Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan tidak mengubah penanganan Covid-19 setelah Presiden Joko Widodo menetapkan wabah itu sebagai bencana nasional.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan tidak mengubah penanganan Covid-19 setelah Presiden Joko Widodo menetapkan wabah itu sebagai bencana nasional. Upaya pencegahan penyebaran virus dengan menerapkan pembatasan sosial dalam berbagai skema sudah dilakukan lewat mekanisme tanggap darurat yang telah ditetapkan sejak 20 Maret 2020.
”Tidak ada masalah. Tidak akan ada perubahan penanganan karena sebenarnya relatif sama,” kata Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengku Buwono X saat ditemui di Kompleks Kantor Gubernur DIY, Yogyakarta, Selasa (14/4/2020).
Menurut Sultan, penerapan pembatasan sosial sudah dilakukan sejak DIY menetapkan status tanggap darurat penanganan Covid-19. Kebijakan itu disertai dengan anjuran pembatasan sosial di berbagai bidang, mulai dari sektor pemerintahan hingga pendidikan. Sejumlah fasilitas umum juga sudah dilengkapi dengan tempat cuci tangan.
Selain itu, Sultan juga baru saja mengeluarkan perpanjangan waktu aktivitas pembelajaran jarak jauh, atau daring, bagi siswa tingkat SD, SMP, SMA, SMK, serta SLB, dan meniadakan aktivitas pembelajaran bagi peserta didik tingkat TK hingga 28 April 2020. Kebijakan itu bisa diperpanjang menyesuaikan dengan kondisi terkini perkembangan Covid-19 di DIY. Semua siswa diminta beraktivitas di rumah pada periode itu demi mencegah tertular virus SARS-CoV-2.
Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji menuturkan, warga yang baru saja melakukan perjalanan dari luar daerah diwajibkan untuk melakukan karantina. Karantina bisa dilakukan secara mandiri ataupun menggunakan tempat yang telah disiapkan Pemerintah DIY. Tempat karantina yang disiapkan tersebut dikhususkan bagi warga yang tidak mungkin melakukan isolasi mandiri, misalnya apabila rumahnya tidak cukup besar untuk melakukan isolasi mandiri.
Penerapan pembatasan sosial sudah dilakukan sejak DIY menetapkan status tanggap darurat penanganan Covid-19.
Sejumlah tempat karantina yang telah disiapkan adalah Asrama Haji Yogyakarta, Balai Latihan Kerja Bantul, Loka Bina Karya Dinas Sosial Bantul, Rumah Sakit Saptosari Gunung Kidul, dan Rusunawa Giripeni Kulon Progo. Beberapa tempat karantina sudah mulai dihuni sejumlah pendatang yang tak dapat melakukan isolasi mandiri.
Pengawasan terhadap kedatangan penduduk dari luar daerah juga ditingkatkan. Salah satunya dengan pendirian pos pemantauan pendatang di sejumlah pintu masuk menuju ke DIY. Saat ini, baru satu pos pemantauan yang beroperasi, yakni di Jalan Magelang, Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman, DIY. Pos tersebut berada di perbatasan sisi utara DIY berbatasan dengan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Dinas Perhubungan DIY berencana menambah dua pos lagi di pintu masuk sisi barat dan sisi timur DIY.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan DIY Tavip Agus Rayanto mengungkapkan, kendaraan bernomor polisi dari luar DIY akan dicatat dan diberi imbauan untuk menerapkan protokol pencegahan Covid-19. Misalnya, pengendara harus mengenakan masker dan memberlakukan pembatasan sosial dalam berkendara. Pengemudi juga ditanya keperluannya berpergian dari luar daerah.
Saat ini, pos pengawasan yang sudah didirikan baru beroperasi selama tiga jam. Pengawasan akan dilakukan secara bertahap. Nantinya pengawasan bakal dilakukan selama 24 jam dengan dibagi menjadi tiga jadwal berjaga. Adapun personel jaga terdiri dari Dinas Perhubungan DIY, Dinas Kesehatan DIY, Polisi, dan TNI.
Tavip mengungkapkan, pihaknya juga masih mematangkan penerapan pengawasan tersebut. Pihaknya tengah berkoordinasi dengan Balai Pelaksana Jalan Nasional untuk membuat titik manuver kendaraan. Sebab, nanti jika pos pengawasan telah beroperasi penuh, pengemudi yang tidak memenuhi syarat seperti pembatasan sosial dan kelengkapan surat kesehatan tidak diperbolehkan masuk ke DIY.
Terkait pembatasan sosial berskala besar, Sultan mengharapkan kebijakan itu dijalankan sepenuhnya. Apabila kebijakan itu diberlakukan setengah-setengah, angka kedatangan pemudik akan sulit ditekan. ”PSBB itu mestinya lebih ketat untuk mobilitas masyarakat. Harapannya, yang datang mudik akan selalu menurun jumlahnya,” ucapnya.