Sebanyak 68 warga Sumatera Utara dan Aceh sejak 1 Februari lalu masih menjalani karantina di rumah mereka masing-masing setelah melakukan perjalanan dari China.
Oleh
AUFRIDA WISMI WARASTRI
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS-Sebanyak 68 warga Sumatera Utara dan Aceh sejak 1 Februari lalu masih menjalani karantina di rumah mereka masing-masing setelah melakukan perjalanan dari China. Mereka terus dipantau hingga masa inkubasi virus korona galur baru atau 2019-nCOv selama 14 hari berakhir.
Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Utara Alwi Mujahit Hasibuan, Senin, (10/2/2020) mengatakan sebanyak 68 warga yang dikarantina di rumah masing-masing itu adalah warga yang melakukan perjalanan dari daerah pandemi dan mendarat di Bandara Internasional Kualanamu sejak 1 Februari lalu. Kesehatan mereka terus dipantau selama 14 hari. Mereka dilarang melakukan aktivitas di luar rumah dan terus mengenakan masker di dalam rumah.
Mereka dilarang melakukan aktivitas di luar rumah dan terus mengenakan masker di dalam rumah.
Menurut Alwi, antisipasi penularan 2019-nCOv sebenarnya mudah. Penularan hanya terjadi melalui droplet (partikel kecil air) sehingga menggunakan masker atau berjarak 3 meter dari pasien tidak akan tertular. Selain itu juga rutin melakukan cuci tangan. "Ada tradisi di Indonesia menutup mulut saat batuk. Orang juga rutin melakukan wudhu saat sholat, yang artinya mencuci tangan bersih, itu membantu mengurangi penyebaran virus," kata Alwi,
Kepala Bidang Pengendalian Karantina, Survelians dan Epidemologi Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Medan Rahmat Ramadhan Nasution menambahkan sebanyak 68 warga yang dipantau dalam karantina di rumah itu diantaranya ada di Medan, Deli Serdang, Karo, Sibolga, di Sumatera Utara dan Takengon di Aceh. Pantauan dilakukan oleh Dinas Kesehatan masing-masing daerah. Warga juga diminta menandatangani pernyataan untuk melakukan karantina di rumah.
Pihaknya juga terus memantau para pasien menggunakan panggilan video. “Sejauh ini kondisi mereka baik,” kata Rahmat. Setelah 14 hari masa karantina, jika keadaannya baik, warga baik WNI maupun WNA itu bisa beraktivitas kembali seperti biasa.
Dinas Kesehatan Sumatera Utara juga memastikan bahwa anak buah Kapal Sun Shine berbendera Panama yang mendarat di Pangkalan Susu, Langkat, Sumatera Utara bukan meninggal karena penyakit karantina. Warga negara asing (WNA) asal Korea Selatan itu diduga meninggal karena sakit jantung. “Otopsi dilakukan di RS Pirngadi, Medan,” kata Alwi.
Anak buah Kapal Sun Shine berbendera Panama yang mendarat di Pangkalan Susu, Langkat, Sumatera Utara bukan meninggal karena penyakit karantina.
Laki-laki, berumur 21 tahun itu dievakusi tim kesehatan sudah dalam keadaan meninggal pada Minggu (9/2) pukul 23.30. Kapal bertolak dari Singapura dengan tujuan Qatar. Kapal mengeluarkan sinyal bantuan kesehatan ke Otoritas Pelabuhan Belawan kemudian evakuasi dilakukan di Pangkalan Susu, Langkat, Sumatera Utara.
“Sesuai perjanjian internasional kami harus membantu permintaan bantuan itu,” kata Alwi. Saat dievakuasi, korban sudah meninggal dunia.
Sempat beredar informasi bahwa evakuasi dilakukan pada terduga penderita 2019-nCOv. Namun setelah ditelusuri, Dinas Kesehatan Sumut memastikan bahwa sebelum meninggal WNA itu tidak memiliki riwayat demam, sesak nafas, dan tidak ada riwayat perjalanan ke negara terjangkit. “Mereka membutuhkan otorisasi untuk asuransi dan bahwa yang bersangkutan tidak meninggal karena dibunuh,” kaya Alwi.
Pihaknya juga telah mengumpulkan pengelola rumah sakit swasta di Sumatera Utara untuk tidak dengan mudah merujuk ke RSUP H Adam Malik, rumah sakit yang menangani penyakit infeksi menular, jika ada pasien yang mengeluh sesak nafas dan demam. “Dokter di rumah sakit harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan anggota Tim Pinere (Penyakit Infeksi Emerging dan New Emerging) untuk memastikan apakah pasien perlu dirujuk atau tidak melihat gejalanya,” kata Alwi.
Anggota Tim Penyakit Infeksi Emerging dan New Emerging (Pinere) RSUP H Adam Malik dr Restuti Saragih mengatakan Tim Pinere siap untuk mengantisipasi penyebaran 2019-nCOv di Sumatera Utara. Sejauh ini belum ditemukan kasus 2019-nCOv di Indonesia. Dari 50 sampel yang diperiksa di Badan Litbang Kementrian Kesehatan, semua negatif.
Restuti mengatakan, sebenarnya banyak laboratorium rumah sakit di daerah dan lembaga yang bisa mendeteksi virus ini, namun pemerintah hanya memberikan otoritas pada laboratorium Badan Litbang Kementrian Kesehatan agar satu rantai komando. Sejauh ini juga belum ditemukan vaksin 2019-nCOv.
Tim Pinere RSUH H Adam Malik juga menemukan informasi penggunakan obat malaria chloroquine yang bisa menekan virus, namun Tim Pinere memastikan obat itu tidak dapat digunakan sebagai profilaksis atau pencegah orang sehat tidak terkena 2019-nCOv. Obat itu bahkan sudah tidak lagi direkomendasikan sebagai obat malaria oleh Kementrian Kesehatan.