Berjuang di Laboratorium demi Kemanusiaan
Analis kesehatan atau pranata laboratorium bekerja di dalam ruang tertutup yang sunyi, bergumul dengan virus, jauh dari ingar-bingar sorotan kamera dan pemberitaan.
Pandemi Covid-19 mengancam kehidupan manusia. Di tengah perjuangan mengatasi pandemi, ada tangan-tangan analis kesehatan atau pranata laboratorium yang bekerja di dalam ruang tertutup yang sunyi, bergumul dengan virus, jauh dari ingar-bingar sorotan kamera dan pemberitaan.
Riska Yunida (29) duduk menghadap layar komputer. Di samping Riska, duduk rekannya, Mutia Raudah (34). Kedua analis kesehatan atau pranata laboratorium itu mengamati grafik berwarna-warni di layar komputer. Setelah mencermati satu per satu garis berwarna itu, Riska mencatat hasilnya di lembaran kertas kerja.
”Kalau grafiknya di atas garis merah horizontal, berarti hasil pemeriksaannya positif. Kalau di bawahnya, berarti negatif,” kata Riska menjelaskan cara kerja pemeriksaan spesimen Covid-19 di Laboratorium Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Senin (4/5/2020).
Kalau grafiknya di atas garis merah horizontal, berarti hasil pemeriksaannya positif.
Hari itu, Riska dan Mutia bekerja di ruang analisis reaksi rantai polimerase (PCR). Analisis PCR termasuk tahap akhir dalam proses pemeriksaan spesimen Covid-19. Hasil pemeriksaan penting untuk mengonfirmasi kasus Covid-19 di wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Sejak 4 April 2020, BBTKLPP Banjarbaru memeriksa spesimen Covid-19 setelah ditunjuk Kementerian Kesehatan. BBTKLPP Banjarbaru yang wilayah layanannya mencakup empat provinsi di Kalimantan, yakni Kalsel, Kalteng, Kaltim, dan Kaltara, hingga kini sudah memeriksa spesimen dari Kalsel dan Kalteng.
Analis di BBTKLPP Banjarbaru bekerja dengan sistem rolling. Mutia yang sedang hamil delapan bulan pernah merasakan bekerja di ruang ekstraksi, yang paling berisiko tinggi. Petugas di ruang ekstraksi wajib mengenakan pakaian hazmat atau alat pelindung diri (APD) lengkap untuk mencegah infeksi virus.
”Kami yang bekerja di sini harus mengenakan pakaian khusus yang disesuaikan dengan risiko pekerjaan. Yang paling berisiko tinggi saat bekerja di ruang ekstraksi, wajib memakai hazmat,” katanya.
Saat mengenakan hazmat atau APD lengkap dan bekerja di ruangan tertutup, mereka hanya bisa bertahan bekerja maksimal empat jam. Meski berada di dalam ruangan berpendingin udara, tetap saja mereka merasa gerah.
”Kalau lebih dari empat jam, enggak sanggup lagi. Bisa-bisa langsung drop,” ujar perempuan yang mengandung anak ketiganya itu.
Menyingkirkan kekhawatiran
Sebagai wanita hamil yang bekerja di ruangan dengan risiko tinggi terpapar virus berbahaya, Mutia wajib menjaga imunitas dengan asupan makanan yang cukup dan mengonsumsi suplemen makanan. ”Bumil (ibu hamil) seperti saya harus lebih ekstra menjaga imunitas,” ujarnya.
Baca juga: Jiwa Raga Sehat, Covid-19 Lenyap
Salah satu cara menjaga imunitas adalah dengan menyingkirkan rasa khawatir yang berlebihan. ”Sebagai bumil, memang ada kekhawatiran. Tetapi, kalau khawatir berlebihan bisa menurunkan imunitas. Jadi, yakin saja pada perlindungan Allah. Apalagi, orang terdekat, keluarga, suami, dan anak selalu memberikan dukungan moril,” tuturnya.
Sementara bagi Riska yang kini tengah dalam masa menyusui bayinya, menjaga imunitas saat bekerja dalam pengujian virus di laboratorium juga tidak bisa ditawar. Sebab, begitu masuk kerja setelah cuti melahirkan anak pertama, ia langsung bergumul dengan virus korona baru yang menggemparkan dunia.
”Memang ada kekhawatiran dari suami karena saya habis melahirkan. Tetapi, karena ini sudah menjadi tugas saya, suami dan orangtua tetap mendukung dan memberi semangat. Saya juga harus ekstra menjaga imunitas dan kebersihan,” katanya.
Baca juga : Keselamatan Tenaga Kesehatan Sangat Krusial
Bagi Mutia dan Riska, tugas memeriksa serta menguji virus sebetulnya bukanlah hal baru. Mereka sudah tiga tahun menggeluti pemeriksaan virus di laboratorium BBTKLPP Banjarbaru. Selama ini, mereka rutin memeriksa virus dengue dan pernah juga memeriksa virus influenza. Namun, tetap saja harus ekstra waspada saat memeriksa virus korona baru.
Sama seperti analis kesehatan lainnya di BBTKLPP Banjarbaru, Mutia dan Riska harus mandi dan ganti baju di kantor sebelum pulang ke rumah. Begitu sampai rumah, mereka juga harus langsung mandi dan ganti baju lagi sebelum berinteraksi dengan orang rumah. ”Kami harus mengantisipasi agar tidak membawa virus ke rumah,” ujar Riska.
Dalam proses pemeriksaan spesimen Covid-19 ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Kepala Bidang Pengembangan Teknologi dan Laboratorium BBTKLPP Banjarbaru Luluk Kusnatin mengatakan, tahapan dimulai dari penerimaan spesimen dan identifikasi, pembukaan boks berisi spesimen atau unboxing, proses ekstraksi, pencampuran reagen, analisis PCR, sampai memasukkan data akhir. Prosesnya membutuhkan waktu 7-8 jam atau satu hari kerja.
Petugas yang memeriksa dan menguji spesimen Covid-19 bekerja dalam tim dengan sistem sif. Satu tim terdiri atas 11 orang. Setelah tim pertama selesai bekerja dari awal sampai akhir, diganti tim berikutnya. ”Kami mempertimbangkan batas kemampuan petugas. Jangan sampai mereka kelelahan karena terlalu diforsir dan tumbang di tengah jalan,” ujarnya.
Baca juga: Tenaga Kesehatan Masih Terus Tertular
Prosedur standar operasi (SOP) yang ketat diberlakukan dalam pemeriksaan dan pengujian. Setiap petugas wajib cek suhu tubuh dan mencuci tangan saat datang. Setelah itu, mengenakan pakaian ganti dan alat pelindung diri lengkap agar tidak terkontaminasi virus. Saat selesai bertugas, mereka harus mandi dan berganti pakaian dulu sebelum pulang ke rumah.
”Mereka harus berangkat dalam keadaan bersih dan pulang dalam keadaan bersih. Mereka tidak boleh panik, tetapi tetap harus berhati-hati,” kata Luluk.
Harus berkorban
Kepala BBTKLPP Banjarbaru Slamet Mulsiswanto mengatakan, kinerja para analis kesehatan dalam memeriksa spesimen Covid-19 patut diapresiasi. Mereka bekerja memeriksa barang yang kecil, tetapi sangat menginfeksi. Tidak semua laboratorium bisa memeriksa spesimen itu dan tidak semua orang juga mau memeriksa spesimen yang bisa menginfeksi tersebut.
”Para petugas harus berkorban. Saat pulang bertemu keluarga, mereka tak boleh langsung berinteraksi, harus mandi dulu. Ada pembatasan dalam berinteraksi dengan keluarga. Namun, mereka bersemangat mengabdi dalam penanganan Covid-19,” tuturnya.
Sejak 4 April, pemeriksaan spesimen Covid-19 di BBTKLPP Banjarbaru tak pernah putus. Setiap hari bisa puluhan hingga seratusan spesimen yang masuk untuk diperiksa. ”Pemeriksaan dan pengujian spesimen bisa memakan waktu dua-tiga hari,” ujarnya.
Para petugas harus berkorban.
Kontinuitas pemeriksaan spesimen itulah yang membuat kasus Covid-19 di Kalsel lebih cepat terkonfirmasi. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel
Muhammad Muslim, yang juga juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kalsel, mengatakan, pemeriksaan PCR di Kalsel bisa lebih cepat dibandingkan dengan pemeriksaan sebelumnya yang dilakukan di Jakarta dan Surabaya. Selama empat minggu pemeriksaan di Banjarbaru, yakni 4-30 April 2020, terkonfirmasi 906 pemeriksaan spesimen.
”Saat ini kami memang mengedepankan dan lebih memasifkan upaya pemeriksaan sehingga kasus Covid-19 dapat terkonfirmasi lebih cepat dalam konteks tata kelola untuk memutus mata rantai penularannya,” kata Muslim.
Slamet menambahkan, ketika kasus Covid-19 diketahui lebih cepat, pencegahan dan penelusuran juga bisa lebih cepat. Dampak lanjutannya, penanganan dengan isolasi mandiri ataupun perawatan di rumah sakit bisa tertangani dengan baik dan cepat.
Bekerja memeriksa spesimen Covid-19, para pranata laboratorium memang dituntut tetap mengutamakan keselamatan dan kesehatan. Berisiko tinggi terinfeksi virus karena pekerjaannya, mereka wajib menjalani tes cepat (rapid test). Buah dari kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan, hasil tes menunjukkan semua nonreaktif.