Banjarmasin Tak Mau Gegabah Terapkan ”Normal Baru”
Pemerintah Kota Banjarmasin tak mau gegabah menerapkan normal baru meskipun sudah mendapat arahan dari pusat untuk melaksanakannya. Penerapan yang terburu-buru dikhawatirkan memicu ledakan kasus yang lebih besar.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Pemerintah Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, tidak mau gegabah menerapkan kondisi normal baru meskipun sudah mendapat arahan dari pemerintah pusat karena telah melaksanakan pembatasan sosial berskala besar. Penerapan yang terburu-buru dikhawatirkan memicu ledakan kasus yang lebih besar.
Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina di Banjarmasin, Kamis (28/5/2020), mengatakan, Banjarmasin termasuk 25 kabupaten/kota di Indonesia yang disiapkan pemerintah pusat untuk menerapkan normal baru karena telah melaksanakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Secara bersamaan, normal baru juga akan diterapkan di empat provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Gorontalo.
Namun, ada persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa menerapkan kondisi normal baru tersebut. Persyaratan yang mendasar adalah angka penyebaran Covid-19 di suatu daerah paling tidak harus stagnan atau kurvanya melandai.
”Di Banjarmasin, angkanya masih naik terus dan belum ketemu puncaknya. Sepertinya, kami perlu waktu untuk mempersiapkan itu. Jadi, kami juga tidak ingin gegabah melaksanakannya sesuai dengan arahan pemerintah pusat karena kami harus memperhatikan kondisi di Banjarmasin,” kata Ibnu Sina.
Saat ini Banjarmasin masih melaksanakan PSBB tahap ketiga yang akan berakhir pada 31 Mei 2020. Berdasarkan rekapitulasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Kalsel pada Kamis sore, kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Banjarmasin juga terus naik, yaitu sebanyak 365 kasus. Dari jumlah itu, 284 orang dalam perawatan dan karantina khusus, 22 pasien sembuh, dan 59 orang meninggal.
Ibnu mengatakan, Banjarmasin tetap mempersiapkan diri ke arah normal baru. Namun, saat ini masih perlu waktu untuk bisa menerapkannya. Penerapan dalam waktu dekat dikhawatirkan menimbulkan euforia di tengah masyarakat, sementara masyarakat belum terbiasa dengan protokol kesehatan.
”Ketika ada pelonggaran karena penerapan normal baru, bisa jadi akan memunculkan kluster baru. Bisa saja terjadi gelombang kedua yang akan lebih berbahaya dan menyebabkan lonjakan kasus yang lebih dahsyat. Itu yang harus diantisipasi,” tuturnya.
Sekarang, menurut Ibnu, Banjarmasin masih harus membiasakan warganya mengikuti protokol kesehatan yang diwajibkan selama PSBB, seperti memakai masker, menjaga jarak antarorang, dan menjaga kebersihan. ”Untuk menuju normal baru, warganya dulu yang harus dipersiapkan. Pemerintah mengikuti saja aturan sambil melihat kondisi di lapangan,” katanya.
Menurut Brigadir Jenderal (Purn) Syahyudi selaku Petugas Penghubung Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Banjarmasin dan Kalsel secara umum belum memenuhi persyaratan untuk menerapkan normal baru.
Hal itu disebabkan angka reproduksi dalam pandemi virus korona (Covid-19) atau reproduction number (Ro) di Kalsel masih di atas 1. ”Untuk menerapkan normal baru, Ro harus di bawah 1,” ujarnya.
Tiga bulan
Karena itu, Syahyudi minta agar PSBB di empat daerah di Kalsel bisa dilaksanakan dengan baik. Protokol kesehatan juga harus dilaksanakan dengan baik sehingga bisa memutus rantai penularan. ”Tren kasus yang sekarang naik diharapkan nanti menurun. Saat menurun itulah baru menerapkan normal baru,” katanya.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel Abdul Haris Makkie, yang juga Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Kalsel, mengatakan, pelaksanaan normal baru itu berdasarkan karakteristik setiap daerah, tidak mungkin disamaratakan. Kalsel setidaknya memerlukan waktu tiga bulan untuk bisa menerapkan normal baru.
Untuk menuju normal baru, Pemerintah Provinsi Kalsel memulai dengan pelacakan kasus Covid-19 secara masif pada Juni. Tes cepat dan pemeriksaan sampel usap diperbanyak sehingga kasus positif diperkirakan akan melonjak. Selanjutnya, pada Juli, fokus diberikan pada upaya penyembuhan dan penanganan kasus positif Covid-19.
”Target kami, pada Agustus sudah ada penurunan atau pelandaian kasus. Setelah kasus melandai, kita akan memulihkan dampak sosial dan ekonomi. Pada saat itulah baru masuk ke normal baru,” kata Haris.