Santri Mulai Masuk, Pesantren di Kediri dan Malang Wajib Terapkan Protokol Kesehatan
Penerapan protokol kesehatan ketat menjelang kegiatan belajar pada Juni ini wajib dilakukan pondok pesantren di Kota Kediri dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Tujuannya, mencegah penularan Covid-19 di ponpes.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
KEDIRI, KOMPAS — Penerapan protokol kesehatan ketat menjelang kegiatan belajar mengajar pada Juni ini wajib dilakukan pondok pesantren di Kota Kediri dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Tujuannya, mencegah penularan Covid-19 di pondok pesantren.
Di Kota Kediri, ada sedikitnya 40 pesantren dengan puluhan ribu santri dari berbagai daerah. Pondok Pesantren Lirboyo adalah yang terbesar. Jumlah santrinya lebih kurang 28.000 orang. Ada juga Ponpes Wali Barokah dengan 4.000 santri. Keberadaan santri di Kabupaten Malang juga tinggi, mencapai 48.220 orang.
Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar mengatakan sudah berkoordinasi dengan para pengelola ponpes. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian bersama, mulai dari tahapan santri masuk ponpes hingga kelengkapan protokol kesehatannya.
”Awalnya, kami menunggu perkembangan dulu, wait and see. Namun, akhirnya ada perkembangan kebijakan pertengahan Juni mereka mulai masuk. Jadi, nanti pemerintah daerah bersama TNI/Polri akan memantau saat mereka masuk,” ujar Abu Bakar, Jumat (12/6/2020).
Menurut Abu Bakar, semua ponpes diminta menyiapkan ruang karantina untuk menampung santri yang sakit. Alasannya, tempat yang disediakan Pemkot Kediri untuk menampung pasien Covid-19 terbatas.
Pemkot Kediri hanya menyediakan dua tempat bagi pasien Covid-19. Selain di Rumah Sakit Gambiran untuk mereka yang bergejala, ada juga RS Kilisuci untuk isolasi mandiri bagi orang tanpa gejala yang tidak memiliki tempat untuk isolasi mandiri.
Selain anjuran pemerintah, Abu Bakar mengatakan, ponpes di Kediri sudah memiliki sejumlah rencana penerapan protokol kesehatan ketat. Ponpes Lirboyo, misalnya, bakal menerapkan sistem masuk santri secara bertahap.
Awalnya, hanya santri dari Karesidenan Kediri yang diperbolehkan masuk. Selanjutnya, disusul santri dari luar daerah. Setelah itu, ponpes mewajibkan santri melakukan isolasi mandiri selama dua pekan di tempat khusus yang disediakan.
”Sebelum datang ke Kediri, mereka sudah harus melakukan isolasi mandiri dua minggu di rumah masing-masing. Jadi ada masa isolasi dua kali,” ujar Abu Bakar.
Sebelum datang ke Kediri, mereka sudah harus melakukan isolasi mandiri dua minggu di rumah masing-masing. Jadi ada masa isolasi dua kali.
Di Kabupaten Malang, proses belajar di ponpes akan dimulai pada 15 Juni. Begitu sampai di Malang, santri akan diperiksa kesehatannya, salah satunya suhu tubuh. Jika suhunya di atas 37,3 derajat celsius, akan dilakukan tes cepat pada santri itu.
Bupati Malang telah meminta pengasuh ponpes memberitahukan terlebih dahulu jika santrinya hendak datang. ”Saya akan terjunkan petugas dari dinas kesehatan. Petugas akan membantu pemeriksaan suhu tubuh dan tes cepat. Kalau nanti hasilnya reaktif, akan dilanjutkan swab,” katanya.
Akan tetapi, hanya santri dari Kabupaten Malang yang akan di tes swab atau usap apabila hasil uji cepatnya reaktif. Santri dari luar Kabupaten Malang akan diantar ke daerah asal apabila hasil tes cepatnya reaktif. Namun, pengantaran itu hanya dilakukan untuk siswa yang berasal dari Jatim. Jika berasal dari luar Jatim, pihaknya akan menghubungi orangtua santri agar menjemput anaknya pulang dan melakukan tes di daerah asal.
”Ponpes di Malang diharapkan menyiapkan ruang karantina. Kalau tidak punya, kami akan bantu karantina di rumah susun sewa aparatur sipil negara di kawasan Kepanjen,” katanya.