Usulan pelaksanaan PSBB bagi Kota Ambon, Maluku, telah disetujui Menkes pada 9 Juni 2020. Namun, hingga Kamis (11/6/2020), Pemkot Ambon belum melaksanakannya.
Oleh
FRANS PATI HERIN
·5 menit baca
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto telah menyetujui usulan pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) bagi Kota Ambon, Maluku, lewat surat keputusan tertanggal 9 Juni 2020. Namun, hingga Kamis (11/6/2020), Pemerintah Kota Ambon belum juga memutuskan kepastian waktu pelaksanaannya.
Di sisi lain, kasus Covid-19 di Kota Ambon terus meningkat dengan angka reproduksi (R0) masih tinggi, yakni 1,5. Per Kamis malam ini, kasus Covid-19 di Ambon mencapai 261 dari 330 kasus di Provinsi Maluku.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/358/2020 itu memuat sejumlah pertimbangan, di antaranya telah terjadi peningkatan dan penyebaran kasus Covid-19 yang signifikan dan cepat serta diiringi dengan kejadian transmisi lokal. Kondisi yang mengkhawatirkan itu berdasarkan kajian epidemiologi. Keputusan itu mendesak dilaksanakan sejak tanggal ditetapkan.
Namun, Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy, Kamis siang, belum bisa memastikan kapan PSBB diberlakukan. Menurut dia, belum ada arahan dari Pemerintah Provinsi Maluku. ”Masih tunggu petunjuk dari pemerintah provinsi,” ujar Richard kepada awak media. Ia enggan merinci petunjuk yang dimaksudkan.
Menurut Richard, setelah mendapatkan arahan dari Pemprov Maluku, pihaknya akan menindaklanjuti lewat penyusunan peraturan wali kota yang menjadi landasan operasional PSBB. Peraturan itu berisi tentang pembatasan kegiatan masyarakat, kegiatan usaha, moda transportasi, pendidikan, sosial, dan keagamaan secara detail.
Padahal, pada Rabu (10/6), Gubernur Maluku Murad Ismail dalam konferensi pers mengatakan, pemerintah provinsi mendukung penuh pelaksanaan PSBB Kota Ambon demi menekan laju penularan kasus Covid-19 di Provinsi Maluku. Pelaksanaan PSBB sepenuhnya menjadi kewenangan Pemkot Ambon. ”Tanya sama wali kota (kapan mulai dilaksanakan), pokoknya kita semua mendukung,” ujar Murad.
Menurut Murad, keputusan itu sudah harus dieksekusi pada 10 Juni 2020. Hal itu sebagaimana perintah tertulis dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/358/2020 tersebut: berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Richard kemudian balik menanggapi pernyataan Murad itu. Secara terang-terangan, Richard bahkan menafsirkan bahwa dukungan dimaksud harus dalam bentuk anggaran. ”Yang Gubernur bilang siap mendukung itu, artinya, Gubernur juga mau bantu katong (Pemkot Ambon) dengan kepeng (uang),” kata Richard kepada awak media.
Saling lempar pernyataan terkait PSBB bukan baru kali ini. Menurut catatan Kompas, Richard mengumumkan rencana pengajuan PSBB pada 27 April lalu. Dia mengatakan bahwa Kota Ambon sudah sangat siap untuk memberlakukan PSBB. Saat itu, jumlah kasus positif Covid-19 baru dalam hitungan belasan.
Setelah akhir Mei, draf usulan PSBB belum juga rampung. Menurut penelusuran Kompas, beberapa bagian penting seperti usulan anggaran dan data pangan belum dilengkapi oleh petugas yang diberi tanggung jawab mengerjakannya. Pihak provinsi mendesak segera diselesaikan, tetapi tak kunjung dilakukan.
Kala itu, Richard mengatakan, ada keragu-raguan, baik dari pihak Pemkot Ambon maupun Pemprov Maluku, untuk mengajukan rencana PSBB. Namun, ia enggan menjelaskan alasan keraguan itu. Menurut dia, usulan PSBB tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah kota, tetapi juga provinsi selaku perwakilan pemerintah pusat di daerah. Usulan dari kota akan disempurnakan oleh provinsi.
Sementara itu, Kasrul Selang, Ketua Harian Gugus Provinsi Maluku yang juga Sekretaris Daerah Provinsi Maluku, menyatakan dukungannya pada rencana PSBB Kota Ambon. Bagi dia, penularan Covid-19 dapat ditekan, salah satunya melalui PSBB.
Namun, pekan lalu, dalam wawancara, Kasrul enggan mengomentari terkait rencana PSBB tersebut. Ia malah balik berujar, ”Menurut Anda, apakah perlu PSBB? Tanya ke kota (Pemkot Ambon).”
Akhirnya, awal 6 Juni lalu, proposal itu diserahkan dari Pemkot Ambon ke Pemprov Maluku untuk diteruskan ke Kementerian Kesehatan. Setelah dikirim ke pusat, usulan itu disetujui pada 8 Juni lalu.
Tidak serius
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Provinsi Maluku Benediktus Sarkol menilai, Pemerintah Kota Ambon tidak serius dalam melaksanakan PSBB. Seharusnya, sebelum proposal PSBB diusulkan ke Kementerian Kesehatan, Pemkot Ambon sudah harus menyiapkan semua hal yang dipersyaratkan dalam PSBB.
Mengapa SK Menteri Kesehatan sudah turun, tetapi belum juga dieksekusi?
Kesiapan itu, di antaranya mencakup anggaran, perangkat pendukung, dan regulasi operasional dalam bentuk peraturan wali kota. ”Pelaksanaan PSBB menjadi otonomi Pemerintah Kota Ambon karena pihak merekalah yang mengusulkan. Mengapa SK Menteri Kesehatan sudah turun, tetapi belum juga dieksekusi?” kata Benediktus.
Sementara, di sisi lain, Benediktus melanjutkan, kasus positif terus meningkat dan berpotensi memakan korban jiwa. ”Siapa yang bertanggung jawab atas semuanya ini? Ada indikasi pembiaran,” ujarnya.
Ia juga menyoroti kemungkinan terjadi disharmonisasi hubungan antara Pemerintah Kota Ambon dan Pemerintah Provinsi Maluku. Menurut dia, saling lempar pernyataan di media serta ketidaksesuaian antara kata dan aksi merupakan tontonan buruk di mata publik.
”Di tengah kondisi negara yang tidak stabil akibat pandemi ini, para pemimpin seharusnya kompak. Tidak perlu saling bersilat lidah. Perlu aksi nyata untuk mengatasi masalah ini,” kata Benediktus.
Sebelum PSBB disetujui Kementerian Kesehatan, Pemerintah Kota Ambon menerapkan pembatasan kegiatan masyarakat (PKM) dengan landasan Peraturan Wali Kota Ambon Nomor 16 tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Orang, Aktivitas Usaha, dan Moda Transportasi dalam Penanganan Covid-19.
Sejak pembatasan itu mulai diberlakukan pada 8 Juni, terjadi penolakan, bahkan perlawanan dari masyarakat. Banyak ketentuan yang dianggap tidak tepat, seperti pemberlakuan pelat nomor ganjil genap bagi angkutan kota. Padahal, ada jalur angkutan yang tidak seimbang komposisi jumlah kendaraan berpelat ganjil-genap. Petugas di lapangan pun kewalahan.
Kini Kota Ambon menunggu PSBB dengan model penerapan yang lebih kompleks dibandingkan PKM. Namun, bak ”bola panas”, kepastian pelaksanaan PSBB itu masih simpang siur. Sementara pengendalian Covid-19 jelas tak bisa diajak menunggu.