Masyarakat Dayak Meratus di Pedalaman Kalsel Tutup Wisata, Cegah Penyebaran Covid-19
Masyarakat Dayak Meratus di pedalaman Kalimantan Selatan sudah waspada terhadap penyebaran penyakit Covid-19. Mereka pun mengantisipasi agar penyakit tersebut tidak sampai menjangkiti warga yang tinggal di pedalaman.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Masyarakat Dayak Meratus di pedalaman Kalimantan Selatan sudah waspada terhadap penyebaran penyakit Covid-19 yang disebabkan virus SARS-CoV-2 atau korona baru. Mereka pun mengantisipasi agar penyakit tersebut tidak sampai menjangkiti warga yang tinggal di pedalaman.
Ketua Umum Kerukunan Suku Dayak Meratus (KSDM) Provinsi Kalimantan Selatan Kapau Fauziono yang tinggal di Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, mengatakan, warga di pedalaman sudah mulai membatasi akses orang keluar dan masuk kampung sejak muncul pandemi Covid-19 di sejumlah daerah di Indonesia, terutama Kalsel.
”Sekarang, masyarakat kami mulai berhati-hati dengan orang yang datang dari luar. Kalau keperluannya hanya untuk berwisata, untuk sementara tidak diperbolehkan. Tempat wisatanya pun ditutup,” ujar Kapau saat dihubungi dari Banjarmasin, Minggu (12/4/2020).
Sekarang, masyarakat kami mulai berhati-hati dengan orang yang datang dari luar. Kalau keperluannya hanya untuk berwisata, untuk sementara tidak diperbolehkan. Tempat wisatanya pun ditutup.
Loksado yang berada di lereng Pegunungan Meratus merupakan salah satu daerah tujuan wisata alam dan budaya di Kalsel. Di daerah tersebut terdapat beberapa air terjun, pemandian air panas, dan wisata arung jeram menggunakan rakit bambu atau bamboo rafting.
Menurut Kapau, beberapa desa bahkan sudah mendirikan posko untuk mengawasi orang yang keluar-masuk kampung. Warga bersama perangkat desa dan aparat menjaga posko tersebut secara bergantian. ”Orang dari luar tidak bebas lagi masuk ke kampung kalau tidak ada keperluan yang jelas dan penting,” ujarnya.
Di daerah pedalaman, saat ini sekolah juga sudah diliburkan. Kegiatan ibadah di masjid ataupun gereja ditiadakan sementara. Masyarakat diimbau untuk tidak berkerumun dan lebih banyak tinggal di rumah. ”Sekarang, kegiatan belajar dan ibadah dilakukan di rumah masing-masing,” katanya.
Untuk mencegah paparan virus korona baru, ujar Kapau, beberapa kampung sudah menggelar ritual tolak bala di balai-balai adat. Dengan ritual adat tersebut, masyarakat memohon kepada Yang Maha Kuasa untuk menghalau wabah Covid-19 supaya tidak menjangkiti warga kampung.
”Namun, imbasnya sekarang, Loksado jadi sepi. Tidak ada lagi kunjungan wisatawan. Dampak ekonominya mulai terasa,” tuturnya.
Sejauh ini, menurut Kapau, memang belum sampai terjadi kelangkaan bahan pokok di pedalaman. Namun, daya beli masyarakat mulai menurun karena mereka kesulitan menjual hasil kebun, seperti karet, kayu manis, dan kemiri. ”Kalau pemerintah punya program untuk membantu masyarakat kurang mampu, kami berharap masyarakat di pedalaman juga diperhatikan,” ujarnya.
Pada Minggu (12/4/2020) malam, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kalsel melaporkan ada 1.217 orang dalam pemantauan (ODP), 11 pasien dalam pengawasan (PDP), dan 34 kasus terkonfirmasi positif Covid-19. Dari 34 kasus positif, 28 orang masih dalam perawatan dan isolasi, 2 orang sembuh, dan 4 orang meninggal.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel Muhammad Muslim yang juga Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kalsel mengatakan, pihaknya semakin menggencarkan tes cepat (rapid test) untuk melacak penularan Covid-19 pada orang-orang yang berkontak dengan PDP ataupun orang yang terkonfirmasi positif.
Hingga Minggu malam, 1.124 orang dilaporkan sudah menjalani tes cepat dengan hasil reaktif atau positif 108 orang dan hasil nonreaktif atau negatif 1.016 orang. Persentase kasus reaktif 10,6 persen. ”Hasil reaktif itu akan ditindaklanjuti dengan upaya konfirmasi hasil melalui tes PCR (polymerase chain reaction) di laboratorium,” katanya.