami. Penyintas telah membersihkan lahan itu dan telah dipacang patok kayu untuk setiap rumah.
Wiratno (47), penyintas likuefaksi Kelurahan Kayumalue Pajeko, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu, juga menginginkan relokasi mandiri. Ia mengaku memiliki lahan yang bisa dipakai untuk membangun rumah. “Jarak tempat kami dengan relokasi di Kelurahan Tondo 10 kilometer. Pendapatan kami nantinya habis hanya untuk biaya transportasi,” katanya.
Terkait perkembangan pembangunan huntap, Singgih menyatakan saat ini Yayasan Budha Tzu Chi, yang membantu pemerintah menyiapkan huntap penyintas, sedang membangun 577 rumah di Kelurahan Tondo. Sebanyak 250 unit rampung dibangun.
“Direncanakan calon penerima huntap direlokasi pada 21 April 2020. Kami terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk merampungkan fasilitas penunjang lain, seperti listrik, jalan kompleks, dan air bersih,” ucapnya.