Ekspor Perikanan Jateng Terpengaruh Wabah Virus Korona
Laju ekspor perikanan dari Jawa Tengah ke China terhambat karena terdampak virus korona tipe baru yang mewabah di negara tersebut. Sudah ada laporan kontainer terbengkalai karena tak mendapat pelayanan di tempat tujuan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Laju ekspor perikanan dari Jawa Tengah ke China terhambat dampak virus korona tipe baru yang mewabah di negara tersebut. Sudah ada laporan kontainer yang terbengkalai karena tak mendapat pelayanan di tempat tujuan. Sementara itu, sebagian lagi terlambat dibongkar.
Menurut data Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Semarang, pengiriman kontainer berisi produk perikanan beku ke China rata-rata 50 unit per bulan. Namun, pada Februari, hingga menjelang pertengahan bulan, pengiriman baru 10 unit.
”Situasi di sana belum kondusif. Selain terkait pelabuhan, petugas quality control dari China juga tak bisa ke sini karena tak ada penerbangan langsung. Mereka biasanya mengecek produk sebelum diberangkatkan,” kata Kepala BKIPM Semarang R Gatot Perdana di Kota Semarang, Kamis (14/2/2020).
Gatot mengatakan, beberapa hari lalu ada laporan dari eksportir yang tak bisa bongkar muat di pelabuhan di Hebei, China. Satu kontainer tersebut berisi 28 ton daging rajungan.
Saat ini masih diupayakan agar kontainer tersebut bisa dibongkar agar terhindar dari kerugian. Adapun pilihan terakhir adalah memulangkan produk ke Indonesia untuk selanjutnya dialokasikan ke negara lain.
”Kalau di sana tak diurus terus, kan, bakal dimusnahkan. Untuk dialokasikan ke negara lain juga mesti ditarik dulu karena perlu pengurusan sertifikat dan lain-lain,” kata Gatot.
Menurut data BKIPM Semarang, ekspor perikanan Jateng ke China pada 2019 ialah 17.961 ton dengan nilai Rp 569 miliar. Dari segi volume, jumlah tersebut terbesar, tapi dalam nilai ekonomi, China di posisi kedua setelah Amerika Serikat (Rp 987 miliar). Produk yang dikirim antara lain daging rajungan, sotong, udang, surimi, dan kerupuk ikan.
Kalau di sana tak diurus terus, kan, bakal dimusnahkan. Untuk dialokasikan ke negara lain juga mesti ditarik dulu karena perlu pengurusan sertifikat dan lain-lain. (Gatot Perdana)
Terlambat
Anggota staf pada bagian dokumen ekspor PT Holi Mina Jaya Michael Antonius menuturkan, terjadi keterlambatan proses bongkar muat pada produk kiriman perusahaannya. Dari seharusnya Rabu (5/2/2020), bongkar muat baru dilakukan pada 10 Februari. Kini, pelayanan di China pun belum sepenuhnya berjalan.
”Selain libur Imlek, juga karena ada peristiwa (wabah) virus korona di Wuhan. Pemerintah di sana memperpanjang liburnya. Baru minggu ini bisa melayani, tetapi itu pun belum semuanya berjalan. Mudah-mudahan segera normal,” ujarnya.
Produk ikan beku dikirim ke Nansha, Mawei, dan Qingdao, China.
Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Data Informasi BKIPM Semarang Ely Musyarofah menambahkan, pihaknya terus berkomunikasi dengan berbagai pihak terkait kelancaran ekspor ke China. Pendataan juga terus dilakukan agar jangan sampai ada masalah ketika produk tiba di China.
Ely mengatakan, semua ikan yang diimpor merupakan ikan mati atau beku. Tak ada impor ikan hidup. Namun, antisipasi berupa perlakuan atau pemeriksaan khusus untuk mengantisipasi virus korona tetap dilakukan pada produk-produk itu.
”Ada tim dari pusat yang memeriksa atau mengambil sampel untuk diuji di lokasi pengujian seperti di Bogor (laboratorium Pusat Studi Satwa Primata IPB University). Produk impor antara lain berupa bahan baku untuk diolah lalu kemudian diekspor. Misalnya, untuk bahan baku sarden,” katanya.