Maklumat Kapolri, Polisi Berwenang Bubarkan Kerumunan Warga
Kepala Polri mengeluarkan maklumat terkait penanganan penyebaran Covid-19. Kepolisian memiliki diskresi untuk membubarkan acara yang dilarang sesuai dengan maklumat Kapolri tersebut.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis mengeluarkan Maklumat Nomor Mak/2/2020 tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Korona (Covid-19). Kepolisian bisa menggunakan diskresinya untuk membubarkan kerumunan massa secara persuasif dan humanis.
Dalam maklumat itu disebutkan bahwa mengacu pada situasi kedaruratan nasional serta cepatnya penyebaran virus korona baru, pemerintah melalui kepolisian mengeluarkan kebijakan untuk menjaga ketertiban dan keamanan. Oleh karena itu, selama masa bencana nasional yang ditetapkan gugus tugas percepatan penanganan Covid-19, masyarakat diharapkan tidak menyelenggarakan kegiatan yang menyebabkan berkumpulnya massa dalam jumlah banyak, baik di tempat umum maupun lingkungan sendiri.
Pertemuan yang tidak boleh diadakan itu seperti pertemuan sosial, budaya, keagamaan, dan aliran kepercayaan dalam bentuk seminar, lokakarya, sarasehan, dan kegiatan sejenis lainnya. Kegiatan konser musik, pekan raya, festival, bazar, pasar malam, pameran, dan resepsi keluarga juga dilarang. Selain itu, kegiatan olahraga, kesenian, jasa hiburan, unjuk rasa, pawai, karnaval, dan kegiatan lain yang menyebabkan pengumpulan massa juga dilarang.
”Apabila dalam keadaan mendesak dan tidak dapat dihindari, kegiatan yang melibatkan banyak orang dilaksanakan dengan tetap menjaga jarak dan wajib mengikuti prosedur pemerintah terkait pencegahan Covid-19,” ujar Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Aziz dalam maklumat tersebut.
Selain itu, Kapolri juga mengimbau masyarakat agar tidak menimbun kebutuhan pokok ataupun kebutuhan masyarakat secara berlebihan. Masyarakat juga diimbau agar tidak menyebarkan kabar bohong dengan sumber tidak jelas sehingga meresahkan masyarakat.
Apabila terdapat informasi meresahkan dengan sumber tidak jelas, warga diminta menghubungi kepolisian setempat. Kapolri juga mengimbau warga agar tetap tenang, tidak panik, serta meningkatkan kewaspadaan di lingkungan masing-masing dengan mengikuti informasi dan imbauan resmi pemerintah.
”Jika ditemukan perbuatan yang bertentangan dengan maklumat ini, setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan kepolisian yang diperlukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku,” kata Kapolri.
Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto saat dihubungi Minggu (22/3/2020) mengatakan, aturan tersebut resmi berlaku sejak diterbitkan Kapolri. Jajaran intelijen kepolisian bertindak sebagai pelaksananya.
Komjen Agus juga menegaskan bahwa kepolisian memiliki diskresi untuk membubarkan acara yang dilarang sesuai dengan maklumat Kapolri. Bahkan, di tingkat bawah, para anggota Polri mulai mengingatkan orang-orang yang berkumpul dengan tujuan tidak jelas agar bubar. Warga dibubarkan sekaligus diingatkan dan diedukasi untuk mematuhi protokol yang sudah ada dalam penanggulangan wabah Covid-19.
”Sinergi memperkecil hambatan dalam pelaksanaan tugas ini karena masing-masing memiliki tugas dan orientasi bersama. Peran semua pihak dan lapisan masyarakat diharapkan karena virus ini tidak kenal apa pun, bisa menular kepada siapa saja,” imbuh Komjen Agus.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal M Iqbal menambahkan, maklumat tersebut merupakan diskresi kepolisian untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu memutus mata rantai penularan Covid-19. Polisi memiliki kewenangan mengimbau masyarakat dengan cara persuasif agar mau bekerja sama dalam pembatasan sosial yang diterapkan pemerintah.
Seluruh Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) juga dikerahkan untuk terus mengingatkan masyarakat tentang program pembatasan sosial tersebut. Dengan tindakan tegas tersebut, masyarakat diharapkan patuh sehingga masalah penularan Covid-19 ini dapat diatasi secepatnya.
”Memang ada beberapa kegiatan yang harus dibubarkan paksa. Namun, pihak kepolisian tetap mengupayakan secara persuasif dan humanis,” kata Iqbal.
Menurut Iqbal, tantangan terbesar dalam menegakkan aturan pembatasan sosial ini adalah budaya komunal masyarakat Indonesia. Meskipun informasi mengenai pembatasan sosial sudah gencar disampaikan di mana-mana, masyarakat masih tetap senang berkumpul. Di kampung-kampung, misalnya, petugas Babhinkambtimas dan Bintara Pembina Desa (babinsa) masih kerap mendapati orang berkumpul dengan tujuan tak jelas. Oleh karena itu, pelan-pelan, kepolisian akan memberikan pemahaman kepada masyarakat.
Simbol kedaruratan
Pengamat sosial Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, mengatakan, maklumat Kapolri tersebut penting sebagai simbol kedaruratan dan mempertegas situasi darurat Covid-19. Sebab, menurut Devie, selama ini masyarakat masih banyak mengabaikan dan menyepelekan pandemi Covid-19. Terbukti, baik dari lapisan masyarakat menengah ke atas maupun ke bawah tetap melaksanakan hajatan, seperti pesta pernikahan dengan tamu undangan yang banyak.
Apalagi, secara sosiologis, masyarakat Indonesia juga termasuk dalam short term society yang melihat sesuatu berdasarkan kebutuhan hari itu saja. Hal ini memiliki kekurangan juga kelebihan. Kekurangannya, pada saat situasi pandemi global seperti ini masyarakat kurang peka terhadap ancaman. Ditambah lagi, dengan spiritualitas masyarakat yang tinggi, masyarakat Indonesia percaya bahwa ada kekuatan lain yang membantu mereka menghadapi bencana. Ini membuat kepekaan masyarakat terhadap ancaman Covid-19 ini lemah.
”Namun, kelebihannya, masyarakat kita lebih lentur dalam menghadapi krisis seperti krisis kesehatan saat ini,” ujar Devie.
Meskipun mengapresiasi maklumat Kapolri, Devie berharap kepolisian menerapkan pendekatan dan protokol persuasif dalam hal ini. Pendekatan persuasif dinilai akan lebih efektif dibandingkan tindakan represif. Jangan sampai dalam menegakkan maklumat itu, polisi menggunakan senjata dan kekerasan sehingga memicu pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
”Maklumat Kapolri ini penting sebagai simbol kedaruratan atau mempertegas situasi pandemi yang sedang kita hadapi,” kata Devie.
Sementara itu, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menilai maklumat Kapolri tepat diberlakukan dalam kondisi saat ini agar masyarakat patuh terhadap kebijakan pembatasan sosial pemerintah. Menurut dia, Polri bertanggung jawab menjaga keamanan dalam negeri serta bertugas melayani, mengayomi, dan melindungi masyarakat.
Dalam hal ini, Polri sekaligus menjalankan fungsi menciptakan ketertiban dan keamanan dengan cara penegakan hukum. Dengan diskresi untuk membubarkan kegiatan yang melibatkan kerumunan massa diharapkan dapat mencegah potensi meluasnya Covid-19.
”Saya berharap seluruh masyarakat menyadari dan mematuhinya. Anggota Polri yang bertugas diharapkan dapat mengedepankan fungsi intelkam sebagai deteksi dini untuk pencegahan, serta fungsi Sabhara dan Binmas untuk melakukan patroli pencegahan,” kata Poengky.
Ia menjelaskan, dengan berjalannya fungsi intelkam, sebenarnya potensi kerumunan massa sejak awal sudah dapat dicegah pelaksanaannya, tanpa perlu repot-repot membubarkan.
Selain itu, tak kalah penting, menurut Poengky, dalam melaksanakan tugas-tugasnya, anggota Polri harus dilengkapi alat pelindung diri untuk mencegah kemungkinan penularan virus Covid-19. Jangan sampai aspek keselamatan diri dari anggota Polri terabaikan karena tugas yang tertuang dalam maklumat Kapolri tersebut.