Seni yang Menyembuhkan dan Meneguhkan Saat Pandemi Covid-19
Pentas virtual telah menjadi wahana para seniman kembali berkreasi di masa pandemi. Seni menjadi penawar luka di tengah kehidupan yang sedang sulit, sekaligus peneguh optimisme menyambut situasi normal baru.
Saat panggung dan galeri seni sunyi, tersapu kebijakan penanganan pandemi, para seniman awalnya jeri. Penghidupan mereka ambyar. Melalui kanal-kanal virtual, satu per satu seniman Jawa Tengah berkreasi sambil menyuarakan pekik solidaritas.
Kaki Desi Indah Fitriani (20) mengentak panggung penuh tenaga. Berdandan bak pendekar silat, ia memasang kuda-kuda sembari meluncurkan pukulan tajam ke udara yang dingin diguyur hujan deras. Sore itu, mahasiswi Institut Seni Indonesia Surakarta tersebut membawakan tari Kiprah Glipang dari Jawa Timur.
”Dari tarian ini, saya mengambil semangatnya untuk berjuang melawan Covid-19,” kata Desi yang menjadi salah satu penampil dalam pertunjukan virtual bertajuk Kangen Manggung, di Purbalingga, Sabtu (16/5/2020).
Selain menjaga eksistensi, panggung-panggung seni virtual di Jateng juga menjadi sarana menghimpun donasi, khususnya bagi para seniman yang nasibnya terempas pandemi.
Tari Kiprah Glipang ini mengisahkan para pemuda yang berlatih pencak silat. Konon, tarian ini, pada masa kolonial, digunakan untuk mengelabui para penjajah Belanda. ”Ciri khas napas besar pada tari ini menggambarkan ketidakpuasan rakyat terhadap penjajah,” kata Desi yang selama masa pandemi terpaksa pulang ke Purbalingga akibat kebijakan kampus belajar dari rumah.
Baca juga : Parade Tarian dari Rumah
Di panggung sama, Ki Dalang Sutarko (56) menampilkan pertunjukan wayang jemblung dengan judul ”Tumbal Jagat”. Sutarko ditemani tiga rekannya sebagai penabuh gamelan dengan bantuan suara bibir. Dalam lakon wayangnya, Sutarko menampilkan wayang virus korona yang menyebabkan petaka di bumi.
Untuk menghalaunya, lanjut Sutarko, ada lima usaha yang bisa dilakukan manusia dan disebut dengan pancayasa (panca: lima, yasa: upaya). Pertama, menjaga kebersihan dengan rajin mencuci tangan dengan sabun, memakai masker ke mana pun saat pergi, menjaga jarak fisik minimal 2 meter jika berkontak dengan orang lain, dan tinggal di rumah saja.
”Yang kelima, ayo patuhi peraturan dari Pemerintah Kabupaten Purbalingga yang telah menerapkan jam malam,” tutur Sutarko.
Seniman lain yang tampil adalah pelukis Chune Yulianto. Ia melukis sosok perempuan sedang mencuci bola dunia. Lukisannya menggambarkan bumi sedang dibasuh atau dicuci agar segala kotoran beserta virus yang berbahaya lenyap.
Ketiga penampil itu bagian dari pertunjukan virtual para seniman di Purbalingga yang berlangsung tiga hari, Sabtu-Senin (16-18/5/2020). Pertunjukan dimulai pukul 15.30 hingga 17.30 dan disiarkan langsung melalui kanal Youtube Dewan Kesenian Purbalingga serta Instagram dkp_purbalingga.
Beragam seni ditampilkan mulai dari wayang minimalis, begalan, pentas monolog, tari, musik tradisi, action painting, kenthongan, ebeg atau kuda lumping, puisi, dramatic reading, tutur lisan, komedi tunggal, beatbox, akustik, dan band.
Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi berharap, para seniman bisa tetap berkarya dan kreatif menghibur masyarakat meski wabah menerpa. Selama pertunjukan, sejumlah seniman yang hadir di lapangan belakang Pendopo Bupati Purbalingga diperiksa suhu tubuhnya dan diwajibkan memakai masker. Tempat duduk juga diberi jarak 1-2 meter supaya tak terjadi kerumunan.
Baca juga: Etnomusikologi Mengisi Pandemi
Keresahan
Dalam panggung virtual di Purbalingga, selain semangat, para seniman juga hendak menumpahkan resah akibat hidup manusia kini dirongrong pandemi. Seperti kata sastrawan Rusia Leo Tolstoy (1828-1910), seni adalah ungkapan perasaan pencipta yang disampaikan kepada orang lain agar mereka dapat merasakan apa yang dirasakan seniman itu.
Keresahan pula yang ingin disampaikan dalam pameran ”Eksterior Halal Bihalal Keluarga 2020”, di Studio Mendut, Mungkid, Kabupaten Magelang, Sabtu (9/5/2020). Eksterior yang dimaksudkan adalah kebalikan dari interior. Dalam konteks pameran ini, merujuk pada dekorasi ruang tamu rumah, ruang yang biasanya lekat dengan aktivitas halalbihalal saat Lebaran.
Tema ini diangkat karena Lebaran di tengah pandemi tahun ini dirasakan berbeda dari biasanya. Tak ada lagi keriuhan menyambut tamu dan melepas rindu. Mengacu tema pameran, aktivitas halalbihalal ditampilkan di area tanah kosong. Adapun ruang tamu sesungguhnya, sepi. Meja dan kursi dibiarkan kosong.
Aktivitas sungkem dalam halalbihalal di ruang terbuka disimbolkan dari tatanan dua pasang patung loro blonyo atau patung pasangan pengantin. Di area tengah, berdekatan dengan serumpun tanaman hijau, pasangan patung berukuran kecil diletakkan miring, dengan kepala merunduk, simbol sungkem kepada pasangan patung berukuran besar.
Sejumlah perabot, seperti bangku dan meja, ditata mengisi lahan. Memenuhi standar protokol kesehatan, dua pasang patung loro blonyo mengenakan masker dan duduk berjauhan. Halalbihalal dilakukan dalam jarak aman. Demi mendukung syarat hidup sehat, minuman dan kudapan yang disajikan berbahan empon-empon dengan khasiat mendukung imunitas tubuh.
Kegetiran kian terasa dari tarian Nabila Rifany Rahmawati (22), si penggagas pertunjukan. Ia menari diiringi nada yang dihasilkan gender, salah satu perangkat set gamelan. Sambil menari dalam gerak ritmik kontemporer, ia lantunkan sajak. ”Saat ini, marilah kita berdebat dan bertanya, sudah benarkah masker yang dipakai, sudah benarkah jarak, sudah benarkah tafsir tentang korona?” ujarnya.
Nabila bergeser ke salah satu sudut, di mana diletakkan boneka berbentuk jasad. Refleksi tentang kematian yang mengancam siapa pun akibat pandemi Covid-19.
Nabila, mahasiswi semester VI Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), mengaku, menghelat pertunjukan seni di Studio Mendut milik budayawan Magelang Sutanto karena ingin ikut menyampaikan pesan menjaga jarak dan menghindari kerumunan yang dinilai sangat mendesak, tetapi kini cenderung diremehkan.
Pertunjukan ini pun direkam dan disiarkan langsung di media sosial Instagram. Sebanyak 159 orang menonton siaran langsung dan jumlah penonton yang menonton tayangan ulang lebih dari 400 orang.
Baca juga:Sesama Seniman Galang Solidaritas Atasi Dampak Covid-19
Berdamai
Pada akhirnya, semua pihak, termasuk seniman, mesti berdamai dengan situasi pandemi. Situasi normal baru di mana peradaban dibingkai aturan ketat. Seruan perdamaian inilah yang dilantangkan kelompok musik kasidah modern, EzurrA, dalam konser virtual bertajuk ”Panggung Kahanan”, di Kota Semarang, Senin (11/5/2020).
”Perdamaian, perdamaian.... Perdamaian, perdamaian.... Banyak yang cinta damai, tapi perang semakin ramai.... Banyak yang cinta damai, tapi perang semakin ramai....”
EzzurA adalah kelompok musik kasidah penerus Nasida Ria, band kasidah modern legendaris asal Semarang yang dibentuk 1975. Ketujuh personel EzzurA ingin melanjutkan spirit musik kasidah warisan orangtua mereka.
Namun, perdamaian dengan Covid-19 bukan berarti menyerah pada keadaan. Akan tetapi, bagaimana tetap berkarya dan berkreasi dengan mengutamakan protokol pencegahan Covid-19. ”Memang kita mesti tetap kreatif dan tidak boleh berhenti berkarya,” kata Zahrotul Walidah, vokalis EzzurA.
Senin (11/5/2020), merupakan sajian Panggung Kahanan (keadaan) edisi keempat. Selain EzzurA, juga ditampilkan sejumlah seni lain, seperti tari tradisional, wayang rotan Jepara, hingga pantomim.
Sementara pada Rabu (13/5/2020), Panggung Kahanan menyuguhkan penampilan Syamsuri, seniman pelestari seni kentrung. Dengan lentur, tangannya menabuh tiga rebana berbeda ukuran, sembari mendongeng syair berbahasa Jawa.
Pemain kentrung generasi ketiga di Kabupaten Demak itu juga menyinggung bahwa Tanah Air kini sedang dilanda pagebluk. Selain Syamsuri, panggung dimeriahkan pula band jazz ekzperimental Semarang AbsurdNation, dresscode band, sanggar Tari Nyi Pandansari Kendal, serta duo penyair Benk Mintosih dan Handry TM.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menuturkan, Panggung Kahanan diinisiasi untuk memberikan ruang kreasi bagi seniman di Jateng. Meski di masa pandemi, mereka perlu difasilitasi untuk menyajikan karya seninya. Acara seni itu tak dibuka untuk umum. Pelaksanaannya menerapkan prinsip jaga jarak dan protokol kesehatan. Acara disiarkan secara langsung di kanal Youtube Ganjar.
Baca juga: Membantu Pekerja Seni yang Terdampak Pandemi Covid-19
Donasi
Selain menjaga eksistensi, panggung-panggung seni virtual di Jateng juga menjadi sarana menghimpun donasi, khususnya bagi para seniman yang nasibnya terempas pandemi. Mulai Senin (11/5/2020), misalnya, Panggung Kahanan menjadi ajang penggalangan donasi bagi para seniman. ”Mudah-mudahan Panggung Kahanan ini tetap mendorong seniman untuk berkarya. Makanya, kami dorong untuk ada donasi agar teman-teman seniman tetap urip (hidup),” kata Ganjar.
Donasi bisa disalurkan lewat rekening Bank Jateng Nomor 2032191919 atas nama Panggung Kahanan atau juga bisa disimak pada tayangan live streaming di kanal Youtube dan akun Facebook Ganjar Pranowo.
Hal serupa disampaikan Ketua Dewan Kesenian Purbalingga Bowo Leksono. ”Kami menginisiasi pentas Kangen Manggung juga untuk menggalang donasi bagi seniman-seniman yang terdampak Covid. Di Purbalingga ada lebih dari seribu seniman. Selain itu, ada puluhan seniman yang sudah sepuh dan sakit-sakitan. Mereka perlu bantuan,” tutur Bowo.
Saat semua fokus paradaban dunia tercurah pada penanganan kesehatan akibat pandemi, seni tak dimungkiri akan menjadi produk kurang fundamental. Namun, sebagai ekspresi cipta dan rasa manusia, seni akan selalu ampuh membawa pesan, pun nilai-nilai kehidupan yang penting dalam menghadapi situasi normal baru, terutama solidaritas.