Relaksasi di Pasar Tradisional Diikuti Pengawasan Protokol Kesehatan
Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, tidak akan mengambil pilihan untuk menutup pasar tradisional meskipun ditemukan kasus Covid-19 di kawasan itu. Alasan ekonomi menjadi pertimbangan.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS – Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, tidak akan mengambil pilihan untuk menutup pasar tradisional meskipun ditemukan kasus Covid-19 di kawasan itu. Alasan ekonomi menjadi pertimbangan.
Kepala Bagian Administrasi Perekonomian dan Usaha Daerah Kota Surabaya, Agus Hebi Djuniantoro, di Surabaya, Minggu (17/5/2020) mengatakan, dampak ekonomi dari penutupan pasar tradisional harus dipertimbangkan. Meskipun pasar ditutup selama dua minggu setelah ditemukannya kasus positif Covid-19, pedagang tetap mencari tempat berjualan untuk menyambung hidup. Kondisi ini menjadi masalah baru karena sulit untuk diawasi.
Kebijakan yang berlaku sebelumnya adalah menutup pasar selama dua minggu ketika ada pedagang terkonfirmasi positif Covid-19 dan telah menjadi kluster penularan baru. Namun saat ini, pasar tidak perlu ditutup, hanya akan dilakukan tes cepat atau rapid test kepada pedagang yang pernah melakukan kontak dekat dengan pasien tersebut.
“Pasar tidak perlu ditutup, hanya lapak pedagang yang terkonfirmasi positif yang ditutup. Pedagang lainnya masih boleh tetap berjualan tetapi harus diatur sesuai protokol kesehatan,” katanya.
Adapun protokol kesehatan yang harus ditaati adalah setiap pedagang wajib menggunakan masker, kaca mata, sarung tangan, dan rajin mencuci tangan sehingga potensi penularan bisa dikurangi. Pembeli juga diingatkan untuk membersihkan uang yang telah digunakan untuk transaksi dengan menyemprotkan cairan disinfektan agar tidak ada virus yang terbawa ke rumah.
Selain itu, lapak para pedagang juga diatur jaraknya agar tidak menimbulkan kerumunan saat melayani pembeli. “Kalau bisa semua kebutuhan yang dibeli dicatat agar aktivitas di pasar bisa cepat selesai,” kata Hebi.
Pasar tidak perlu ditutup, hanya lapak pedagang yang terkonfirmasi positif yang ditutup. Pedagang lainnya masih boleh tetap berjualan tetapi harus diatur sesuai protokol kesehatan
Dengan demikian, diharapkan pedagang dan pembeli semakin patuh dengan protokol yang sudah dibuat. Kebijakan ini diambil agar penanganan masalah kesehatan dan ekonomi bisa berjalan beriringan. Jika menutup pasar tradisional selama dua minggu, dampaknya bisa memukul pedagang, terutama pedagang kecil dan buruh di pasar.
“Sosialisasi terus kami laksanakan dan pengawasan dilakukan setiap hari agar pasar tidak lagi menjadi tempat penularan Covid-19,” ujarnya.
Selama sebulan terakhir, ada puluhan pedagang di 10 pasar tradisional dan dua pusat grosir yang terkonfirmasi positif Covid-18. Sebanyak tujuh pasar tradisional dan dua pusat grosir tersebut ditutup selama dua minggu.
Adapun tujuh pasar yang pernah ditutup adalah Pasar PPI, Pasar Kupang Gunung, Pasar Simo, Pasar Simo Gunung, Pasar Jojoran, Pasar Mojo, dan Pasar Keputih. Kemudian tiga pasar tradisional yang tidak ditutup meskipun ada kasus positif yakni di Pasar Genteng Baru, Pasar Kembang, dan Pasar Keputran. Lalu dua pusat grosir pakaian yang pernah ditutup adalah Pasar Kapasan dan Pusat Grosir Surabaya.
Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, mengatakan, relaksasi di pasar tradisional sangat berisiko untuk menambah kasus di Surabaya. Sebab belum semua pedagang dan pembeli patuh terhadap protokol yang ditetapkan.
“Dalam situasi pandemi, seharusnya tidak boleh hanya mengandalkan kesadaran warga untuk disiplin, tetapi mutlak harus diikuti dengan pengawasan yang tegas disertai sanksi bagi pelanggar,” ujarnya.