Dalam Sepekan Ada 21.315 Orang Masuk ke Banyuwangi
Di tengah imbauan pemerintah untuk tidak melakukan perjalanan pulang ke kampung halaman, sedikitnya ada 21.315 orang yang tetap pulang ke Banyuwangi.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·4 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Di tengah imbauan pemerintah untuk tinggal di rumah, sedikitnya ada 21.315 orang yang tetap bepergian ke Banyuwangi, Jawa Timur, sepekan terakhir. Mereka tidak hanya pemudik, tetapi juga warga yang memiliki keperluan bisnis dan kepentingan lainnya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan Banyuwangi Ali Ruchi di Banyuwangi, Selasa (22/4/2020), mengatakan, selama satu minggu terakhir sejak tanggal 15 hingga 21 April terdapat 21.315 orang yang masuk ke Banyuwangi. ”Data ini kami kumpulkan dari setiap pos yang kami tempatkan di perbatasan wilayah dan titik-titik naik-turunnya penumpang yang menggunakan transportasi umum,” ungkapnya.
Selama satu minggu terakhir sejak tanggal 15 hingga 21 April terdapat 21.315 orang yang masuk ke Banyuwangi
Pos-pos tersebut, antara lain diletakkan di Ruang Terbuka Hijau Bajulmati yang menjadi pintu perbatasan Situbondo-Banyuwangi, Jembatan Timbang Kalibaru yang menjadi pintu perbatasan Jember-Banyuwangi, Pelabuhan Ketapang yang menjadi pintu perbatasan Banyuwangi-Bali. Serta di sejumlah stasiun kereta api di Banyuwangi, antara lain Stasiun Banyuwangi Kota, Stasiun Ketapang, Stasiun Sempi, dan Stasiun Rogojampi.
Ali mengatakan, warga yang masuk ke Banyuwangi tersebut untuk aneka keperluan. Dari angka 21.315 itu, setidaknya ada 2.985 adalah perantau yang kembali ke Banyuwangi. Sebagian lain melakukan perjalanan ke Banyuwangi untuk urusan kerja, dan beberapa lainnya untuk aneka urusan lain.
”Dari data yang kami kumpulkan, sebanyak 2.985 orang masuk ke Banyuwangi untuk mudik lebaran di kampung halaman masing-masing. Sedangkan untuk yang melakukan perjalanan kerja di wilayah Banyuwangi sebanyak 1.491 orang,” tutur Ali.
Ali mengatakan, data detail terkait tujuan perjalanan ke Banyuwangi belum terlalu valid, sebab Dinas Perhubungan Kabupaten Banyuwangi masih melakukan penyesuaian.
Ia mencontohkan, pada hari-hari awal pendataan pihaknya tidak mendata pasti tujuan warga yang masuk ke Banyuwangi. Ia hanya mendata jumlah warga yang masuk perbatasan tanpa ditanya tujuan perjalanan tersebut untuk mudik, kerja atau yang lainnya.
Dari data yang dikumpulkan Dinas Perhubungan Banyuwangi, lanjut Ali, pintu di perbatasan Banyuwangi-Jember menjadi titik paling banyak dijadikan pelintasan dengan jumlah 10.749 orang. Selanjutnya, Pelabuhan Ketapang menjadi pintu masuk tertinggi kedua dengan jumlah 6.960 orang. Di peringkat ketiga, pintu di perbatasan Banyuwangi-Situbondo dilintasi oleh 1.903 orang.
”Ini artinya masih banyak warga yang menggunakan jalur darat untuk masuk ke Banyuwangi. Kalau yang melalui Pelabuhan Ketapang, jelas dari Bali. Sementara yang melalui pintu perbatasan Jember dan Situbondo mereka berasal dari daerah yang beragam ada yang dari Surabaya, Malang, bahkan dari Jakarta,” tuturnya.
Pendataan juga dilakukan dengan berbasis desa. Salah satu desa yang telah melakukan pendataan sejak sebulan terakhir ialah Desa Gumirih, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi. Kepala Desa Gumirih Murai Ahmad mengatakan, hingga saat ini ada 19 orang yang sudah pulang kampung ke desanya.
”Pendataan sudah kami lakukan sejak pertengahan Maret. Warga yang datang kebanyakan merupakan warga Desa Gumirih yang bekerja di luar kota bahkan luar negeri. Ada yang dari Singapura, Hong Kong, Bali, Kalimantan atau dari sekitaran Jawa Timur,” ujar Murai.
Murai mengatakan, setiap warga yang kembali ke desa akan didatangi Kepala Dusun, Ketua RW dan Ketua RT. Mereka akan didata dan diperiksa kesehatannya. Mereka akan diberi surat bahwa mereka berstatus ODP dan harus melakukan isolasi.
Dalam menjalankan isolasi, warga diberi pilihan, ingin isolasi mandiri atau isolasi di rumah isolasi yang disediakan desa. Mereka yang melakukan isolasi mandiri akan dipantau terus oleh petugas dari desa.
”Bila warga yang melakukan isolasi mandiri ketahuan keluar rumah, kami sepakat akan menjemput warga tersebut dan memasukkannya ke dalam rumah isolasi. Tujuannya agar pengawasan terhadap orang ini semakin mudah,” ungkap Murai.
Murai menambahkan, peran ketua RT sangat penting sebab ketua RT paling hafal dengan warganya. Bahkan, tak jarang ketua RT tahu siapa warga yang akan pulang. Informasi tersebut bisa didapatkan karena warga desa masih sering bertemu satu sama lain.
Hal senada disampaikan Kepala Desa Aliyan sekaligus Ketua Asosiasi Kepala Desa se-Banyuwangi Anton Sujarwo. Saat ini ada dua orang warga yang pulang kampung setelah selama ini merantau untuk bekerja di Bali.
Anton mengatakan, saat ini perangkat desa sudah siap dengan pendataan bagi warga yang pulang kampung. Perangkat desa juga sudah melakukan imbauan agar warga tidak mudik dulu dalam lebaran kali ini.
”Ketua-ketua RT sudah menyosialisasikan agar warga tidak pulang. Kalaupun ada harus siap dengan risikonya, lapor RT atau didatangi petugas untuk ditetapkan sebagai ODP. Kami akan memeriksa riwayat perjalanan, kondisi kesehatan dan memastikan mereka pulang kampung, tetapi tidak keluyuran ke mana-mana,” ujarnya.