Pengambilan Paksa Jenazah Munculkan Kluster Baru di Makassar
Aksi pengambilan paksa jenazah pasien positif Covid-19 dari sejumlah rumah sakit di Makassar, Sulawesi Selatan, menimbulkan terbentuknya kluster penularan baru.
Oleh
Reny Sri Ayu
·4 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Aksi pengambilan paksa jenazah pasien positif Covid-19 dari sejumlah rumah sakit di Makassar, Sulawesi Selatan, menimbulkan terbentuknya kluster penularan baru. Sejumlah keluarga pasien, yang diperiksa seusai menjemput paksa jenazah, dinyatakan positif Covid-19. Polisi kini juga terus menangkapi pelaku pengambilan paksa jenazah. Sebagian yang ditangkap dan terbukti positif, langsung diisolasi.
Kepala Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan Dr Ichsan Mustari mengatakan hal ini di Makassar, Rabu (10/6/2020). ”Memang akan menimbulkan kluster baru karena seperti yang kita lihat dalam video-video yang beredar, keluarga memeluk jenazah saat diambil di rumah sakit. Belum lagi saat (pemulasaraan jenazah) diurus tanpa protokol yang semestinya,” kata Ichsan.
Menurut dia, pemeriksaan juga sudah dilakukan terhadap keluarga yang melakukan penjemputan paksa. Tanpa merinci jumlah pasien baru dari kluster itu, Ichsan mengatakan banyak yang positif.
Ada keluarga yang mengambil paksa jenazah karena menganggap anggota keluarganya itu tidak terinfeksi Covid-19 meski telah berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) sebelum meninggal. Namun, hasil tes usap yang keluar belakangan menunjukkan pasien itu positif Covid-19.
Empat kasus penjemputan paksa jenazah di rumah sakit di Makassar terjadi di RSKD Dadi, RS Labuang Baji, RS Bhayangkara, dan RS Stella Maris. Polisi menyebut ada provokator yang memicu aksi ini. Hingga kini, polisi masih terus memburu pelaku dan orang-orang yang dinilai sebagai provokator tersebut.
Terkait penegakan hukumnya, Polda Sulsel telah memeriksa 33 orang dari empat kejadian di empat rumah sakit tersebut. Ada sembilan tersangka yang telah ditetapkan. ”Selain melakukan pemeriksaan terkait aksi mereka, para pelaku juga menjalani tes cepat. Sejauh ini, ada lima yang reaktif dan diisolasi,” kata Kepala Bidang Humas Polda Sulsel Komisaris Besar Ibrahim Tompo, Rabu.
Selain pengambilan paksa jenazah, sejak pekan lalu Makassar juga diramaikan aksi penolakan warga terhadap tes cepat yang dilakukan petugas kesehatan di permukiman. Spanduk dan portal banyak dipasang di jalan-jalan sebagai bentuk penolakan tersebut. Dalam beberapa kejadian, warga bahkan mengusir tenaga kesehatan.
Berdasarkan pantauan Kompas di sejumlah wilayah, sebagian spanduk dan portal sudah dicabut. Ini, misalnya, di wilayah utara kota, meliputi Jalan Cakalang, Jalan Sunu, Jalan Panammpu, Jalan Galangan Kapal, dan Jalan Barukang. Namun, di beberapa wilayah lain, seperti di sekitar Jalan Rajawali, Jalan Nuri, serta kawasan Tanjung dan Parangtambung, spanduk dan portal masih ada, bahkan muncul spanduk baru.
Penolakan tes cepat karena warga khawatir akan diberi status PDP dan diisolasi jika hasilnya reaktif. Selain itu, mereka menuding ada dugaan permainan dan ambil untung pihak rumah sakit ataupun tim gugus tugas dalam penetapan status PDP seseorang. Ada sejumlah kasus pasien yang diberi status PDP, dimakamkan dengan protokol Covid-19, padahal hasil pemeriksaan yang keluar kemudian adalah negatif.
”Kalau saya dites lalu reaktif, berarti saya harus isolasi. Kalau saya diisolasi, bagaimana keluarga saya? Hanya saya yang mencari nafkah untuk makan sehari-hari. Lagipula, saya pernah dites cepat saat berdagang di Pasar Sentral, tapi hasilnya negatif (nonreaktif),” kata Saharuddin (45), pedagang pakaian bekas di Jalan Galangan Kapal, Kecamatan Tallo.
Kami berharap tak ada lagi penolakan dan aksi penjemputan paksa jenazah yang berstatus PDP ataupun positif.
Juru Bicara Tim Gugus Tugas Covid-19 Kota Makassar Ismail H Ali dalam konferensi pers daring bersama wartawan, Rabu sore, mengatakan, tudingan itu tak benar. Tes cepat dilakukan gratis dan hanya diprioritaskan pada kecamatan-kecamatan yang masuk zona merah. Dia juga membantah adanya dugaan permainan atau ambil untung dari pandemi ini.
”Saat ini, aksi penolakan mulai terkendali walau masih ada beberapa wilayah yang tetap protes. Kami melibatkan perangkat pemerintah hingga tingkat RW dan RT serta dibantu aparat keamanan memberi pemahaman kepada warga pentingnya tes dilakukan. Kami berharap tak ada lagi penolakan dan aksi penjemputan paksa jenazah yang berstatus PDP ataupun positif,” kata Ismail.
Sementara itu, terkait data perkembangan kasus Covid-19 di Sulsel, ada penambahan 189 kasus hingga menjadi total 2.383 kasus pada hari Rabu. Selain Makassar sebagai episentrum, satu kabupaten di Sulsel, yakni Luwu Timur, menjadi daerah persebaran baru.
Terkait penanganan wabah di Luwu Timur, pemerintah setempat terus melakukan upaya menekan angka positif dengan melakukan tes cepat. Luwu Timur dalam beberapa hari terakhir menambah kasus baru yang cukup signifikan.
Pada Selasa, misalnya, daerah ini mencatat 115 kasus baru dalam sehari. Awalnya, pasien positif dari daerah ini adalah tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit di sekitar kawasan tambang nikel PT Vale. Kasus juga berasal dari karyawan PT Vale serta santri Temboro, Magetan.
”Tes cepat dilakukan terhadap karyawan dan kontraktor serta keluarga mereka (pekerja dan kontraktor mitra PT Vale), juga tenaga kesehatan di rumah sakit. Saat ini, kasus positif terbanyak ada di kecamatan Towuti, Nuha, dan sekitarnya,” kata Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Luwu Timur Masdin.