Semenjak ditunjuk sebagai laboratorium pemeriksaan PCR untuk sampel Covid-19, Ema mengaku, Laboratorium Kesehatan Daerah Jawa Barat, menerima lonjakan sampel di luar batas kemampuannya.
Oleh
Machradin Wahyudi Ritonga
·5 menit baca
Dokter spesialis patologi klinik, Cut Alamanda, larut dalam kesunyian di salah satu ruangan di Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Jawa Barat. Bersama salah seorang petugas, ia memastikan hasil pemeriksaan laboratorium yang akan dimasukkan ke basis data. Ketekunan mereka turut menantikan masa depan penanganan Covid-19 di Jabar.
Di hadapan mereka berjejer beberapa tumpuk laporan hasil pengetesan Covid-19. Sebagai salah satu validator di Labkesda Jabar, dia harus memastikan laporan yang akan dimasukkan ke dalam basis data tidak keliru. Validator bertugas memeriksa kembali hasil sampel dan memastikan hasil yang ada dikeluarkan lembaga berwenang.
”Duh, ini umurnya sudah 70 tahun,” gumamnya saat mengambil salah satu berkas pasien, Senin (13/4/2020) sore. Laporan pasien yang diambil Manda menunjukkan pasien dari salah satu rumah sakit di Bandung positif Covid-19. Kenyataan itu sekali lagi membuatnya prihatin. Seiring waktu, kian banyak warga yang terdiagnosis positif Covid-19.
Bahkan, tak jarang, kekhawatirannya berlipat ganda. Beberapa kali ia mendapatkan hasil sampel dari orang-orang yang dikenalnya. Namun, dia bersama petugas lainnya tidak memiliki waktu meratapinya. Semua petugas berjibaku memaksimalkan waktu untuk memeriksa sampel yang ditunggu oleh pemiliknya dengan cemas.
Kalau yang ini, satu keluarga positif Covid-19. Semoga saja Covid-19 ini segera berakhir.
”Saya pernah memeriksa hasil dari senior saya. Petugas medis. Positif (Covid-19). Sedih itu pasti, tetapi tak mungkin terus larut dalam kesedihan. Yang bisa dilakukan adalah menyelesaikan pemeriksaan agar pasien bisa mendapatkan penanganan secepatnya,” tutur Manda.
Hatinya juga trenyuh saat memvalidasi sampel anak berumur 10 tahun positif Covid-19. Dari data yang diterima, sang anak mendapatkan kontak positif dari anggota keluarga lainnya. ”Kalau yang ini, satu keluarga positif Covid-19. Semoga saja Covid-19 ini segera berakhir,” ujarnya.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Jabar Ema Rahmawati mengatakan, pihaknya menjadi sentral pemeriksaan sampel Covid-19 dengan metode polymerase chain reaction (PCR) sejak pertengahan Maret 2020.
Timnya beranggotakan 52 orang yang terdiri dari petugas Labkesda dan akademisi dari Universitas Padjadjaran dan Institut Teknologi Bandung. Mereka terbagi menjadi tim teknis, tim verifikasi, logistik, dan administrasi.
Standar ketat diterapkan saat bekerja. Sesuai sertifikasi Biosafety Laboratory 2 Plus dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), petugas pemeriksaan laboratorium harus menerapkan prosedur itu. Tim pemeriksaan PCR, contohnya, wajib menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap.
Mereka dianjurkan mandi untuk memastikan kebersihan sebelum dan sesudah berkegiatan di laboratorium. Verifikatur hasil laboratorium tim Covid-19, Rifky Waluyajati Rahman, mengatakan, dalam satu shift, tiga petugas bekerja di dalam lab selama tiga jam. Dalam kurun waktu itu, mereka harus bertahan dan fokus pada tugasnya.
Adapun tugas verifikatur adalah memverifikasi data hasil laboratorium dengan data pasien dalam pengawasan. Rifky menuturkan, tekanan juga semakin terasa saat mereka mengetahui hasil sampel positif yang meningkat setiap hari. Peningkatan sampel terjadi saat Pemerintah Provinsi Jawa Barat menentukan empat kluster persebaran Covid-19 di Jabar, yaitu di kluster Karawang, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, dan Lembang di Kabupaten Bandung Barat.
”Pada awal-awal pandemi, sampel yang positif jarang yang lebih dari 10 setiap harinya. Kini, dalam seminggu, kami bisa menemukan 30 sampel yang positif per hari. Tentu angka ini bertambah karena semakin banyak yang terjaring dari kluster-kluster yang ada,” tuturnya.Semenjak ditunjuk sebagai laboratorium pemeriksaan PCR untuk sampel Covid-19, Ema mengaku, Labkesda menerima lonjakan sampel di luar batas kemampuannya. Sebelumnya, Labkesda Jabar memiliki kemampuan pemeriksaan maksimal 144 sampel per hari. Namun, dalam dua minggu terakhir, mereka mendapatkan lebih dari 300 sampel per hari sehingga penumpukan sampel terjadi. Karena itu, mereka membutuhkan pembaruan.
Pada Kamis (9/4/2020), kabar baik datang. Pemprov Jabar memberikan bantuan alat ekstraksi berkemampuan tinggi. Hal itu jelas meringankan kerja Rifki dan kawan-kawannya. Dia menjelaskan, selama ini bagian ekstraksi yang sebelumnya hanya bisa memproses 144 sampel per hari. Padahal, Labkesda Jabar punya kemampuan memeriksa 90 sampel PCR dalam waktu tiga jam.
”Dengan alat ekstrasi baru, kami bisa maksimalkan proses 1.200 sampel dalam sehari,” ujar Ema. Akan tetapi, penambahan alat ini tidak serta-merta menyelesaikan masalah. Ema menjelaskan, jika tidak memiliki sistem validasi dan verifikasi yang efektif dan efisien, penyumbatan itu bisa berpindah dari bagian pemeriksaan ke tahap validasi. Padahal, tahap ini adalah penentu hasil pemeriksaan "dan membutuhkan ketelitian.
Jika petugas keliru membaca data dan menetapkan status pasien, hal tersebut bisa menjadi malapetaka. ”Kalau kami keliru, penanganan akan berbeda, akan semakin banyak korban. Karena itu, kami benar-benar memastikan hasil setiap sampel dengan pengecekan beberapa kali,” ujar Manda. Untuk mengatasi hal tersebut, Labkesda Jabar tengah merancang sistem yang memudahkan petugas verifikatur dan validator.
Dengan alat ekstrasi baru, kami bisa maksimalkan proses 1.200 sampel dalam sehari.
Selama ini mereka melakukan proses dengan manual, seperti memasukkan data ke dalam tabel. ”Kalau sistem ini jadi, semua data sudah tersusun rapi mulai dari bagian registrasi sehingga petugas tinggal memastikan data sesuai dengan berkas, tidak lagi memindahkan secara manual,” tuturnya. Tidak hanya menambah jumlah data yang diverifikasi, sistem ini diharapkan bisa memangkas proses pemeriksaan yang memakan waktu.
Para petugas tidak lagi berkutat memastikan data dengan manual yang butuh konsentrasi ekstra, seperti Manda yang menggunakan ujung jarinya untuk memastikan nama pasien, nomor registrasi, dan alamat tidak menempati tabel yang salah. ”Kalau seperti ini, jam makan sudah tidak jelas. Kadang, lebih dari jam 14.00 kami masih mengurus data, kadang jam 11.00-an kami sudah nanya mau makan apa biar tidak lupa makan siang,” ucap Manda sambil tertawa.
Senja yang mulai turun di Bandung belum bisa mengalahkan jemari yang belum ingin berhenti berkarya. Awak Labkesda Jabar seperti sadar, mata yang harus fokus hingga tubuh yang menolak lelah ikut menentukan masa depan penanganan Covid-19.