Sempat Diperbolehkan di Masjid, Warga NTB Kembali Diminta Shalat Ied di Rumah
Gubernur NTB Zulkieflimansyah mencabut surat keputusan bersama yang sebelumnya memperbolehkan shalat Ied secara berjamaah di masjid, mushala, atau tanah lapang. Keputusan baru, shalat Idul Fitri di rumah masing-masing.
Oleh
KHAERUL ANWAR/ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Gubernur Nusa Tenggara Barat Zulkieflimansyah mencabut surat keputusan bersama yang sebelumnya memperbolehkan shalat Idul Fitri 1441 Hijriah secara berjemaah di masjid, mushala, atau tanah lapang. Dalam keputusan terbaru, masyarakat diminta untuk shalat Idul Fitri di rumah masing-masing.
Keputusan itu dikeluarkan Zulkieflimansyah pada Selasa (19/5/2020) atau sehari setelah surat keputusan bersama (SKB) Gubernur NTB bersama semua pemangku kepentingan terkait yang memperbolehkan shalat Ied berjemaah di masjid, keluar pada Senin (18/5/2020).
Dalam SKB 18 Mei itu, salah satu poin yang tercantum berbunyi, ”Pelaksanaan Shalat Idul Fitri boleh dilaksanakan dengan cara berjamaah di tanah lapang, masjid, mushala, atau tempat lain bagi umat Islam dengan ketentuan apabila di kawasan yang sudah terkendali penularan atau kawasan bebas Covid-19."
Sementara, dalam keputusan terbaru, poin itu dihilangkan, kemudian diganti dengan ”Shalat Idul Fitri 1441 Hijriah dilakukan atau dilaksanakan di rumah masing-masing”. Dengan keluarnya keputusan baru itu, SKB 18 Mei dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.
”Kami mengimbau masyarakat NTB untuk melaksanakan shalat Idul Fitri di rumah. Pada saat yang sama pula, kami minta mal, toko pakaian, dan pusat keramaian lainnya untuk secepatnya ditutup,” kata Zulkieflimansyah, melalui siaran resminya, Rabu (20/5) siang.
Menurut Zulkieflimansyah, imbauan itu berlaku untuk semua. Ia berharap tidak ada kesan bahwa imbauan itu hanya untuk tempat ibadah saja. Semua tempat yang memungkinkan adanya kerumunan tidak boleh dibuka.
Jangan sampai karena euforia kita ingin Lebaran, membuat kita kembali ke titik semula.
”Memang betul, kita semua ingin shalat Jumat dan shalat Idul Fitri. Tetapi, sekarang kita berbicara tentang keselamatan masyarakat. Apalagi, belakangan ini yang sembuh Covid-19 di daerah kita mulai meningkat. Jangan sampai karena euforia kita ingin Lebaran, membuat kita kembali ke titik semula,” kata Zulkieflimansyah.
Zulkieflimansyah mengatakan, kalau ia memahami kerinduan masyarakat untuk kembali beribadah dan merayakan Lebaran secara normal. Tetapi, Covid-19 telah memunculkan kendala dan membatasi banyak aktivitas. ”Tidak hanya di NTB, tetapi juga di semua daerah (di Indonesia). Oleh karena itu, kami minta kepada semua kabupaten/kota untuk mengimbau seluruh masyarakat untuk shalat Idul Fitri di rumah,” katanya.
Selain meminta masyarakat melaksanakan shalat Idul Fitri di rumah, ada sejumlah poin lain dalam keputusan baru tersebut. Antara lain, pengumpulan zakat fitrah dan ZIS (zakat, infak, dan shadaqah) diusahakan menghindari kontak fisik secara langsung. Hal itu bisa dilakukan melalui layanan jemput zakat dan transfer layanan perbankan.
Selain itu, dalam situasi pandemi Covid-19, takbir dilaksanakan melalui media televisi, radio, media sosial, dan media digital lainnya. Sementara takbir di masjid hanya oleh pengurus takmir masjid. Setelah itu, halalbihalal bisa dilakukan melalui media sosial atau video konferensi.
Dalam keputusan itu juga disebutkan, sesuai protokol kesehatan, semua mal, pusat perbelanjaan, dan toko-toko pakaian untuk sementara ditutup sejak tanggal 20 Mei 2020 sampai waktu yang ditentukan kemudian. Zulkieflimansyah berharap, keputusan itu bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah kabupaten dan kota.
Sementara itu, meski ada keputusan baru, warga di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, tetap bisa melaksanakan shalat Idul Fitri di lapangan terbuka, masjid, mushala, dan lainnya, terutama di kawasan yang bebas Covid-19. Sementara wilayah yang belum terkendali penularan Covid-19 atau zona merah diimbau melaksanakan shalat Ied di rumah masing-masing, termasuk acara takbiran dilakukan di masjid tiap lingkungan permukiman menggunakan pengeras suara.
”Pelaksanaan shalat Idul Fitri menyesuaikan dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Artinya, lingkungan yang tidak ada kasus Covid-19 bisa melaksanakan shalat di masjid masing-masing secara internal,” ujar Wakil Ketua Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Mataram Lalu Martawang.
Menurut Martwang, dalam Rapat Koordinasi bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan instansi terkait Pemkot Mataram, Senin (18/5), disebutkan, pelaksanaan shalat Idul Fitri hanya diikuti warga lingkungan. Tidak ada jemaah dari luar lingkungan. Selain itu, dalam pelaksanaannya, tetap memperhatikan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Pembatasan ditempuh mengingat Kota Mataram menjadi daerah dengan total kasus positif Covid-19 terbanyak, yakni 145 orang. Perihal adanya warga zona merah ingin shalat Idul Fitri di zona hijau, Martawang mengatakan, tetap dianjurkan warga zona merah shalat Idul Fitri di rumah masing-masing.
”Bagi Kepala Lingkungan dan para jemaah, selain melakukan pengawasan ketat, juga sudah bisa membedakan jemaah yang ada di lingkungannya dengan jemaah yang berada di luar lingkungannya,” kata Martawang.
Dengan adanya ketentuan itu, berarti dari 325 Lingkungan di enam kecamatan Kota Mataram, sebanyak 59 Lingkungan di antaranya masuk zona merah dan dilarang melaksanakan salat Idul Fitri di lapangan terbuka. Mereka disarankan melaksanakannya di rumah masing-masing.
”Pemkot akan membatasi mobilitas warga yang masuk-keluar sehari sebelum Lebaran, hari Lebaran, dan sehari setelah Lebaran di beberapa pintu pemeriksaan saat masuk Kota Mataram,” tutur Martawang.
Sementara itu, hingga Rabu sore, pasien kasus positif Covid-19 di NTB mencapai 392 orang. Menurut Ketua Pelaksana Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 NTB Lalu Gita Ariadi, dari jumlah itu, sebanyak 244 orang dinyatakan sembuh, tujuh orang meninggal, dan 141 masih positif atau dirawat. Sementara pasien dalam pengawasan sebanyak 383 orang dan orang dalam pemantauan sebanyak 229 orang.