Kecepatan Peringatan Dini Bencana di Bandara Sangat Vital
Kecepatan peringatan dini gempa bumi dan tsunami pada infrastruktur prasarana transportasi seperti bandara merupakan hal krusial. Sejak awal pembangunan, sistem mitigasi bencana mesti dirancang semaksimal mungkin.
Oleh
·3 menit baca
WATES, KOMPAS — Kecepatan peringatan dini gempa bumi dan tsunami pada infrastruktur prasarana transportasi seperti bandara merupakan hal krusial. Sejak awal pembangunan, sistem mitigasi bencana mesti dirancang semaksimal mungkin untuk menekan risiko korban.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati saat berkunjung ke Bandara Internasional Yogyakarta, atau Yogyakarta International Airport (YIA), di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (10/2/2020).
“Dengan beroperasinya bandara ini, resolusi dan akurasinya (peringatan dini gempa bumi dan tsunami) kami pertajam. Secara umum, waktu yang dibutuhkan sekitar lima menit. Ini sedang kami upayakan agar kurang dari lima menit,” kata Dwikorita.
Ia mengatakan, percepatan peringatan dini dilakukan dengan menambah alat pendeteksi gempa bumi dan tsunami. Semula, alat yang pendeteksi gempa bumi hanya berupa seismograf dan accelerometer. Kini, ditambahkan pula alat berupa intensity meter.
“Dengan penambahan alat itu, diharapkan nanti menjadi lebih tajam akurasinya. Lalu, accelerometer ini memang sudah ada lebih dulu. Hanya kerapatannya kurang dan tidak fokus untuk lokasi sini. Sekarang, kami fokus untuk lokasi ini,” ujar Dwikorita.
Kepala Pusat Seismologi Teknik, Geofisika Potensial, dan Tanda Waktu BMKG Bambang Setiyo Prayitno menyampaikan, intensity meter dan accelerometer punya fungsi khusus. Apabila terjadi gempa bumi dengan kekuatan tinggi, alat tersebut dapat memperkirakan tingkat guncangan.
“Dengan itu, bisa diperkirakan berapa tingkat guncangannya. Tingkat guncangan nanti diasosiasikan dengan dampak (gempa bumi). Misalnya, ada guncangan seperti ini, bisa menilai apakah bangunan yang diguncang tadi masih bagus atau tidak,” kata Bambang.
Pemasangan sistem alat pendeteksi dan peringatan dini gempa bumi dan tsunami itu diharapkan rampung sebelum 23 Maret 2020.
Dalam kunjungan itu, Dwikorita bersama rombongan turut mengecek rencana titik pemasangan intensity meter. Rencananya, alat tersebut akan dipasang di lantai tiga terminal bandara. Saat ini, bagian bangunan itu masih dalam pengerjaan.
Dwikorita menargetkan, pemasangan sistem alat pendeteksi dan peringatan dini gempa bumi dan tsunami itu bisa rampung sebelum 23 Maret 2020. Ini berkaitan dengan rencana operasional bandara yang akan mulai dibuka sepenuhnya pada 29 Maret 2020. Pengecekan peralatan dilakukan lebih awal karena masih memerlukan uji coba.
“Kami harus memulai sekarang agar pemasangan sistem ini bisa selesai sebelum tenggat waktu yang ditentukan. Karena, harus ada pengujian juga. Harapannya, sebelum 23 Maret 2020 sudah bisa rampung pengerjaannya,” kata Dwikorita.
Dwikorita melanjutkan, bentuk peringatan dini yang disampaikan di bandara juga masih dalam tahap pembahasan. Ada dua opsi, yaitu alarm dan peringatan yang diucapkan langsung oleh petugas bandara lewat pengeras suara. Aspek kenyamanan penumpang menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan bentuk peringatan dini.
“Jika dengan alarm, mungkin orang akan panik. Peringatan dini kan, tidak harus dengan sirene. Ini masih akan kami kaji. Karena harus ada latihan. Jika dengan sirene, orang itu reaksinya bagaimana. Kalau dengan suara manusia bagaimana responsnya. Ini harus disimulasikan,” ujar Dwikorita.