Cetak Sawah Dibuat di Atas Lahan PLG di Pulang Pisau
Program cetak sawah di Kalimantan Tengah memanfaatkan sawah yang sudah digarap oleh masyarakat dan berada di proyek lahan gambut yang pernah dibuat 25 tahun lalu.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Program cetak sawah di Kalimantan Tengah memanfaatkan sawah yang sudah digarap oleh masyarakat dan berada di proyek lahan gambut yang pernah dibuat 25 tahun lalu. Lahan seluas 164.000 hektar sudah disiapkan untuk program cetak sawah dalam pemenuhan pangan selama masa pandemi Covid-19.
Hal itu terungkap saat kunjungan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo ke Kalimantan Tengah, Jumat (15/5/2020). Ia mengunjungi wilayah yang akan dijadikan lumbung pangan dalam program cetak sawah di Desa Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau.
”Saya hadir mewakili pemerintah pusat bahwa Kabupaten Pulang Pisau, Kapuas, dan lainnya didorong menjadi pusat kekuatan ekonomi pangan di Indonesia,” kata Yasin Limpo, saat ditemui awak media.
Menggunakan helikopter, Yasin Limpo dan Gubernur Kalteng Sugianto Sabran melihat beberapa lokasi di Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas. Sebagian besar merupakan kawasan eks proyek lahan gambut (PLG) tahun 1995 atau 25 tahun lalu. Saat itu, pemerintah membuka hutan dengan luas lebih kurang 1 juta hektar untuk proyek sawah yang kemudian gagal.
Di Desa Belanti Siam, pemerintah menyiapkan lahan sawah yang selama ini sudah digarap warga. Hari itu, Yasin bersama Sugianto Sabran dan Kelompok Tani Sido Mekar menanam padi di sawah seluas 72 hektar dengan padi inbrida varietas unggul baru atau Inpari-42 dan padi hibrida Supadi.
Di desa itu, sedikitnya terdapat 1.178 hektar dangan produksi 5-7 ton per hektar. Sedangkan di Kecamatan Pandih Batu terdapat 11.139 hektar rawa gambut yang diubah menjadi sawah.
”Selama pandemi dan kemarau ini, sektor ekonomi pertanianlah yang paling layak untuk dikembangkan. Saya ke sini untuk melihat langsung lokasi-lokasinya,” kata Yasin.
Sugianto Sabran mengungkapkan, pihaknya siap memfasilitasi program pemerintah pusat berapa pun luasan yang dibutuhkan. Pihaknya sudah menyiapkan 164.000 hektar di Kabupaten Pulang Pisau.
Sebelumnya, awal Februari 2017, Pemerintah Provinsi Kalteng mengajukan program food estate dengan luas lahan mencapai 663.287 hektar. Rinciannya, 300.000 hektar untuk padi organik di Kabupaten Pulang Pisau, Kapuas, dan Kota Palangkaraya, lalu 273.387 hektar untuk tebu di Barito Utara, Barito Selatan, dan Barito Timur.
Pemerintah pusat berencana memanfaatan lahan seluas 300.000 hektar dari program food estate yang disiapkan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dari total kebutuhan yang ditawarkan 663.287 hektar. Dari total lahan yang ditawarkan merupakan kawasan hutan dan berada di lahan gambut.
Sedangkan 40.000 hektar untuk singkong di Kabupaten Seruyan, 20.000 hektar untuk cokelat di Barito Selatan dan Barito Utara, serta 20.000 hektar untuk menanam bambu di Kabupaten Seruyan, juga 10.000 hektar untuk peternakan sapi.
Namun, program itu tidak langsung disetujui pemerintah pusat. Baru kali ini, menurut rencana, Presiden Jokowi memerintahkan BUMN untuk segera membuka lahan baru guna antisipasi krisis pangan di Indonesia.
”Yang penting bukan luasnya, melainkan hasilnya. Daripada diberikan ke provinsi lain, kan, Presiden inginnya Kalteng,” kata Sugianto.
Kanalisasi
Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan, kanalisasi menjadi penunjang utama sawah. Tanpa itu, sawah tidak bisa produksi. ”Kanaliasasi itu penting untuk sawah, jadi pasti dibuat,” ujarnya.
Ia menjelaskan, program cetak sawah di Kalteng menggunakan lahan yang sudah berproduksi dengan memanfaatkan kanal-kanal yang ada. Dengan teknik pertanian modern, ia menilai program cetak sawah dengan kanalisasi tidak menimbulkan kebakaran. ”Pendekatannya pertanian modern yang jauh lebih bijak daripada dulu (eks PLG) pasti sudah ada riset-riset soal itu,” kata Yasin.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Dimas Novian Hartono mengungkapkan, niat pemerintah membuat cetak sawah merupakan hal yang kontradiktif dengan program restorasi gambut. Apalagi, lahan PLG selama ini merupakan kawasan langganan kebakaran.
”Program restorasi, kan, menyekat kanal bukan membuat kanal baru, kanal-kanal yang ada justru harus disekat agar gambut yang rusak dipulihkan,” kata Dimas.
Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead menjelaskan, lahan 164.000 hektar yang disiapkan Pemerintah Provinsi Kalteng sebesar 94.000 hektar berada di tanah aluvial dengan lapisan gambut kurang dari 50 sentimeter. Sisanya berada di tanah gambut dengan ketebalan 50-100 sentimeter.
”Terdapat 86.000 hektar dari kawasan itu yang selama ini sudah digarap masyarakat berupa sawah, di situ ada program intensifikasi agar produktivitas sawahnya naik,” kata Nazir.
Terdapat 86.000 hektar dari kawasan itu yang selama ini sudah digarap masyarakat berupa sawah, di situ ada program intensifikasi agar produktivitas sawahnya naik
Nazir menambahkan, terdapat 79.000 hektar lahan yang dulu pernah dibuka, tetapi akhirnya tidak termanfaatkan dengan baik. Umumnya kawasan tersebut merupakan kawasan semak belukar.
”Tata kelola air arela akan ditingkatkan dengan cara penyekatan, jadi saya yakin maksud Mentan bukan membuka kanal baru, melainkan memanfaatkan kanal yang sudah ada,” katanya.