Pemerintah Galakkan Lagi Sosialisasi Bantuan Sosial
Sejak Presiden Jokowi mengumumkan bantuan bagi warga akibat imbas Covid-19, hingga kini perangkat dan warga desa belum mengetahui program bantuan itu. Sosialisasi mutlak ditempuh agar informasi tersebut diketahui.
JAKARTA, KOMPAS — Perangkat desa dan warga miskin desa belum mengetahui persis program jaring pengaman sosial yang telah diputuskan pemerintah. Sejauh ini, informasi di bawah masih sangat minim dan simpang siur. Tanpa sosialisasi masif dan pendampingan intensif di bawah, kebijakan itu berpotensi kurang efektif.
”Belum tahu. Yang sementara dibahas di desa baru anggaran dari kabupaten. Yang dari pusat belum tahu,” kata Kepala Dusun Nglahar, Kelurahan Sumbersari, Kecamatan Moyudan, Wahyu Wibowo di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (10/4/2020), saat dihubungi dari Jakarta.
Baca juga : Pandemi Menggugah Solidaritas, Bantuan Terus Mengalir
Bantuan sosial (bansos) adalah hal sensitif bagi perangkat desa. Tanpa informasi yang jelas dan pasti, mereka tidak akan pernah berani bertindak karena salah-salah bisa dianggap memberikan janji palsu kepada warganya atau takut dianggap melanggar hukum.
Belum tahu. Yang sementara dibahas di desa baru anggaran dari kabupaten. Yang dari pusat belum tahu.
Dengan situasi tersebut, perangkat desa sampai saat ini belum bisa menyosialisasikan program jaring pengaman sosial untuk menjaga daya beli rakyat miskin dan rakyat rentan miskin akibat merebaknya Covid-19. Ujung-ujungnya, masyarakat yang mengetahui informasi secara sepotong-sepotong pun minim pemahaman sehingga banyak yang akhirnya salah informasi.
Trismiati (37), warga Desa Tegalsari, Kecamatan Candimulyo, Kabupaten Magelang, misalnya, mengira bansos terkait Covid-19 hanya ditujukan untuk warga DKI Jakarta. Ia dan para tetangganya juga hanya tahu bahwa subsidi listrik pemerintah hanya berlaku untuk rumah tangga dengan sambungan 450 kVA. Padahal, pemerintah memberikan subsidi potongan tagihan sebesar 50 persen untuk sambungan 900 kVA.
”Setahu saya, bansosnya hanya untuk Jakarta. Kalau itu untuk seluruh Indonesia, gimana caranya saya bisa dapat,” ucapnya.
Trismiati adalah ibu rumah tangga beranak dua. Suaminya, Robit (35), bekerja mencetak batu bata di lahan sepetak dengan hasil pas-pasan. Itu pun tidak menentu. Ia sekeluarga tidak pernah menerima program bansos apa pun dari pemerintah sehingga layak mendapat bansos tunai yang akan disalurkan pemerintah selama tiga bulan ke depan.
Pentingnya sosialisasi
Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial Asep Sasa Purnama menyatakan, pihaknya belum bisa menjelaskan secara detail tentang program bansos. ”Saya belum bisa menjelaskan secara detail,” ujarnya.
Saat ditanya apakah ada mekanisme bottom up untuk program bansos bagi 9 juta keluarga, Asep juga tidak memberikan jawaban. Bottom up artinya warga miskin atau rentan miskin yang bukan peserta Program Keluarga Harapan (PKH) ataupun bantuan sembako proaktif mendaftarkan diri.
Merujuk pada materi paparan Menteri Sosial Juliari Batubara dalam rapat dengan kementerian dan kepala daerah melalui telekonferensi beberapa hari lalu, pemerintah telah memiliki Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) 2020 sebagai dasar penyaluran bansos terkait Covid-19. Data tersebut adalah data warga miskin dan rentan miskin di Indonesia.
Total terdapat 97,39 juta jiwa dalam 29 juta keluarga dalam kelompok tersebut. Rumah tangga yang belum mendapatkan bansos apa pun dari pemerintah selama ini berjumlah 9 juta keluarga.
Belajar dari pengalaman lapangan selama ini, sebagian data warga miskin dan rentan miskin yang dimiliki pemerintah tidak 100 persen akurat. Akibatnya, sebagian bantuan tidak tepat sasaran. Hal ini tidak saja menyebabkan kebijakan menjadi tidak sepenuhnya efektif, tetapi juga memicu kecemburuan sosial di masyarakat desa.
Di samping akurasi data, bansos multak perlu dukungan perangkat desa. Oleh karena itu, sosialisasi kepada perangkat desa menjadi vital.
Mengantisipasi tekanan ekonomi akibat penyebaran Covid-19, pemerintah telah menetapkan program jaring pengaman sosial untuk masyarakat miskin dan rentan miskin di kota dan desa. Total anggaran yang dialokasikan untuk menjaga daya beli masyarakat tersebut mencapai Rp 482,5 triliun.
Anggaran program perlindungan sosial yang sudah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020 adalah Rp 372,5 triliun. Dengan merebaknya Covid-19 di Tanah Air sejak awal Maret, pemerintah menambahkan anggaran Rp 110 triliun yang merupakan realokasi anggaran program lain.
Segera disalurkan
Presiden Joko Widodo pada keterangan persnya di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (9/4/2020), menyatakan, Covid-19 telah menekan perekonomian nasional. Untuk itu, pemerintah telah memutuskan untuk segera menyalurkan program jaring pengaman sosial guna menjaga daya beli masyarakat bawah.
Untuk masyarakat di luar Jabodetabek, menurut Presiden, pemerintah memberikan bansos tunai kepada 9 juta keluarga dengan skema Rp 600.000 per keluarga per bulan selama tiga bulan. Keluarga sasaran yang mendapatkan bansos ini adalah warga yang selama ini tidak menerima PKH ataupun bansos sembako. Total anggaran yang disiapkan sebesar Rp 16,2 triliun.
Pemerintah juga telah menetapkan 30 persen dana desa tahun ini atau Rp 21 triliun dialokasikan untuk bansos bagi 10 juta keluarga di desa. Nilainya Rp 600.000 per bulan selama tiga bulan.
Masih dengan tujuan untuk menjaga daya beli masyarakat, pemerintah akan memperkuat program padat karya tunai di sejumlah kementerian. Total anggarannya adalah Rp 16,9 triliun. Di Kementerian Desa, misalnya, target program tersebut menjaring 59.000 tenaga kerja. Di Kementerian PUPR, targetnya 530.000 tenaga kerja. Total anggarannya sebesar Rp 10,2 triliun.
Adapun untuk masyarakat DKI Jakarta, pemerintah memberikan bantuan berupa bahan kebutuhan pokok untuk 2,6 juta jiwa atau 1,2 juta keluarga. Nilainya Rp 600.000 per bulan selama tiga bulan. Total anggarannya Rp 2,2 triliun. Skema yang sama diberikan untuk 1,6 juta jiwa atau 576.000 keluarga di wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Total anggarannya adalah Rp 1 triliun.
Sebelumnya, pemerintah juga telah menetapkan sejumlah program kebijakan jaring pengaman sosial lainnya. Program itu antara lain PKH yang diberikan kepada 10 juta keluarga penerima dengan total anggaran mencapai Rp 37,4 triliun.
Kita harus sadar bahwa tantangan yang kita hadapi tidak mudah. Kita harus hadapi bersama-sama. Saya mengajak para pengusaha untuk berusaha keras mempertahankan para pekerjanya dan saya mengajak semua pihak untuk peduli kepada masyarakat yang kurang mampu dengan bergotong royong secara nasional.
Kartu sembako diberikan kepada 20 juta penerima. Nilai yang diterima per orang sebesar Rp 200.000 per bulan. Total anggarannya Rp 43,6 triliun. Kartu Prakerja disiapkan untuk 5,6 juta orang dengan insentif pasca-pelatihan sebesar Rp 600.000 selama empat bulan. Total anggarannya Rp 20 triliun.
Baca juga : Kementerian Sosial Percepat Penyaluran Bantuan Sosial
Pemerintah juga membebaskan rekening listrik untuk sambungan 450 VA kepada 24 juta pelanggan dan diskon 50 persen bagi sambungan listrik 900 VA untuk 7 juta pelanggan. Skema ini berlaku untuk tiga bulan, mulai April sampai dengan Juni. Anggarannya adalah Rp 3,5 triliun.
Presiden juga menyebutkan, Polri akan melaksanakan program bantuan dalam bentuk Program Keselamatan. Program tersebut seperti program Kartu Prakerja, mengombinasikan bantuan sosial dan pelatihan. Targetnya adalah 197.000 pengemudi, baik taksi, bus, truk, maupun kernet. Nilai bantuan tunai itu sebesar Rp 600.000 per bulan selama tiga bulan. Total anggarannya Rp 360 miliar.
”Kita harus sadar bahwa tantangan yang kita hadapi tidak mudah. Kita harus hadapi bersama-sama. Saya mengajak para pengusaha untuk berusaha keras mempertahankan para pekerjanya dan saya mengajak semua pihak untuk peduli kepada masyarakat yang kurang mampu dengan bergotong royong secara nasional,” tutur Presiden.