Cegah Penularan, Shalat Idul Fitri 1441 H Dianjurkan di Rumah
Wabah Covid-19 masih menjadi ancaman. Pemerintah pun meminta warga menunaikan shalat Idul Fitri 1441 Hijriah di rumah. Shalat berjemaah di lapangan atau masjid dikhawatirkan menjadi sarana penularan Covid-19.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah meminta semua warga menunaikan shalat Idul Fitri 1441 Hijriah di rumah masing-masing. Pelaksanaan shalat berjemaah di lapangan atau di masjid dikhawatirkan menimbulkan lonjakan kasus positif Covid-19. Dalam persiapan perayaan Idul Fitri, warga juga diminta tetap mematuhi protokol kesehatan, di antaranya menjaga jarak dan selalu menggunakan masker.
Perayaan Idul Fitri tahun ini dilangsungkan di tengah pandemi Covid-19. Karena itu, semua warga masih harus mengantisipasi kemungkinan penularan penyakit akibat virus korona baru, SARS-COV-2. Pemerintah pun melarang masyarakat mudik dan menyelenggarakan ibadah shalat Idul Fitri secara berjemaah dalam setiap keluarga.
Dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan dihadiri Wakil Presiden Ma’ruf Amin secara daring, Selasa (19/5/2020), di Istana Merdeka, Jakarta, diputuskan bahwa kegiatan yang sifatnya masif masih dilarang Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Covid-19, kegiatan keagamaan yang menimbulkan kumpulan orang banyak termasuk yang dilarang dan dibatasi peraturan perundangan. Karena itu, pemerintah meminta dengan sangat agar ketentuan tersebut tidak dilanggar.
”Dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Covid-19, kegiatan keagamaan yang menimbulkan kumpulan orang banyak termasuk yang dilarang dan dibatasi peraturan perundangan. Karena itu, pemerintah meminta dengan sangat agar ketentuan tersebut tidak dilanggar,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam konferensi pers virtual seusai rapat terbatas.
Pemerintah juga mengajak semua tokoh agama, tokoh organisasi massa keagamaan, tokoh masyarakat, dan tokoh adat untuk meyakinkan masyarakat bahwa kerumunan shalat berjemaah termasuk hal yang dilarang peraturan perundangan. Sebab, kerumunan dalam shalat Id bisa menyebabkan bencana Covid-19 semakin meluas. Sebelumnya, Badan Intelijen Negara (BIN), kata Menteri Agama Fachrul Razi, memprediksi lonjakan penularan Covid-19 akan terjadi ketika ribuan orang berkumpul untuk melakukan shalat Idul Fitri berjemaah.
Pemerintah, kata Presiden Jokowi, tidak melarang warga beribadah asalkan di rumah. Bahkan, melalui Kementerian Agama, pemerintah mendorong semua umat beragama meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah masing-masing. Namun, ibadah ini harus dilakukan sesuai protokol kesehatan dan anjuran supaya dilakukan di rumah masing-masing.
Presiden Joko Widodo juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, dan semua ormas Islam lain yang mendukung dan membantu upaya pemerintah mencegah dan mengendalikan penyebaran Covid-19. Tak hanya imbauan, PP Muhammadiyah bahkan membuat panduan tata cara ibadah Id di rumah.
Selanjutnya, Presiden Jokowi juga mengapresiasi fatwa dan imbauan MUI dan berbagai ormas Islam yang meyakinkan warga untuk tidak mudik dan lebih memperkuat amal baik selama wabah Covid-19.
Amal baik berupa aksi solidaritas dan kepedulian sosial masyarakat dan berbagai organisasi massa Islam dinilai sangat membantu. Apalagi, zakat, infak, dan sedekah juga bisa digunakan untuk membantu sesama warga yang kehidupannya terdampak Covid-19. ”Kita berharap aksi solidaritas ini bisa terus berlanjut dan meluas menjadi gerakan besar dalam rangka meringankan beban saudara-saudara kita yang membutuhkan,” tutur Presiden dalam pengantar ratas.
Presiden juga kembali mengingatkan bahwa kunci keberhasilan pengendalian penyebaran Covid-19 adalah kedisiplinan bersama untuk menjaga jarak aman, rajin mencuci tangan, tak abai menggunakan masker, serta menghindari kerumunan. Semua protokol kesehatan juga harus dipatuhi di lapangan. Petugas diminta terus mengingatkan masyarakat secara terus-menerus. Aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan protokol kesehatan juga diharap disosialisasikan terus.
Masalahnya, pasar-pasar tradisional mulai ramai di masa menjelang Idul Fitri. Di Pasar Kebon Kembang Bogor, Jawa Barat, misalnya, kepadatan warga yang mulai berbelanja untuk mempersiapkan Idul Fitri mulai terasa. Warga yang mudik juga sudah mulai tiba di kampung.
Aryani Widagdo, warga Surabaya, Jawa Timur, mengatakan tak bisa menahan asisten rumah tangga yang sehari-sehari menemaninya dari keinginan mudik. Sebab, Aryani mendapati teman-temannya berhasil mudik, apalagi semua moda transportasi sudah dibuka dan peraturan seakan simpang siur. ”Jangan mudik itu cuma saran atau bagaimana,” katanya.
Masih Dilarang
Pemerintah mendorong semua umat beragama meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah masing-masing. Namun, ibadah ini harus dilakukan sesuai protokol kesehatan dan anjuran supaya dilakukan di rumah masing-masing.
Lebih jauh, menurut Mahfud, larangan mudik tetap berlaku sampai saat ini dan tidak akan dicabut sampai waktu yang ditentukan kemudian. Pemerintah juga meminta supaya aturan ini dikawal dan ditegakkan oleh TNI/Polri, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah, pemerintah daerah, dan Satpol PP. Pemeriksaan di pintu-pintu keluar, jalan-jalan masuk, serta jalan-jalan tikus maupun kendaraan-kendaraan pengangkut orang mudik dilakukan secara ketat.
Selain itu, lanjut Mahfud, karena protokol kesehatan dan pembatasan sosial berskala besar masih diberlakukan, kabinet juga tak pernah membicarakan open house yang biasa dilangsungkan Presiden, Wapres, dan para menteri di hari raya. Setiap anggota kabinet dinilai sudah memahami dengan sendirinya bahwa kali ini, silaturahmi di hari raya hanya dilakukan dengan keluarga inti dan di tempat yang sangat terbatas.