Dampak Ikutan Pertumbuhan Ekonomi Jateng Belum Optimal
Kendati realisasi investasi dan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah terus meningkat, dampak ikutannya dinilai belum optimal. Perlu terobosan agar pertumbuhan ekonomi dapat inklusif, menyebar, serta merata.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Kendati realisasi investasi dan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah terus meningkat, dampak ikutannya dinilai belum optimal. Perlu terobosan agar pertumbuhan ekonomi dapat inklusif, menyebar, serta merata sehingga manfaatnya dirasakan masyarakat.
Hal itu mengemuka dalam Seminar ”Membidik Target 7 Persen” yang diadakan Bank Jateng di Kota Semarang, Jumat (31/1/2020) sore. Saat ini, pertumbuhan ekonomi di Jateng 5,7 persen dan ditargetkan meningkat secara bertahap hingga mencapai 7 persen pada 2023.
Menurut data Pemprov Jateng, realisasi investasi di provinsi tersebut meningkat signifikan, yakni dari Rp 4,1 triliun pada 2011 menjadi Rp 59,27 triliun pada 2018, kemudian Rp 59,5 triliun pada 2019.
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Maruto Umar Basuki, mencatat, dari 35 kabupaten/kota di Jateng, hanya 16 daerah yang memiliki elastisitas pertumbuhan investasi. Tingkat elastisitas itu menjelaskan daya peka produk domestik regional bruto terhadap perubahan per investasi.
Maruto menambahkan, catatan lainnya adalah soal rendahnya elastisitas pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan di Jateng (-1,25) dan industri pengolahan (0,25). Sementara tertinggi pada sektor pertambangan dan penggalian (5,44). Semakin besar angka elastisitas, semakin kuat nilai PDRB berdampak pada penyerapan tenaga kerja.
”Selain sebagai instrumen pertumbuhan ekonomi, investasi juga harus menciptakan peluang kerja. Perlu juga mendorong tumbuhnya ekspor dengan pengembangan industri substitusi impor serta tumbuhnya sektor alternatif. Hal itu akan membuat pertumbuhan inklusif, menyebar, dan merata,” kata Maruto.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret (UNS), Mulyanto, mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi perlu didukung pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi, pelaku usaha jasa keuangan, media, dan masyarakat. Sinergi pun jangan berhenti di wacana, tetapi harus sampai pada implementasi.
”Pertumbuhan ekonomi yang inklusif harus mampu membuat kualitas hidup masyarakat semakin baik. Itu dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang tinggi, yakni masyarakat yang pintar, terampil, cerdas, sehat, dan berdaya beli,” ucap Mulyanto.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, ada banyak langkah guna mewujudkan pertumbuhan ekonomi 7 persen pada 2023. Sejumlah kebijakan pemerintah pusat, seperti tax holiday pun membuat investor tertarik. Namun, satu problem serius masih mengancam, yakni ketersediaan serta tingginya harga tanah.
”Saya sudah usulkan land banking system. Jadi, tanah ini dikelola negara sehingga nanti bisa diberikan lebih murah. Kalau perlu, gratis. Kalau itu bisa dilakukan, Vietnam bisa kita lawan karena mereka menerapkan itu. Terkait omnibus law, (di daerah) sederhana saja, misal izin dari sebulan menjadi seminggu. Itu kami dorong,” tuturnya.
Saat ini, Pemprov Jateng juga tengah fokus pada pengembangan tiga kawasan ekonomi, yakni Kawasan Industri Brebes, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kendal, serta Borobudur dan sekitarnya sebagai daya tarik pariwisata. Perda Rencana Tata Ruang Wilayah di kabupaten/kota diharapkan segera tuntas.
Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengatakan, salah satu upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Dengan skema itu, proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Semarang Barat telah dimulai. Selanjutnya, akan menyusul proyek light rapid transit (LRT) dan pengelolaan sampah menjadi energi listrik (PSEL)
Direktur Utama Bank Jateng Supriyatno menuturkan, salah satu kontribusi pihaknya untuk pertumbuhan ekonomi Jateng adalah dengan pemberian akses keuangan bagi masyarakat, baik untuk usaha mikro, kecil, hingga komersial. Selain itu, pendampingan terhadap pengusaha juga terus dilakukan.
Selain dalam intermediasi keuangan, pihaknya juga mempertemukan para calon investor dengan pemerintah daerah. ”Kami terus koordinasi dengan kepala daerah, untuk kesiapan lahan tanah misalnya. Juga, dalam menyiapkan tenaga kerja yang terserap, yang tentu perlu pendampingan,” kata Supriyatno.