Banjir di Subang, Normalisasi Sungai Mendesak Dilakukan
Sedimentasi dan sampah memicu banjir di Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Oleh
·2 menit baca
SUBANG, KOMPAS — Banjir di Kabupaten Subang, Jawa Barat, dipicu oleh banyaknya sedimentasi dan sampah yang ada di sejumlah sungai. Akibatnya, sungai tersebut meluap dan merendam sejumlah rumah warga. Normalisasi sungai mendesak dilakukan untuk mencegah musibah ini terulang kembali.
Hal itu mengemuka dalam kunjungan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil ke Desa Mulyasari, Kecamatan Pamanukan, Subang, Kamis (27/2/2020) siang. Kamil meninjau sejumlah titik yang terdampak banjir parah, yakni ruas jalan yang putus karena diterjang deras air Sungai Cipunagara dan permukiman warga.
Kamil mengatakan, mayoritas penyebab banjir di wilayah pantura barat adalah kondisi sungai yang tidak mampu menampung air karena pendangkalan dan sampah. Selain itu, kondisi cuaca ekstrem yang melanda beberapa wilayah di Jabar juga menjadi salah satu pemicunya.
Sungai di wilayah pantura merupakan bagian hilir dari sungai besar yang melintas di Jawa Barat, yakni Sungai Cipunagara, Sungai Cilamaya, Sungai Citarum, dan Sungai Cibeet. ”Normalisasi akan dilakukan segera. Tidak hanya di sungai ini (Cipunagara), tetapi juga beberapa sungai lain di wilayah Jawa Barat,” ucap Kamil.
Normalisasi adalah upaya untuk mengembalikan keadaan sungai agar air tetap mengalir di tempatnya. Proses normalisasi dilakukan menggunakan alat berat untuk mengangkut tumpukan sedimentasi.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Subang Hidayat menambahkan, normalisasi Sungai Cipunagara terakhir kali dilakukan tahun 2014. Hal itu disebabkan keterbatasan wewenang dan pembiayaan. Selain normalisasi, pihaknya juga mengusulkan pembuatan tanggul yang lebih tinggi agar limpasan tidak keluar ke rumah warga.
Ada 12 kecamatan yang terdampak banjir di kabupaten ini, yakni Sukasari, Pamanukan, Legon Kulon, Tambakdahan, Binong, Pagaden, Purwadadi, Pusakanagara, Pusakajaya, Compreng, Ciasem, dan Blanakan. Warga yang mengungsi sebanyak 3.131 keluarga atau 8.582 orang serta 14.000 rumah terendam.
Wahyu Hidayat (26), warga Desa Mulyasari, Kecamatan Pamanukan, tampak sibuk membersihkan rumahnya yang diterjang banjir sejak Selasa (25/2/2020). Ia memilih mengungsi ke tempat saudaranya karena khawatir banjir susulan akan datang. Semua peralatan elektroniknya tak ada yang bisa diselamatkan. ”Semua terendam air. Beruntung masih diberikan selamat,” ucapnya.
Semua terendam air. Beruntung masih diberikan selamat.
Oyi Sunaryo (65), warga lain, juga sibuk membereskan rumah. Seluruh pakaian di dalam lemarinya basah terendam air. Bahkan, buku-buku miliknya juga terendam. Menurut dia, banjir kali ini merupakan yang pertama kalinya setelah banjir tahun 2014. Saat itu, tinggi air sepintu rumah. Ia enggan pindah meskipun daerahnya rawan banjir. ”Tuhan sedang menguji kami umat-Nya,” ujarnya.