Tetap Bertualang Tanpa Meninggalkan Rumah
Pada saat pandemi, dari ranjang hangat di rumah, jalanan bersejarah hingga candi-candi lawas nan megah bisa tetap disapa secara virtual.
Pada saat pandemi, gairah wisata tak semestinya berhenti. Sejumlah kalangan melakukan terobosan agar wisata penuh sukaria tetap berjalan tanpa harus bertatap muka. Dari ranjang hangat di rumah, jalanan bersejarah hingga candi-candi lawas nan megah bisa tetap disapa.
Akhir pekan menjadi hari paling dinanti Bella Saraswati (24), perantau asal Semarang yang bekerja di Karawang, Jawa Barat. Minggu (26/4/2020) pagi, dia bersiap mengikuti virtual open trip ”1000 Candi” di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah serta virtual walking tour di Kota Lama Semarang, Jawa Tengah, yang diadakan Bersukaria Tour Organizer.
Uniknya, raganya tak perlu datang ke lokasi wisata. Ia cukup menikmatinya dari hangatnya ranjang di kamar. Tepat pukul 10.00, Bella bergabung dalam tautan aplikasi Zoom yang diundang penutur cerita atau storyteller acara. Peran storyteller layaknya pemandu perjalanan. Mereka tidak hanya menunjukkan lokasi, tetapi juga menjelaskan sejarah dan kisah terkait obyek wisata itu.
Storyteller saat itu adalah Dimas Suryo Harsonoputro (31). Setelah saling sapa dengan peserta, Dimas pun beraksi. Ia mengajak peserta ”melihat lebih dekat” candi-candi di perbatasan Yogyakarta dan Jateng, menggunakan peta Google dan dokumentasi foto. Dimas bertutur panjang tentang cerita sejarah, makna, hingga kuliner di sekitar situs. Penjelasan detailnya seakan-akan membawa peserta menembus ruang dan waktu. Deskripsi suasana riil di lokasi juga disebutkan.
Begitu kita masuk (ke candi) langsung adem, apalagi saat menyentuh bebatuannya.
Hal itu memudahkan peserta berimajinasi seolah datang langsung secara fisik. ”Kebayang jam 11.00, panasnya matahari siang itu. Begitu kita masuk (ke candi) langsung adem, apalagi saat menyentuh bebatuannya,” ucapnya. Mikrofon peserta wajib dimatikan saat Dimas berbicara. Jika ada pertanyaan, mereka boleh menyampaikannya lewat kolom percakapan. Tak butuh waktu lama, Dimas bakal merespons setiap pertanyaan peserta.
Baca juga : Enggak Bisa Piknik? Wisata Virtual Dulu Aja Yuk!
Sejumlah candi yang dikunjungi adalah Prambanan, Lumbung, Plaosan, Bubrah, dan Kalasan. Perjalanan sekitar dua jam mengelilingi candi itu menjadi pengalaman baru bagi Bella. Cerita sejarah yang dipaparkan Dimas semakin menguatkan keinginannya mengunjungi candi-candi itu kelak.
”Berkesan banget! Beberapa nama candi baru saya ketahui setelah mengikuti trip ini. Candi bukan hanya bentuk fisik, tapi ada cerita penuh makna di baliknya. Jika ada kesempatan, semua harus mengunjunginya,” ucap Bella semringah. Sekitar pukul 14.00, petualangan dilanjutkan dengan virtual walking tour di Kota Lama Semarang. Dalam sehari, dia sudah berwisata ke Jateng dan Yogyakarta dari kamar.
Baca juga : Tempat Wisata dan Pusat Perbelanjaan di Sulsel Diminta Tutup
Sebagai karyawan swasta, rutinitas harian nan padat dan melelahkan kerap menyita konsentrasi Bella. Ia rutin mengagendakan perjalanan ke luar kota setidaknya dua kali dalam sebulan. Hal ini dilakukan untuk menyegarkan pikiran. Akan tetapi, kebijakan pembatasan fisik dan sosial membuat dia harus menahan diri tidak keluar rumah saat akhir pekan.
”Jenuh banget kalau di kamar terus. Mau ke mana-mana juga tidak bisa. Wisata virtual ini cukup mengobati kerinduan pada kampung halaman. Bikin happy dan tambah wawasan juga,” ucap Bella.
Alternatif wisata
Kala pandemi Covid-19, sektor mana pun tak luput dari dampaknya, tak terkecuali sektor wisata. Di tengah keterbatasan ruang gerak, inovasi-inovasi cemerlang lahir. Dimas, yang juga pendiri Bersukaria Tour Organizer, mulai memutar otak sejak sebulan lalu karena hampir 90 persen pemasukannya berkurang. Awal April, ia mulai meluncurkan perjalanan virtual dengan berbagai rute menarik dan narasi cerita yang disiapkan.
Ia sudah membawa penikmat sejarah berkunjung ke kawasan sejarah Bodjongweg, stasiun kereta api, hingga menapaki jejak multikultural di Semarang. Dia tak ingin hanya menampilkan foto dan cerita singkat, tetapi menyajikan narasi bermakna agar cerita sejarah dan budaya di dalamnya bisa tersampaikan dan dipahami baik oleh peserta. Harga yang ditawarkan untuk virtual open trip Rp 35.000 per orang per kegiatan.
Baca juga : Obyek Wisata di Solo Ditutup, Aktivitas Ekonomi Tetap Berjalan
Sementara virtual walking tour dengan sistem pembayaran pay as you wish (terserah peserta). Dari hasil evaluasinya, jumlah peserta yang ikut dalam virtual open trip bisa empat kali lebih banyak dibandingkan perjalanan secara fisik. Mereka berasal dari sejumlah daerah, antara lain Jawa Barat, Jakarta, dan Denpasar. Kabar itu seolah menjadi angin segar bagi perkembangan usaha perjalanan wisata.
Ia meyakini inovasi ini dapat diterima para penikmat wisata sejarah dan budaya. ”Sebelum mendaftarkan diri, peserta wajib mengisi formulir daring. Kami menghitung sekitar 62 persen alasan peserta yang bergabung dengan virtual trip karena memang tertarik dengan budaya dan sejarah,” kata Dimas.
Selama pandemi, sejumlah obyek wisata harus ditutup sementara, termasuk Museum Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung, Jawa Barat.
Jika dilihat secara fisik, memang tidak ada yang datang ke museum.
Namun, tak perlu khawatir. Rasa penasaran bisa terjawab meski tak datang ke museum secara langsung. Bahkan, mampir ke museum sebelum tidur malam pun dapat dilakukan. Pengunjung tinggal membuka laman www.asianafricanmuseum.org untuk menikmati setiap sudut di dalam museum. Pengunjung seolah berjalan di dalam dan menyaksikan panorama-panorama. Ada pula foto, video, dan teks yang ditampilkan seperti saat berkunjung ke lokasi sebenarnya.
Sebenarnya, virtual di Museum KAA bukanlah hal baru. Fitur tersebut sudah digagas sejak tahun 2013 dan mulai dikembangkan lebih detail pada tahun 2017. Setahun setelahnya, museum yang menginjak usia 40 tahun pada 24 April 2020 itu baru memperkenalkannya kepada masyarakat.
”Jika dilihat secara fisik, memang tidak ada yang datang ke museum. Namun, sebenarnya ada yang berkunjung secara virtual untuk mengakses informasi seputar museum dari laman dan media sosial milik Museum KAA,” kata Hilda Kurnia Fitri, Diplomat Pertama Museum KAA.
Menemukan harapan
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Ferdinand Hindiarto, mengatakan, di tengah pandemi, informasi yang tersebar di media sosial kerap kali membuat ketakutan, bukan menghadirkan harapan. Tanpa disadari, hal ini memicu kecemasan berlebih dalam diri seseorang. Jika terus-menerus dijejali informasi negatif, harapan dan kebahagiaan itu kian terkikis.
Berwisata bisa menjadi obat manjur. Saat tak bisa leluasa dilakukan di masa ini, wisata virtual bisa menjadi pilihan untuk tetap bahagia. Ferdinand mengatakan, wisata secara virtual dapat membantu seseorang untuk keluar dari situasi yang berat di tengah pandemi, termasuk tidak mengonsumsi kabar negatif.
Aktivitas tersebut bisa membantu seseorang dalam menemukan harapan dan kebahagiaan yang mungkin melemah di tengah pandemi. Dalam keterbatasan ruang dan jarak, berupaya menanamkan pikiran positif adalah kunci untuk tetap gembira demi merawat kebahagiaan diri.
Waspada di tengah pandemi tetap harus dijaga. Namun, jangan lupa bahagia. Kemudahan teknologi membuat manusia kian punya banyak pilihan agar tak terus hanyut dalam duka.