Sumsel Waspadai Gelombang Kedua Penularan Covid-19
Penambahan kasus positif Covid-19 di Sumatera Selatan lebih landai dibandingkan sebelum Idul Fitri. Namun, Sumsel perlu mewaspadai adanya gelombang kedua.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Jumlah warga Sumatera Selatan yang terkonfirmasi positif Covid-19 masih terus bertambah meskipun Sumsel sudah melewati masa puncak pandemi Covid-19. Jika protokol kesehatan diabaikan, bukan tidak mungkin terjadi gelombang kedua penularan Covid-19 di Sumsel.
”Sumsel sudah melewati masa puncak dan kini dalam fase landai, walau belum turun signifikan,” tutur Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penangan Covid-19 Sumatera Selatan Zen Ahmad, Kamis (11/6/2020).
Berdasarkan data dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumsel, peningkatan kasus mulai terlihat pada awal Mei. Puncaknya terjadi pada Kamis (14/5/2020). Hari itu, kasus positif Covid-19 di Sumsel mencapai 119 orang dan menjadi kasus positif tertinggi di Sumsel.
Walau sudah melewati masa puncak, pengawasan terhadap pelaksanaan protokol kesehatan harus tetap diperketat. ”Jangan sampai kita memasuki gelombang kedua dari penularan Covid-19. Karena itu, butuh peran serta dari semua warga Sumsel,” kata Zen.
Adapun per Kamis, ada tambahan 42 kasus positif Covid-19 di Sumsel, dengan demikian jumlah warga Sumsel yang terjangkit mencapai 1.271 orang. Walau terus bertambah, saat ini tren penambahan kasus Covid-19 tergolong lebih landai dibandingkan sebelum Idul Fitri.
Jumlah warga yang sembuh juga terus bertambah, saat ini 539 orang. Sementara yang meninggal dunia 48 orang. Sementara, warga yang masih dirawat baik di rumah sakit maupun di ruang isolasi berjumlah 684 orang.
Pakar mikrobiologi dari Rumah Sakit Pusri, Yuwono, mengatakan, masa puncak Covid-19 bisa saja kembali terulang di pertengah Juli 2020 jika ada pelonggaran pengawasan pelaksanaan protokol kesehatan di tengah masyarakat. Menurut dia, penurunan jumlah kasus dibanding sebelum Idul Fitri itu terjadi karena intervensi pemerintah dalam mengurangi kontak antarorang dengan menerapkan protokol kesehatan, yakni wajib mengenakan masker dan sebisa mungkin tinggal di dalam rumah.
Puncak Covid-19 bisa saja kembali terulang di pertengah Juli 2020 jika ada pelonggaran pengawasan pelaksanaan protokol kesehatan di tengah masyarakat.
Salah satu bentuk intervensi yang paling terlihat adalah pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Palembang yang dimulai pada 20 Mei-2 Juni. Hasil survei menunjukkan, frekuensi kontak antarorang, sebelum dan sesudah PSBB jauh berkurang. Sebelum PSBB, satu orang bisa berkontak dengan 12-14 orang. Namun, setelah PSBB, nilai kontak mengalami penurunan hingga 50 persen. ”Setelah PSBB, satu orang hanya bertemu dengan 6 orang lain,” ungkapnya.
Pasar tradisional
Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi (PAEI) Cabang Sumsel, Hibsah Ridwan mengatakan, tingkat reproduksi efektif (Rt) di Sumsel masih di atas 1. Itu berarti, risiko penularan masih mungkin terjadi. Karena itu, perlu langkah intervensi yang lebih ketat lagi agar protokol kesehatan bisa diterapkan dengan optimal.
Menurut dia, untuk bisa menekan angka penularan hingga di bawah 1, jumlah orang yang tinggal di rumah adalah 45 persen dari jumlah penduduk. Nyatanya, saat ini, jumlah warga Sumsel yang memilih untuk tinggal di rumah hanya 37,35 persen.
Hal yang perlu diwaspadai adalah pengawasan di pasar tradisional. Risiko penularan tertinggi di Sumsel masih terjadi di pasar tradisional. Saat ini, kluster pasar sudah terjadi di Palembang, tepatnya di Pasar Kebun Semai Palembang. Di pasar itu, 25 pedagang dan pengelola terkonfirmasi positif Covid-19.
Adapun untuk tempat publik lainnya masih terkendali karena pengawasan protokol kesehatan lebih ketat.