Pelaku Marah Tidak Diberi Uang dan Ingin Eksis di Medsos
Perundungan sesama anak di Kabupaten Purworejo terungkap setelah videonya viral di media sosial. Tiga siswa pelaku mengaku melakukan perundungan karena marah tidak diberi uang oleh korban dan ingin eksis di medsos.
Oleh
REGINA RUKMORINI/GREGORIUS M FINESSO
·4 menit baca
PURWOREJO, KOMPAS — Tiga siswa SMP Muhammadiyah di Kecamatan Butuh, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, ditetapkan sebagai tersangka kasus perundungan terhadap rekannya, CA (16). Motif pelaku bermula dari kemarahan karena tidak diberi uang oleh korban dan ingin eksis di media sosial.
Ketiga pelaku tersebut adalah UH (14), TP (15), dan DF (15). UH adalah siswa kelas VIII, teman sekelas korban, sedangkan TP dan DF adalah kakak kelas korban.
Dari hasil visum dokter, tindakan dari tiga pelaku ini menyebabkan luka memar di bagian pinggang korban. Tidak hanya luka fisik, korban yang mengalami trauma, hingga Kamis (13/2/2020), masih berdiam diri dan enggan memberikan keterangan apa pun, termasuk kepada polisi.
Sebelumnya, video perundungan terhadap seorang siswi SMP oleh tiga siswa laki-laki di sebuah sekolah di Purworejo viral di media sosial. Video berdurasi 28 detik tersebut mengundang kecaman berbagai pihak.
Kepala Kepolisian Resor (Polres) Purworejo Ajun Komisaris Besar Rizal Marito mengatakan, dari hasil keterangan sementara, tiga pelaku tersebut mengaku melakukannya karena sakit hati terhadap korban, yang sebelumnya dimintai uang.
”Salah satu pelaku meminta uang kepada korban, tetapi permintaannya ditolak. Korban justru melapor kepada guru kelas dan tindakan pelaporan ini akhirnya membuat pelaku marah,” ujarnya, Kamis (13/2/2020).
Pelaku TP mengaku hanya meminta uang Rp 2.000. Namun, korban yang ketakutan kemudian justru melapor bahwa dia dimintai uang lebih dari Rp 10.000.
Pelaku yang sakit hati kemudian mengajak dua rekannya yang lain untuk memukuli korban. Peristiwa ini terjadi saat jam pergantian mata pelajaran. Selain menggunakan tangan kosong, mereka juga menyakiti korban menggunakan sapu. Rekan yang lain, F, kemudian juga diminta merekam aksi tersebut.
Salah satu pelaku meminta uang kepada korban, tetapi permintaannya ditolak. Korban justru melapor kepada guru kelas dan membuat pelaku marah.
Tiga pelaku dinyatakan melanggar Pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU tentang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002. Mereka terancam hukuman 3,5 tahun penjara atau denda maksimal Rp 72 juta.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purworejo Sukmo Widhi mengatakan, kendati proses hukum sudah berjalan, dia masih berusaha melakukan mediasi antara pelaku dan korban. ”Dengan mediasi, kami berharap persoalan ini bisa diselesaikan secara baik dan kekeluargaan sehingga tidak perlu berlanjut ke proses hukum,” ujarnya.
Ketika kemudian kasus ini tidak berlanjut ke proses hukum, lanjut Sukmo, pihaknya juga masih akan memikirkan kelanjutan aktivitas sehari-hari antara korban dan pelaku, apakah masih bisa berada di dalam satu kelas atau tidak.
Terhadap tiga pelaku yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka, Sukmo mengatakan, pihaknya tidak memberikan sanksi tambahan berupa pemecatan atau mengeluarkan mereka dari sekolah. ”Karena masih berusia anak-anak, mereka tetap berhak mendapatkan pendidikan,” ujarnya.
Setelah kejadian ini, tambah Sukmo, pihaknya akan mengevaluasi kegiatan belajar-mengajar di SMP Muhammadiyah Butuh. Evaluasi dilakukan untuk mengecek lebih lanjut mengapa kasus ini bisa terjadi.
”Kenapa bisa lepas dari pantauan guru dan kenapa dua pelaku yang merupakan kakak kelas korban bisa masuk ke dalam kelas dan memukuli korban. Dari hasil evaluasi ini, Dinas Pendidikan Kabupaten Purworejo berupaya agar kejadian ini tidak berulang,” tuturnya.
Kepala SMP Muhammadiyah Butuh, Akhmad, menambahkan, kasus perundungan itu dilakukan para pelaku sekadar ingin eksis di media sosial. ”Mereka sengaja melakukannya, membuatnya dalam rekaman video dengan tujuan hanya agar mereka bisa mengunggah dan menjadikan video itu viral, ditonton orang banyak di media sosial,” ujarnya.
Keinginan untuk eksis tersebut, menurut dia, menjadi sulit dicegah dan banyak dilakukan oleh kalangan muda, terutama remaja. Akhmad berkilah, perbuatan yang dilakukan tiga pelaku bisa dimaknai sebagai bentuk kenakalan biasa karena korban tidak mengalami luka fisik serius.
Sementara itu, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyatakan prihatin terhadap kasus perundungan di Purworejo tersebut. Untuk itu, dia mengaku langsung merespons begitu mengetahui kasus tersebut melalui medsos dengan menghubungi semua pihak yang terkait kasus itu.
Di luar proses hukum, Ganjar meminta siswa pelaku perundungan diberi konseling dari guru ataupun psikolog. Menurut dia, kenakalan siswa seperti dalam video yang viral itu harus diatasi dengan konseling agar perilaku perundungan tidak terjadi lagi.
Menurut Ganjar, data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sekolah tempat terjadinya persekusi di Purworejo itu hanya mendidik 21 siswa, terbagi dalam tiga rombongan belajar. ”Mesti dipikirkan bagaimana mengevaluasi sekolah seperti ini. Dengan sekolah berkapasitas sedikit, bisa jadi sekolah tidak mampu menyelenggarakan pendidikan dengan baik,” ujarnya.
Ganjar berencana meminta masukan seluruh pemangku kepentingan di bidang pendidikan terkait kemungkinan menutup atau melebur sekolah berkapasitas murid kecil dengan sekolah di sekitarnya. Terkait proses hukum, dia mengingatkan agar peradilan dilakukan secara tertutup mengingat pelaku dan korban masih di bawah umur sehingga berlaku UU Perlindungan Anak.