Di antara ribuan warga yang ingin ikut tes, terselip petugas dengan peralatan alat pelindung diri yang tak kenal lelah, Berkat segala upaya Pemkot Surabaya, hingga Jumat (12/6/2020) sudah 1.188 orang sembuh.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA/IQBAL BASYARI
·4 menit baca
Sejak pagi, ribuan warga memadati Gelanggang Remaja Surabaya untuk mengikuti tes massal Covid-19 yang diselenggarakan Pemerintah Kota Surabaya bersama Badan Intelijen Negara, Jumat (12/6/2020). Di antara ribuan warga yang ingin ikut tes, terselip petugas dengan peralatan alat pelindung diri yang tak kenal lelah mencari warga untuk diobati.
”Maaf, baru bisa menjawab telepon. Baru sampai di puskesmas setelah seharian membantu tes massal dan menjemput warga hasil penelusuran kontak pasien positif,” kata Pelaksana Tugas Kepala Puskesmas Rangkah Dwi Astuti Setyorini dalam panggilan telepon kepada Kompas, Jumat pukul 18.00.
Sejak pukul 07.00, Ririn, sapaan Dwi, mendampingi warga di Kecamatan Tambaksari untuk ikut tes massal di Gelanggang Remaja Surabaya. Dia dan petugas dari Puskesmas Rangkah harus memastikan warga hasil penelusuran kontak pasien positif ikut tes cepat dan tes usap tenggorokan. ”Kalau tes di puskesmas, tim kami yang langsung mengambil sampel,” ujarnya.
Tes massal untuk memutus penularan Covid-19 di Surabaya dimulai sejak 31 Maret 2020. Kala itu, tes dilakukan di 63 puskesmas untuk 20 orang per hari. Sasarannya adalah warga hasil penelusuran kontak pasien positif, orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), tenaga medis, dan hasil pemantauan dari situs.
Maaf, baru bisa menjawab telepon. Baru sampai di puskesmas setelah seharian membantu tes massal dan menjemput warga hasil penelusuran kontak pasien positif.
Ririn merupakan salah satu dari ribuan tenaga kesehatan di Surabaya yang setiap hari harus berkontak dengan warga yang berisiko, bahkan sudah terpapar Covid-19. Di saat warga lain diminta menjauhi kerumunan dan tidak berkontak dengan pasien agar tidak terjadi penularan, mereka tetap harus bertugas.
Saat diadakan tes di puskesmas, pengambilan sampel dilakukannya bersama 19 anggota staf di puskesmas. Meskipun ada perasaan waswas, Ririn tidak mengeluh menjalankan tugasnya untuk memeriksa warga. ”Selama terus menggunakan APD, saya percaya risiko penularan bisa ditekan,” katanya.
Bagi dia, tidak ada masalah untuk mendekati pasien-pasien tersebut. Justru tugas mereka untu menemukan warga-warga yang terpapar Covid-19 sangat penting agar bisa memutus rantai penularan. Semakin banyak menemukan warga positif Covid-19, semakin banyak pula warga yang bisa dihindarkan dari penularan.
Butuh satu jam
Dokter di RSUD dr Soewandhie, Surabaya, Yuni Setyowatiningsih, mengatakan, dalam sehari dia bisa mengambil sampel tes usap hingga 30 orang. Selama bertugas, ia selalu mengenakan alat pelindung diri (APD) agar tetap terlindung. ”Saat mengenakan dan melepas APD, bisa membutuhkan waktu hingga satu jam,” ujarnya.
Warga Surabaya peduli dengan keluarga dan tetangganya sehingga mau untuk dites. Mereka tidak ingin ada orang yang disayangi tertular sehingga pendekatan keluarga yang kami gunakan bisa efektif.
Di rumah sakit rujukan tersebut, dokter yang bertugas untuk mengambil sampel tes usap selalu diatur jadwalnya. Dalam seminggu, seorang dokter mengambil sampel tes usap hingga tiga kali. Pembagian jadwal ini dilakukan agar tidak selalu kontak dengan pasien.
Dokter di RS Premier Surabaya yang bertugas mengambil sampel usap tenggorokan, Vincentius Agung Setiawan, mengatakan, semakin lama bertemu dengan pasien-pasien Covid-19, dia makin bisa mengenali pasien yang kemungkinan besar positif.
”Kalau awal-awal kami masih tebak-tebakan, kini semakin sering bertemu dengan pasien-pasien, melihat gejala klinis, anamnesis, dan hasil pemeriksaan awal, semakin terlihat bedanya,” ujarnya.
Sebagai garda terdepan dalam mencari pasien-pasien Covid-19, dia merasa bertanggung jawab untuk membantu masyarakat. Selama disiplin mengenakan APD saat bertugas, dia percaya bisa melindungi kesehatannya. ”Sejak Maret, saya sudah ikut tes usap tenggorokan tujuh kali,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita mengatakan, petugas tes massal diberikan perlindungan maksimal. Setiap bertugas, mereka dibekali APD dan diberikan makanan tambahan. Setiap dua minggu sekali, petugas diambil sampel tes usap tenggorokan. ”Perlindungan tetap maksimal, terutama beberapa minggu terakhir ketika tes massal semakin massif,” tuturnya.
Hingga Kamis (11/6/2020), tes cepat sudah dilakukan kepada 55.374 orang dengan hasil 5.979 orang reaktif. Sementara 6.801 orang sudah melakukan tes usap tenggorokan dengan persentase positif sebanyak 24,74 persen.
Dalam sehari, tes massal setidaknya dilakukan di dua lokasi. Satu lokasi mampu memeriksa hingga 1.000 sampel tes cepat. Adapun tes usap tenggorokan bisa dilakukan menggunakan laboratorium dari BIN dan 20 rumah sakit di Surabaya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, tes massal dilakukan di perkampungan untuk mendekatkan lokasi dengan warga. Hal itu terbukti cukup efektif menjaring warga untuk mengikuti tes, berbeda dengan daerah lain yang terjadi penolakan.
”Warga Surabaya peduli dengan keluarga dan tetangganya sehingga mau untuk dites. Mereka tidak ingin ada orang yang disayangi tertular sehingga pendekatan keluarga yang kami gunakan bisa efektif,” kata Risma.