"Local Lockdown" Gerus Pendapatan Pedagang Kecil di Tegal
Sejumlah pelaku usaha di Kota Tegal, Jawa Tengah, mengeluhkan penurunan pendapatan hingga 90 persen akibat penerapan pembatasan wilayah atau local lockdown.
Oleh
KRITI UTAMI
·3 menit baca
TEGAL, KOMPAS - Sejumlah pelaku usaha kecil di Kota Tegal, Jawa Tengah, mengeluhkan anjloknya pendapatan akibat penerapan pembatasan wilayah atau local lockdown. Pembatasan wilayah dilakukan untuk membatasi arus orang yang masuk ke kota tersebut untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Pemandangan berbeda terlihat di sejumlah jalan protokol dan Alun-alun Kota Tegal, Senin (23/3/2020). Ratusan warga yang biasanya memenuhi sejumlah titik di alun-alun tidak terlihat. Jumlah pedagang kaki lima yang membuka lapaknya di sekitar alun-alun juga berkurang.
Hal ini tentu berpengaruh pada pendapatan yang menurun hingga 50 persen.
Sejumlah rumah makan di beberapa jalan protokol Kota Tegal juga terlihat sepi. Di sebuah rumah makan masakan Padang di Jalan Arif Rahman Hakim, Kecamatan Tegal Timur, misalnya, jumlah pengunjung dikeluhkan turun hingga 60 persen. Biasanya, dalam sehari sekitar 200 orang datang. Hingga Senin petang, jumlah pengunjung hanya sekitar 80 orang.
"Jumlah pengunjung turun karena ada kebijakan local lockdown dan social distancing (pembatasan sosial). Hal ini tentu berpengaruh pada pendapatan yang menurun hingga 50 persen," kata Untung (40), pemilik usaha rumah makan, Senin.
Hal serupa juga dialami sejumlah pedagang kaki lima di Alun-alun Kota Tegal. Di lokasi yang biasanya menjadi pusat keramaian kota itu, para pedagang merugi karena adanya penutupan jalan. Jalan masuk ke arah alun-alun dari berbagai sisi ditutup sejak Minggu (22/3). "Kemarin, (pendapatan) sudah turun karena orang-orang tidak boleh keluar rumah. Sekarang ditambah lagi dengan adanya penutupan jalan ini," ujar Rosiah (54), pedagang nasi di Alun-alun Kota Tegal.
Rosiah, yang biasanya sehari mendapat sekitar Rp 150.000 dari berjualan nasi bungkus, hingga Senin malam baru mendapat uang Rp 10.000. Tulang punggung keluarga tersebut pun bingung bagaimana harus membiayai hidup dirinya dan kedua anaknya apabila tidak ada solusi dari pemerintah.
"Kalau seperti ini terus, rakyat kecil seperti kami yang hancur. Saya paham risiko penularan virus korona, tapi saya dan anak-anak saya tidak bisa makan kalau saya tidak berjualan," imbuh Rosiah.
Rosiah pun berharap pemerintah bisa memberikan solusi bagi para pedagang kaki lima yang terdampak akibat pembatasan wilayah. Solusi yang diinginkan Rosiah adalah pemberian subsidi kepada masyarakat yang tidak bisa bekerja selama masa pembatasan wilayah.
Pemerintah Kota Tegal memutuskan membatasi arus orang dengan cara menutup jalan ke arah pusat Kota Tegal, seperti Jalan Ahmad Yani yang merupakan pintu masuk dari arah Semarang dan Jalan Cipto Mangunkusumo yang merupakan pintu masuk dari arah Jakarta. Seluruh kendaraan yang melintas diarahkan melewati Jalan Lingkar Utara Kota Tegal.
"Kami melakukan ini karena tidak ingin ada orang luar yang berpotensi membawa virus masuk ke Kota Tegal. Kalau orang asing begitu, pasti susah melacaknya. Jadi, lebih baik perekonomian di Kota Tegal mati daripada warganya yang mati karena terkena virus," tutur Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono.
Selain menutup akses masuk ke dalam kota, Pemerintah Kota Tegal juga menutup akses ke Alun-alun Kota Tegal yang dinilai menjadi pusat kerumunan. Dedy mengatakan, pemerintah menerapkan kebijakan ini untuk menyelamatkan warga Kota Tegal dari Covid-19.
Adapun terkait pemberian subsidi bagi masyarakat yang terdampak kebijakan ini, belum dibahas. Dedy meminta masyarakat dan para pengusaha bisa memahami kebijakan tersebut. Hingga Senin malam, 20 orang ditetapkan sebagai pasien dalam pengawasan di Kota Tegal. Dari jumlah tersebut, sebanyak 16 orang dirawat di rumah sakit dan 4 orang dirawat mandiri di rumah.