Baru Seminggu Bebas, Napi Asimilasi Covid-19 Berulah Lagi di Kalbar
S (21), narapidana asal Kota Pontianak, Kalimantan Barat, yang baru satu minggu keluar dari penjara melalui asimilasi Covid-19, kembali berulah. Ia ditangkap lagi oleh personel Reserse Kriminal Umum Polda Kalbar.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — S (21), narapidana asal Kota Pontianak, Kalimantan Barat, yang baru satu minggu keluar dari penjara melalui asimilasi Covid-19, kembali berulah. Ia ditangkap oleh personel Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Kalbar karena kedapatan menjambret.
Direktur Reskrim Polda Kalbar Komisaris Besar Veris Septiansyah, Senin (20/4/2020), mengungkapkan, pada Minggu (19/4/2020) pihaknya menangkap S atas kasus penjambretan. ”Tersangka adalah narapidana yang baru keluar melalui program asimilasi Covid-19,” ungkapnya.
Penangkapan diawali adanya laporan korban penjambretan ke Polsek Pontianak Timur. Berdasarkan keterangan, korban dijambret saat sedang mengendarai sepeda motor. Telepon gengamnya dirampas.
”Tim lantas mendapat informasi mengenai keberadaan tersangka. Tersangka ditangkap di rumahnya di Jalan Tritura, Kecamatan Pontianak Timur. Barang bukti yang disita berupa satu unit telepon genggam,” kata Veris.
Kepala Bidang Humas Polda Kalbar Komisaris Besar Donny Charles Go mengatakan, S baru bebas melalui asimilasi Covid-19. Dia sudah menjalani hukuman satu tahun tujuh bulan atau kurang lima bulan untuk bebas murni. Dia dipenjara juga karena menjambret.
Donny menuturkan, secara keseluruhan ada 878 narapidana yang keluar melalui asimilasi Covid-19 di Kalbar. Dari jumlah itu, sudah tiga narapidana berulah kembali. Mereka warga Kota Pontianak dan Kota Singkawang.
”Salah satunya sudah tiga kali masuk penjara, mendapat asimilasi Covid-19, lalu ketahuan mencuri lagi. Alasannya tidak memiliki keterampilan lain dan tidak ada uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Lingkungan pergaulan mereka akrab menggunakan narkoba,” ungkap Donny.
Kaji kemungkinan PSBB
Sementara itu, Pemerintah Kota Pontianak sedang mengkaji kemungkinan penerapan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB. Pengkajian diperlukan agar jika memang PSBB diterapkan, nantinya bisa berjalan efektif.
”PSBB sedang kami kaji bersama berbagai organisasi perangkat daerah Kota Pontianak dan para tokoh masyarakat agar jika nanti diterapkan benar-benar efektif,” kata Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono.
Aspek yang dikaji misalnya persiapan keamanan. Kemudian, kedisiplinan warga, bantuan kebutuhan sembako bagi masyarakat terdampak, dan koordinasi dengan kabupaten yang berbatasan dengan Pontianak. Termasuk wilayah yang mobilitasnya tinggi, yakni bandara dan pelabuhan serta jalan keluar-masuk kota.
Pemkot Pontianak juga terus berkoordinasi dengan Gubernur Kalbar Sutarmidji terkait hal itu. Untuk memutuskan PSBB perlu pengajuan surat kepada Kementerian Kesehatan melalui Gubernur Kalbar.
”Perkembangan jumlah yang tertular terus dipantau. Jika meningkat terus akan menjadi salah satu pertimbangan untuk PSBB. Pelaksanaan PSBB di kota-kota lain di Indonesia dipelajari Pemkot Pontianak sehingga jika diterapkan di Pontianak bisa efektif,” ujarnya.
Perkembangan jumlah yang tertular terus dipantau. Jika meningkat terus, akan menjadi salah satu pertimbangan untuk PSBB. Pelaksanaan PSBB di kota-kota lain di Indonesia dipelajari Pemkot Pontianak sehingga jika diterapkan di Pontianak bisa efektif.
Edi menuturkan, di Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak, berdasarkan hasil rapid test (tes cepat) terdapat 20 petugas medis yang dinyatakan reaktif. Mereka yang hasil tesnya reaktif sudah melakukan karantina mandiri.
Untuk menjamin pelayanan di rumah sakit agar tetap berjalan, masih ada petugas medis lain yang bisa menggantikannya, sedangkan dokter bisa melakukan pelayanan kesehatan secara daring.
Berdasarkan data Pemerintah Provinsi Kalbar hingga Jumat (17/4/2020), uji cepat sudah dilakukan di 14 kabupaten/kota. Secara umum jumlah yang reaktif terbanyak ada di Kota Pontianak, yakni 130 orang.