Tanpa dilandasi kajian mendalam terkait progres penanganan Covid-19 di daerah-daerah, kebijakan normal baru dari pemerintah pusat justru berpotensi menimbulkan lonjakan kasus baru.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pemerintah daerah bersiap menerapkan normal baru kala pandemi Covid-19. Sementara sebagian lainnya masih menunggu jumlah kasus Covid-19 menurun sebelum memberlakukan normal baru.
Daerah yang bersiap menerapkan normal baru antara lain Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Barat, dan Sumatera Barat. Di DIY, pemerintah setempat tengah menyiapkan protokol atau aturan mengenai penerapan kebijakan normal baru.
Protokol itu antara lain kewajiban memakai masker, menjaga jarak dengan orang lain, dan mencuci tangan sesering mungkin. Protokol berlaku di berbagai lokasi, seperti perkantoran, sekolah, pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan obyek wisata.
Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji, Selasa (26/5/2020), mengatakan, dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, penularan Covid-19 diharapkan bisa ditekan meski warga diizinkan kembali beraktivitas saat normal baru.
Di Bandung, persiapan yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat antara lain dengan membagi zona rawan Covid-19, melakukan tes masif guna memetakan persebaran virus, dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar Daud Achmad di Bandung merinci, zonasi terbagi atas lima level kewaspadaan. Kelima level itu mulai dari zona terendah, yaitu level 1 atau zona hijau, zona biru (level 2), kuning (level 3), merah (level 4), hingga hitam (level 5). Setiap zona memiliki tingkat aktivitas warga sesuai kerawanannya.
Zona hitam, merah, dan kuning menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dengan tingkat aktivitas warga sesuai level kewaspadaan. Untuk zona biru dan zona hijau, warga diperbolehkan berkegiatan secara normal.
”Hanya zona hijau yang membolehkan warga mengadakan (kegiatan) kerumunan. Sementara di empat level lainnya, warga diminta tetap melaksanakan pembatasan jarak sosial,” katanya.
Di Padang, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengatakan, anggota TNI/Polri dikerahkan untuk menguatkan penerapan protokol kesehatan di daerah yang mengadakan PSBB. Tujuannya, PSBB efektif, tepat, dan sesuai harapan sehingga terbentuk karakter, perilaku, dan cara hidup baru.
”Dengan efektifnya penerapan protokol kesehatan, daerah yang mengadakan PSBB siap menghadapi kehidupan normal baru,” kata Irwan.
Hanya zona hijau yang membolehkan warga mengadakan (kegiatan) kerumunan.
Menurut Kepala Polda Sumbar Inspektur Jenderal Toni Harmanto, dua pertiga kekuatan Polda Sumbar, atau sekitar 6.000 personel, dikerahkan untuk mendukung kebijakan normal baru. Selain itu, dimungkinkan juga pemberlakuan surat izin keluar masuk di suatu daerah.
”Seperti di Sijunjung, ada warga yang mata pencariannya di Riau. Itu didata semua. Mereka mendapatkan surat keterangan. Karena itu, ada pengecualian terhadap mereka bisa keluar-masuk karena aktif dalam kegiatan ekonomi. Ini bentuk yang kami rumuskan sementara karena normal baru lebih didominasi memberikan keleluasaan dalam kegiatan ekonomi,” papar Toni.
Kebijakan untuk menerapkan normal baru juga diambil pemerintah kabupaten/kota di kawasan Malang Raya seiring berakhirnya PSBB pada 30 Mei mendatang. Wali Kota Malang Sutiaji mengatakan, pihaknya sedang menyusun protokol normal baru agar warga bisa hidup berdampingan dengan Covid-19.
Tunggu evaluasi
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memilih menunggu hasil evaluasi kasus Covid-19 di wilayahnya sebelum mengambil kebijakan memberlakukan normal baru. ”Nanti saja, belum saatnya. Minggu depan saja, ya, kita lihat datanya,” katanya.
Menurut dia, pemberlakuan normal baru akan efektif jika kasus Covid-19 sudah dapat dikendalikan. Beberapa parameternya adalah penurunan jumlah kasus, peningkatan tes massal, dan kepatuhan warga menaati protokol kesehatan.
Pilihan serupa diambil Pemprov Kalimantan Selatan. Sekretaris Daerah Kalsel Abdul Haris Makkie, yang juga Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kalsel, mengatakan, Kalsel pada prinsipnya siap menuju normal baru. Namun, skenario tatanan kehidupan baru itu belum mungkin diterapkan pada Juni mendatang.
”Yang jelas, melaksanakan normal baru itu berdasarkan karakteristik setiap daerah, tidak mungkin disamaratakan. Kami tidak bicara normal baru dulu. Namun, kami tetap bekerja sesuai target yang berujung pada normal baru juga,” ujarnya.
Secara terpisah, ahli epidemiologi Universitas Gadjah Mada, Riris Andono Ahmad, di Yogyakarta, menyampaikan, kebijakan normal baru saat pandemi Covid-19 harus didahului oleh kajian mendalam. Persyaratan yang harus dipenuhi sebelum kebijakan normal baru diberlakukan antara lain penularan penyakit Covid-19 sudah bisa dikendalikan dan kapasitas layanan kesehatan benar-benar memadai.
Jika beberapa persyaratan tersebut tidak terpenuhi, penerapan kebijakan normal baru justru berpotensi menyebabkan lonjakan kasus Covid-19. ”Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah sudah tidak ada outbreak atau peningkatan kasus yang luar biasa,” katanya.
Riris menambahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan pedoman mengenai syarat untuk memberlakukan kebijakan normal baru. Ada enam syarat, antara lain penularan Covid-19 sudah terkendali, sistem kesehatan yang ada memiliki kapasitas untuk penanganan Covid-19, dan risiko lonjakan kasus di tempat-tempat tertentu dapat diminimalkan.
Selain itu, protokol kesehatan di tempat kerja harus diberlakukan, risiko terjadinya kasus impor bisa ditekan, serta masyarakat bisa berpartisipasi dan terlibat aktif dalam masa transisi menuju kondisi normal baru. (HRS/DIA/SYA/NIK/JOL/RTG/JUM)