Universitas Gadjah Mada menetapkan status “Awas” dan tanggap darurat dalam menghadapi penyebaran Covid-19. Perkuliahan tatap muka ditiadakan sementara waktu.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO/HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menetapkan status “Awas” dan tanggap darurat menghadapi penyebaran Covid-19. Perkuliahan tatap muka ditiadakan untuk sementara. Segenap civitas akademika perguruan tinggi tersebut diminta tetap tenang dan menghindari risiko penularan virus tersebut.
Sebelumnya, Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Panut Mulyono menerbitkan Surat Edaran Nomor tentang Kewaspadaan Covid-19. Dalam surat itu, Panut menetapkan status “Siaga” terkait penyebaran Covid-19, pada Sabtu (14/3/2020). Status tersebut ditingkatkan menjadi “Awas” pada Senin (16/3/2020). Perubahan status itu ditandai dengan dikeluarkannya Surat Edaran Rektor Nomor 1606/UN1.P/HKL/TR/2020 tentang Tanggap Darurat Covid-19 di Lingkungan UGM.
Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni UGM Paripurna Sugarda menyatakan, penerbitan surat edaran ini menyikapi perkembangan situasi Covid-19 di Indonesia. Pihaknya menginginkan upaya pencegahan ini bisa dilakukan secara maksimal dan berkelanjutan dengan kewaspadaan tinggi.
“Kami tidak mengadakan kegiatan berupa tatap muka di kampus. Kemudian, pertemuan-pertemuan, kalau tidak penting betul, kami adakan dengan online. Bahkan, sudah ada teman-teman pendidik yang masuknya secara bergilir sehingga mengurangi keberadaan orang di lingkungan kampus,” jelas Paripurna mengenai poin-poin dari surat edaran itu.
Paripurna mengungkapkan, UGM sudah mempunyai sistem daring, atau online, yang mumpuni untuk menyelenggarakan perkuliahan daring. Segala fasilitas hendaknya mampu dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk melakukan mitigasi penyebaran virus tersebut.
Dalam surat itu, terdapat poin yang menyebutkan agar civitas akademika UGM yang berusia 60 tahun ke atas dan sedang mengidap penyakit kronis seperti diabetes, jantung, asma, penyakit paru, dan kanker, diminta tidak beraktivitas di kampus. Selanjutnya, civitas UGM yang mengalami gejala flu memberat, misalnya sesak napas, agar menghubungi Satgas Covid-19 UGM agar bisa mendapat penanganan lebih lanjut secara terukur.
Metode kerja juga disesuaikan dengan kondisi terkini untuk mengurangi interaksi tatap muka antarindividu tanpa memengaruhi hak atas capaian kinerja.
Civitas akademika UGM yang berusia 60 tahun ke atas dan sedang mengidap penyakit kronis seperti diabetes, jantung, asma, penyakit paru, dan kanker, diminta tidak beraktivitas di kampus.
Selain itu, Paripurna menegaskan, belum ada civitas UGM yang tertular Covid-19. Ia membenarkan ada salah seorang dosen UGM yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) RSUP Dr Sardjito. Ia tak bisa memastikan apakah penyakit yang dialami itu berkaitan dengan Covid-19, karena masih diteliti tim medis.
Adapun beredarnya informasi tentang penyemprotan disinfektan di UGM, juga tak dibenarkan Paripurna. “Posisi ada atau tidak (Covid-19) itu kami belum tahu. Tentu, kami akan minta konsultasi ahli jika memang ada suspect (Covid-19),” kata Paripurna.
Sebelumnya, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X mengimbau masyarakat untuk mengurangi aktivitas di luar rumah guna mencegah penularan Covid-19. Acara yang melibatkan banyak peserta juga ditunda sementara waktu.
Sejauh ini, terdapat satu pasien di DIY yang dinyatakan positif terinfeksi Covid-19. Pasien tersebut merupakan balita berusia tiga tahun. Saat ini, ia sedang dirawat di ruang isolasi di RSUP Dr Sardjito. Kedua orangtua anak tersebut dinyatakan sebagai pasien dalam pengawasan (PDP) dan dirawat pula di ruang isolasi rumah sakit tersebut. Beberapa anggota keluarga lain dari anak itu dinyatakan berstatus orang dalam pemantauan (ODP).
Meski demikian, Pemprov DIY belum menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) Covid-19. Menurut Sultan, KLB baru dipertimbangkan apabila jumlah pasien positif Covid-19 di DIY meningkat menjadi lebih dari 7 atau 8 orang. Sultan menilai, penetapan KLB Covid-19 akan menimbulkan beberapa dampak pada perekonomian dan mobilitas sosial. Sebab, dilakukan pembatasan terhadap aktivitas masyarakat.