Dua pasar tradisional di Kota Surabaya, Pasar Simo dan Pasar Simogunung, ditutup selama 14 hari setelah dua pedagang meninggal akibat Covid-19. Puluhan pedagang lain mengikuti tes cepat.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Dua pasar tradisional di Kota Surabaya, Pasar Simo dan Pasar Simo Gunung, ditutup pada 7-20 Mei 2020 setelah dua pedagang meninggal dunia akibat Covid-19. Puluhan pedagang lain yang memiliki kios di sekitar pedagang tersebut lantas mengikuti tes cepat.
Hingga kini sudah ada lima pasar tradisional dan dua pusat grosir pakaian yang telah ditutup di Surabaya. Penutupan dilakukan selama dua minggu. Tim dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya juga bakal rutin menyemprotkan cairan disinfektan di kawasan tersebut.
Selain Simo dan Simo Gunung, pasar tradisional lain yang sudah ditutup adalah Pasar PPI di Jalan Gresik (26 kasus positif) ditutup pada 15 April 2020, Pasar Kupang Gunung (2 kasus positif) ditutup sejak 3 Mei 2020, dan Pasar Jojoran (1 kasus positif) ditutup 5 Mei 2020. Sementara dua pusat grosir pakaian yang ditutup adalah Pasar Kapasan (1 kasus positif) pada 4 April 2020 dan pusat grosir Surabaya (4 kasus positif) pada 5 April 2020.
Kepala Bagian Administrasi Perekonomian dan Usaha Daerah Kota Surabaya Agus Hebi Djuniantoro, Kamis (7/5/2020), mengatakan, penutupan sementara waktu dilakukan untuk mencegah penularan meluas. ”Aktivitas jual beli masih boleh dilakukan secara daring,” katanya.
Penutupan tersebut dilakukan setelah sepasang suami istri yang berdagang di kedua pasar tersebut meninggal akibat Covid-19, akhir April lalu. Sesuai protokol kesehatan, pasar tersebut harus ditutup selama 14 hari. Pedagang yang beraktivitas di sekitar kios pedagang yang meninggal diminta mengikuti tes cepat Covid-19.
Tes cepat diikuti 20 pedagang di Pasar Simo, 10 pedagang Pasar Simo Gunung, dan 10 pedagang pasar tumpah di kawasan tersebut. Dari pemeriksaan sementara, ditemukan satu pedagang reaktif atau terkonfirmasi positif dari hasil tes cepat. Pedagang yang hasil tes cepat reaktif akan mengikuti tes usap tenggorokan.
Hebi menuturkan, pekerja di kedua pasar yang terdampak penutupan sementara akan diberikan bantuan sosial nontunai. Pihaknya akan melakukan pendataan terhadap 160 pedagang di Pasar Simo dan 90 pedagang di Pasar Simo Gunung. ”Kalau untuk pedagang besar, mungkin masih ada uang simpanan. Akan tetapi, untuk buruh panggul dan pedagang kecil, akan kami berikan bantuan,” ucapnya.
Penutupan tersebut dilakukan setelah sepasang suami istri yang berdagang di kedua pasar tersebut meninggal akibat Covid-19, akhir April lalu.
Agar penularan kasus di pasar tradisional tidak berulang, lanjut Hebi, Pemkot Surabaya memperketat pengawasan protokol kesehatan di kawasan itu. Setiap pedagang dan pembeli di pasar wajib menggunakan masker dan mencuci tangan. Jarak antarpedagang di kios pun minimal 1 meter dan harus menjaga jarak saat melayani pembeli. Setiap pedagang juga wajib menggunakan sarung tangan.
”Kami terus mengingatkan agar uang yang digunakan untuk bertransaksi selalu dibersihkan dengan cairan disinfektan karena berpotensi menjadi media pembawa virus,” tutur Hebi.
Dosen Departemen Epidemiologi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Atik Choirul Hidajah, mengingatkan, pegawai pasar harus memastikan semua pedagang dan pembeli menaati protokol kesehatan. Selain itu, petugas bisa mengatur alur pembeli agar tidak terlalu banyak berkerumun di satu kios sehingga tidak menerapkan pembatasan jarak.
Meskipun berpotensi menjadi kluster penularan baru, pasar tradisional tetap harus ada karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Banyak warga menggantungkan kehidupan di pasar, sebagai pedagang, pembeli, ataupun buruh angkut. ”Protokol kesehatan tidak bisa ditawar agar tidak ada lagi pasar ditutup karena ada pedagang positif Covid-19,” katanya.