Cegah Konflik, Gajah Liar di Lampung Dipasangi GPS
Petugas kembali memasang GPS ”collar” pada kawanan gajah liar yang kerap masuk ke permukiman warga di Lampung. Pemasangan dilakukan agar pergerakan satwa liar itu terpantau dan mencegah konflik.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Petugas kembali memasang kalung sistem pemosisi global atau global positioning system (GPS) collar pada kawanan gajah liar yang kerap masuk ke permukiman warga di Lampung. Pemasangan itu dilakukan agar pergerakan satwa liar tersebut terpantau sehingga konflik antara gajah dan manusia bisa dicegah.
Pemasangan GPS collar itu dilakukan oleh petugas dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) bersama tim dari Elephant Respons Unit (ERU) Taman Nasional Way Kambas. Petugas dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Lampung-Bengkulu dan pawang gajah dari Lembaga Konservasi Lembah Hijau turut membantu.
Koordinator Lapangan ERU Taman Nasional Way Kambas Nazaruddin mengatakan, tim ERU bergerak sejak Sabtu (25/4/2020). Selama 10 hari terakhir, petugas masih berusaha menggiring gajah ke dataran rendah agar bisa melakukan pembiusan dan pemasangan GPS collar pada gajah liar tersebut. Penggiringan dilakukan di dalam kawasan TNBBS yang berbatasan dengan Kabupaten Tanggamus dan Lampung Barat.
”Petugas masih kesulitan menggiring gajah akibat terkendala hujan deras dan medan yang terjal. Selain itu, masih ada warga yang melintas di dekat Sungai Way Semangka dan masuk ke dalam hutan,” kata Nazaruddin saat dihubungi dari Bandar Lampung, Selasa (5/5/2020).
Menurut rencana, GPS tersebut akan dipasang di leher satu gajah liar yang dominan dalam rombongannya. Dengan alat tersebut, petugas dapat memantau pergerakan gajah dari radius 2 kilometer. Jika ada gajah mendekat, alat pendeteksi akan memberikan tanda. Dengan begitu, masyarakat dapat lebih waspada.
Di Kabupaten Tanggamus, konflik gajah dengan manusia paling sering terjadi di sembilan desa di Kecamatan Semaka. Sembilan desa yang kerap jadi sasaran gajah adalah Desa Margomulyo, Sedayu, Sukaraja, Way Kerap, Srikaton, Parda Waras, Sidomulyo, Talang Asahan, dan Karang Agung.
GPS itu sudah tidak beroperasi sejak 2019 karena baterainya habis.
Namun, konflik terus meluas hingga ke Kabupaten Pesisir Barat dan Lampung Barat. Sejak 2016, sedikitnya tiga warga meninggal akibat konflik tersebut.
Sebelumnya, kawanan gajah liar itu juga pernah dipasangi GPS pada April 2018. Namun, GPS itu sudah tidak beroperasi sejak 2019 karena baterainya habis. GPS juga sudah terlepas dari leher gajah.
Kepala Bidang Pengelolaan TNBBS Wilayah I Siti Muksidah mengatakan, konflik antara manusia dan gajah liar masih kerap terjadi setiap bulan. Kasus terakhir, gajah merusak perkebunan warga di Kabupaten Tanggamus. Gajah merusak tanaman pisang, nangka, dan jagung yang ditanam warga.
Menurut dia, pemasangan GPS kembali dilakukan untuk mencegah konflik antara manusia dan gajah liar. Dengan adanya GPS, masyarakat dapat memantau pergerakan gajah sehingga mereka bisa lebih waspada saat akan melakukan penggiringan.
Siti menambahkan, konflik antara manusia dan gajah memang sulit dihentikan. Namun, konflik itu dapat dikelola dengan baik jika masyarakat yang tinggal di dekat kawasan hutan bisa beradaptasi dan berbagi ruang dengan satwa liar. Selama ini TNBBS bersama sejumlah lembaga pemerhati satwa telah memberikan pendampingan kepada warga sekitar hutan.