Bakamla Siap Amankan Nelayan di Laut Natuna Utara dari Gangguan Kapal Asing
Badan Keamanan Laut menjamin nelayan Indonesia tak diganggu kapal asing di Laut Natuna Utara. Awal pekan ini, nelayan pantai utara Jawa mulai tiba di Laut Natuna untuk memanfaatkan ikan bersama nelayan setempat.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
NATUNA, KOMPAS — Badan Keamanan Laut atau Bakamla siap mengawal para nelayan Indonesia yang akan memanfaatkan sumber daya ikan di zona ekonomi eksklusif Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau. Mereka menjamin nelayan Indonesia tidak diganggu kapal asing.
Sebelumnya, muncul kekhawatiran dari nelayan yang hendak menangkap ikan di Laut Natuna Utara di ZEE. Adapun, ZEE merupakan perairan yang membentang hingga 200 mil dari titik pangkal, yakni merupakan hak berdaulat, hak untuk mengelola dan memanfaatkan secara eksklusif sumber daya ikan di laut itu. Beberapa kapal asing, salah satunya dari China, beberapa kali mengambil ikan di daerah ini.
Kepala Bakamla Laksamana Madya Aan Kurnia merealisasikan kerja sama di antara 13 kementerian dan lembaga untuk mengawal, mengamankan, serta memanfaatkan sumber daya ikan yang ada di Laut Natuna Utara. Komitmen tersebut ditunjukkannya, salah satunya, dengan menyambangi Natuna, Kepulauan Riau, Sabtu (7/3/2020).
Dalam kunjungannya tersebut, Aan bertemu dengan pemerintah daerah, nelayan, dan tokoh masyarakat lokal. Selain itu, ia juga melihat fasilitas keamanan yang dimiliki Bakamla, seperti Stasiun Pemantau Keamanan dan Keselamatan Laut Natuna (SPKKL) di Bukit Senubing, Ranai, serta kapal negara yang disiapkan untuk mengamankan Laut Natuna Utara.
Di SPKKL, Aan mengecek sistem komunikasi yang ada di stasiun pemantauan tersebut. ”Di stasiun ini, saya bisa berhubungan dengan markas besar (Bakamla) dan kapal negara (KN) yang sedang beroperasi,” kata Aan.
Ada tiga hingga tujuh orang yang akan memantau di SPKKL. Mereka akan memantau nelayan Indonesia dan nelayan asing. Apabila ada yang mencurigakan, personel dari SPKKL akan melapor pada kapal negara atau markas besar Bakamla. Keberadaan SPKKL ini sangat penting karena membuat sistem pengawasan lebih efektif daripada harus berkeliling di Laut Natuna Utara yang membuat boros bahan bakar.
Ia memastikan sistem komunikasi di SPKKL dapat berjalan dengan baik sehingga dapat mengawal nelayan Indonesia yang berasal dari pantai utara (pantura) Kota Tegal, Jawa Tengah ataupun nelayan lokal. Hal tersebut dibutuhkan agar para nelayan pantura dapat mencari ikan dengan tenang di ZEE yang selama ini dimanfaatkan nelayan asing.
Adapun kapal negara yang dicek Aan adalah KN Tanjung Datu-301, KN Pulau Marore-322, dan KN Pulau Nipah-321. Dua kapal terakhir digunakan untuk mengawal kapal nelayan Indonesia di ZEE Laut Natuna Utara, sedangkan KN Tanjung Datu-301 berjaga di Batam.
”Dua kapal tersebut (KN Pulau Marore dan KN Pulau Nipah) siap mengawal saudara-saudara kita dari pantura. Mereka tanggal 10 atau 11 (Maret) hadir di sini. Mereka sudah berangkat pada Rabu (4/3/2020) dari Tegal,” kata Aan.
Ia mengaku, pengawalan kepada nelayan dalam jumlah banyak baru pertama kali dilakukan Bakamla. Karena itu, ke depan Bakamla akan mengevaluasinya.
Direktur Operasi Laut Bakamla, Laksamana Pertama Bakamla, Nursyawal Embun mengatakan, berdasarkan rencana operasi, Bakamla akan dibantu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Mereka akan menurunkan beberapa kapal untuk membantu Bakamla.
Kapal-kapal Bakamla dan KKP tersebut akan menggiring para nelayan ke wilayah penangkapan ikan yang sudah ditentukan. Meskipun demikian, sistem pengawalan tersebut dilakukan secara fleksibel melihat dinamika di lapangan sebab nelayan pantura juga akan bertemu dengan nelayan lokal.
”Di lapangan tetap akan kami kondisikan karena nanti mereka (nelayan pantura) akan bertemu dengan nelayan lokal. Karena itu, kami akan cari cara efektif supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan,” kata Nursyawal.
Sebanyak 30 kapal catrang dengan ukuran 100 gros ton yang diisi 900 nelayan dari wilayah pantai utara Kota Tegal, Jawa Tengah, diperkirakan tiba minggu depan. Mereka akan memanfaatkan potensi laut di Natuna Utara agar negara lebih hadir di ZEE sehingga tidak memancing kapal asing masuk.
Namun, hal ini perlu dilakukan dengan hati-hati. Sebab, mulai menimbulkan kekhawatiran dari nelayan setempat. Ketua nelayan di Kelurahan Sepempang, Kecamatan Bunguran Timur, dan tokoh masyarakat di Natuna, Hendri, mengatakan, pemerintah seharusnya menjaga keamanan Laut Natuna Utara, bukan malah mengawal nelayan pantura.
”Nelayan lokal merupakan nelayan kecil yang hanya mengandalkan cara tradisional, seperti memancing untuk mendapatkan ikan. Jika kapal catrang masuk, ekosistem laut di sini akan hancur,” kata Hendri