Desa Kedungbanteng dan Desa Banjarasri, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, hingga Minggu (26/1/2020) masih terendam banjir.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Desa Kedungbanteng dan Desa Banjarasri, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, hingga Minggu (26/1/2020) masih terendam banjir. Meski ketinggian air sudah surut dibandingkan dengan sebelumnya, genangan banjir saat ini masih mengganggu aktivitas masyarakat.
Sebanyak 350 rumah warga di Desa Kedungbanteng dan Banjarasri dilaporkan terdampak banjir sejak Jumat (24/1/2020). Ketinggian air mencapai 50 sentimeter di rumah warga, tetapi kini mulai surut dengan ketinggian air berkisar 20-30 sentimeter. Banjir menggenangi permukiman warga, jalan desa, sekolah, dan fasilitas umum lain.
Kepala Pelaksana BPBD Sidoarjo Dwijo Prawito mengatakan, banjir disebabkan meluapnya Sungai Ketapang. Hal itu terjadi karena pendangkalan yang menggerus daya tampung sungai dalam mengalirkan air dari hulu menuju hilir. Pada saat bersamaan, terjadi pasang air laut.
Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air Sidoarjo akan mengerahkan mesin pompa untuk menyedot air dari permukiman dan membuangnya ke sungai. (Nur Achmad)
Banjir berdampak pada aktivitas masyarakat di Desa Kedungbanteng dan Banjarasri. Banjir yang tak kunjung teratasi itu memperburuk kesehatan masyarakat karena mencemari sumber air bersih. Kegiatan pendidikan juga terkendala karena banjir merendam ruang kelas di SMPN 2 Tanggulangin.
Tidak hanya itu, aktivitas ekonomi masyarakat nyaris lumpuh karena banjir merendam area persawahan, pekarangan, hingga jalan desa. Masyarakat mendesak pemerintah daerah segera bertindak agar banjir tidak terus melanda karena berpotensi menurunkan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Menanggapi keluhan warga tersebut, Pelaksana Tugas Bupati Sidoarjo Nur Achmad Saifuddin mengatakan, pihaknya sudah berupaya menangani banjir. Salah satunya memasang karung pasir di saluran air-saluran air yang mengarah dari sungai ke permukiman warga. Hal itu untuk membendung aliran air agar tak menggenani rumah masyarakat.
”Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air Sidoarjo akan mengerahkan mesin pompa untuk menyedot air dari permukiman dan membuangnya ke sungai,” kata Nur Achmad .
Bencana rutin
Banjir yang melanda Desa Kedungbanteng dan Desa Banjarasri merupakan bencana rutin yang melanda setiap tahun, bahkan setiap musim hujan. Faktor penyebabnya tidak tunggal. Banjir disebabkan Sungai Ketapang yang mengalir hingga Sungai Penatar Sewu yang meluap.
Luapan disebabkan sedimentasi tinggi. Laju sedimentasi di Sungai Ketapang sangat tinggi karena rembesan aliran lumpur Lapindo dari kolam penampungan yang bersebelahan dengan sungai. Laju sedimentasi itu tidak diimbangi dengan pengerukan atau normalisasi.
Di sisi lain, kondisi permukaan tanah di Desa Banjarasri dan Kedungbanteng rendah, bahkan cenderung turun setiap tahun karena dampak semburan lumpur yang menyebabkan terjadinya penurunan tanah di sekitar pusat semburan. Dua desa tersebut sejatinya tidak layak ditinggali masyarakat.
Namun, desa-desa tersebut tidak masuk dalam peta di luar area terdampak yang mendapat kompensasi dari pemerintah untuk meninggalkan lokasi karena kampungnya tidak layak huni. Masyarakat desa tak punya pilihan karena mereka tak mampu pindah secara mandiri. Kendalanya harga tanah dan rumah di Sidoarjo kini kian mahal.
Sementara itu, selain mengatasi banjir di Desa Kedungbanteng dan Banjarasri, Pemkab Sidoarjo juga berupaya keras membersihkan sampah-sampah di permukaan sungai di wilayahnya. Salah satunya Sungai Buntung yang luapan airnya mengancam area Bandara Juanda Surabaya di Sidoarjo.
Normalisasi berupa pengerukan sedimentasi Sungai Buntung sulit dilakukan karena tidak adanya bantaran sungai. Seluruh area bantaran sungai diokupasi oleh bangunan liar milik warga. Mereka bahkan telah tinggal di sana puluhan tahun sehingga tidak mudah dipindahkan.
Sebagai gambaran, di sepanjang bantaran Sungai Buntung di Kecamatan Waru terdapat 1.300 bangunan liar. Padahal, sungai ini melintasi empat kecamatan, mulai dari Krian, Taman, Waru, hingga Sedati.