Menolak Takluk kepada Pandemi Covid-19
Masyarakat tak ingin sekadar berpangku tangan menghadapi pandemi Covid-19. Mereka mencoba tetap bergeliat agar tidak terus terpuruk dalam kesusahan. Segala daya beradaptasi dikerahkan di tengah keterbatasan.
Masyarakat tak ingin sekadar berpangku tangan menghadapi pandemi Covid-19. Mereka mencoba tetap bergeliat agar tidak terus terpuruk dalam kesusahan. Segala daya beradaptasi dikerahkan di tengah kondisi yang dilingkupi keterbatasan.
Belasan plastik putih tertata di atas lemari kaca sebuah warung di Dusun Rejodani, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Selasa (26/5/2020). Setiap plastik itu berisikan satu paket tahu Sumedang mentah siap kirim. Tertulis nama-nama pemesannya pada tiap plastik tersebut.
”Sebelumnya, saya jualan hanya matangnya saja. Baru kali ini mulai jual tahu mentahnya. Maklum, ada pandemi (Covid-19), peluang-peluang yang ada dicoba saja,” kata Fuad Afif Ibrahim (24), pemilik usaha tahu Sumedang.
Afif mengaku, pandemi berdampak pada kemerosotan penjualan. Tanpa adanya pandemi, ia bisa menjual hingga 7.700 potong tahu per hari. Penurunannya drastis selama masa pandemi ini. Ia hanya bisa menjual sekitar 100-200 potong tahu per hari.
Baca juga : Gerakan Barista Asuh, Solidaritas Antarkedai Kopi di Tengah Pandemi Covid-19
Namun, perlahan penjualannya kembali meningkat setelah Afif mulai menjual tahu Sumedang mentah. Kini, sedikitnya 400-500 potong tahu per hari dapat terjual, baik yang mentah maupun matang.
Peningkatan penjualan itu tidak terlepas dari gerakan jual beli antarwarga satu dusun tempat Afif tinggal, yaitu Bela Beli Rejodani. Gerakan itu diinisasi sekelompok ibu-ibu rumah tangga dari dusun tersebut sejak awal April. Setyawati Aris Margono (49), warga Dusun Rejodani, merupakan salah seorang warga yang menginisasi gerakan tersebut.
Dalam gerakan itu, aktivitas jual beli dilakukan melalui grup media sosial Whatsapp. Lebih kurang grup tersebut diisi 150 warga. Pihak yang boleh berjualan dalam gerakan itu hanya warga dari dusun itu. Pembelinya juga sesama warga dusun sendiri.
Baca juga : Mimpi Memperbaiki Hidup Terbentur Pandemi
”Kami buat gerakan ini untuk menghadapi pandemi korona. Supaya ekonomi masyarakat tidak jatuh dan tetap tegak. Pembeliannya dengan sistem memesan di grup itu. Nanti jika sudah siap langsung diantarkan. Ini sekaligus mengurangi pertemuan fisik,” kata Setyawati.
Ia mengungkapkan, lewat gerakan itu, pihaknya bersama sejumlah ibu rumah tangga lain ingin membantu sesama yang tidak punya pekerjaan tetap, misalnya pekerja proyek lepas, pedagang, dan sopir. Kalangan tersebut dinilai cukup terdampak dalam pandemi. Ada yang dirumahkan dari tempatnya bekerja, ada pula yang penjualannya terjun bebas dibandingkan hari-hari biasa.
Kemudian, Setyawati menyampaikan, ada beberapa warga yang baru berjualan setelah gerakan itu terbentuk. Kondisi itu terjadi pada seorang warga yang menjual stik keju. Sebelumnya, warga tersebut hanya ibu rumah tangga biasa. Suaminya bekerja sebagai sopir. Namun, adanya pandemi membuat sang suami dirumahkan sementara dari tempatnya bekerja.
Baca juga : Pengusaha ”Jumpalitan” agar Lolos dari Jerat Pandemi Covid-19
”Kebetulan respons dari sesama warga yang mampu cukup baik. Ini semacam nglarisi tetangga sendiri. Selalu ada yang membeli apa yang ditawarkan warga lain. Harapannya, ini bisa terus berlanjut,” kata Setyawati.
Ia menilai, warga tidak bisa sekadar mengandalkan bantuan dari pihak lain. Menurut dia, segala keterbatasan itu harus bisa dicari celahnya. Terus berpangku tangan dianggap bukan hal yang baik. Oleh karena itu, ia mengajak warganya bergeliat bersama agar tetap bisa menyambung napas panjang di masa pandemi ini.
Di Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Tongkah Kopi juga mencoba terus bergerak walaupun dilingkupi berbagai pembatasan. Warung kopi itu menggeser cara berjualannya, dari awalnya tatap muka langsung di warung menjadi layanan pesan antar yang pemesanannya dilakukan secara daring.
Baca juga : Petani dan Nelayan Berkolaborasi dengan Barter Produk Pangan
Barkah Ramadhan (25), salah seorang pemilik Tongkah Kopi, mengatakan, pertimbangan berjualan kopi secara daring adalah lokasi warungnya yang berada di tengah perkampungan. Ia khawatir, kedatangan pelanggannya akan meresahkan penduduk sekitar. Sebab, banyak pelanggannya berasal dari luar kampung itu.
”Sejak pertengahan Maret, kami sudah mulai tutup. Sekitar satu hingga dua minggu tutup, kami pikir harus tetap bergerak bagaimanapun caranya. Akhirnya, kami pilih berjualan secara online,” ujar Barkah.
Pemesanan dilakukan lewat akun media sosial Instagram milik Tongkah Kopi. Ia bisa mengirim 2-3 botol per hari. Tetapi, pernah ia mendapat pesanan hingga 40 botol dalam satu hari. Terkadang tidak ada pesanan sama sekali pun pernah dialaminya.
Barkah menuturkan, kedekatan dengan pelanggan terus berusaha dijaga. Walhasil, kopi buatannya pun diantarkan sendiri kepada pelanggannya. Menurut dia, esensi dari warung kopi adalah pertemuan. Dengan mengantarkan langsung, bagi dia, kedekatannya dengan pelanggan bakal terawat. Walaupun perjumpaan itu hanya sebentar dan mengedepankan pembatasan fisik.
Hal serupa juga dilakukan Natalia Dewi (31), penjual jamu di Yogyakarta. Awalnya, berjualan daring jamu buatannya hanya jadi sampingan. Jamunya dipromosikan lewat akun media sosial Instagram yang dikelolanya, yaitu Mbale Jampi.
Tak dimungkiri, pandemi justru membuatnya kebanjiran pesanan jamu secara daring. Tidak hanya dari dalam kota, pesanan juga datang dari luar kota. Terlebih lagi, kala itu sempat heboh bahwa jamu mampu menguatkan imunitas di tengah wabah ini.
Adapun jamu yang dijual bukan sekadar jamu yang sudah berbentuk minuman, tetapi juga yang berbentuk bubuk ataupun racikan khusus siap seduh. Semua jamu dibuat dengan bahan alami.
”Waktu masih ramai, satu hari bisa mengirim hingga 60 paket (jamu bubuk). Sekarang sudah menurun hanya 20-25 paket per hari. Tetapi, ini masih lumayan banyak (yang pesan),” kata Natalia.
Ia mengatakan, saat ini, warung jamunya juga masih buka. Hanya saja, kunjungan memang sepi. Pembelian jamu banyak yang dilakukan secara daring. Ia juga tengah mendaftarkan warungnya ke aplikasi ojek daring agar bisa dipesan langsung di aplikasi itu.