Pemkot Cirebon Targetkan 1,36 Persen Penduduk Jalani Tes Usap
Pemerintah Kota Cirebon, Jawa Barat, menargetkan 4.642 warga atau 1,36 persen penduduk menjalani tes usap untuk mendeteksi kasus Covid-19. Dengan begitu, penanganan pasien Covid-19 diharapkan dapat lebih cepat.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pemerintah Kota Cirebon, Jawa Barat, menargetkan 4.642 warga atau 1,36 persen dari total penduduk menjalani tes usap tenggorokan (swab) untuk mendeteksi kasus Covid-19. Dengan begitu, penanganan pasien Covid-19 dapat dilakukan lebih cepat.
Hingga Senin (15/6/2020) atau sekitar empat bulan setelah temuan pertama kasus positif Covid-19 di Cirebon, dinas kesehatan setempat baru melakukan tes usap terhadap 178 warga. Jumlah itu hanya sekitar 0,05 persen dari jumlah penduduk Kota Cirebon kurang lebih 340.000 orang.
Dari pengetesan tersebut, sebanyak 10 orang terkonfirmasi positif Covid-19. Dua di antaranya meninggal dunia dan delapan orang lainnya dinyatakan sembuh. Hingga kini, belum ada warga Kota Cirebon yang positif Covid-19 dirawat di rumah sakit.
”Sebanyak 18 orang yang sudah tes swab kemarin juga hasilnya negatif semua,” kata Kepala Dinas Kesehatan Edy Sugiarto. Meski demikian, tes usap untuk mendeteksi kasus Covid-19 akan tetap dilakukan.
Pemerintah Kota Cirebon menargetkan 4.642 warga menjalani tes usap. Cakupan tes itu termasuk bantuan dari Pemerintah Provinsi Jabar sebanyak 1.242 alat tes usap. Jumlah tersebut setara 1,36 persen dari populasi penduduk di kota seluas 37 kilometer persegi tersebut.
”Artinya, ini lebih tinggi daripada target pemerintah pusat, yakni 0,6 persen dari jumlah penduduk,” ucap Edy. Pihaknya mengklaim jumlah tabung VTM (viral transport medium/media penyimpanan sampel usap) dan kit reagen untuk pemeriksaan sampel mencukupi demi mengejar target tersebut.
Dengan tes usap, pihaknya bisa menangani pasien terduga Covid-19 lebih cepat. Sebelumnya, warga yang rentan terpapar Covid-19 harus menjalani tes cepat terlebih dahulu. Jika hasilnya reaktif, baru dilanjutkan dengan tes usap. Hasil pemeriksaan tes usap juga baru didapatkan hingga lebih dari dua pekan.
Kini, tempat pemeriksaan sampel usap dengan metode reaksi berantai polimerase (PCR) terdapat di RS Pelabuhan dan RSD Gunung Jati, Cirebon. Dalam sehari, lanjutnya, pemeriksaan PCR bisa mencapai 180 sampel. Hasil pemeriksaan bisa diperoleh dua hari setelah sampel diterima.
”Kami juga mengirim dua petugas analis laboratorium ke RSD Gunung Jati karena keterbatasan tenaga. Semoga pemeriksaan PCR bisa optimal hingga Desember 2020, sampai terjadi penurunan kasus baru di Cirebon,” ujarnya.
Kini, tempat pemeriksaan sampel usap dengan metode reaksi berantai polimerase (PCR) terdapat di RS Pelabuhan dan RSD Gunung Jati, Cirebon. Dalam sehari, lanjutnya, pemeriksaan PCR bisa mencapai 180 sampel.
Untuk mencapai target tes usap terhadap 1,36 persen penduduk, pihaknya telah berkoordinasi dengan pemerintah setempat di lima kecamatan agar mendorong warga mengikuti tes tersebut. Tahap awal, sebanyak 120 warga di Pesisir, Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, bakal menjalani tes usap.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Catur Setiya Sulistiyana mendesak pemerintah daerah di Cirebon dan sekitarnya agar fokus melakukan tes usap. Tingkat akurasi tes cepat (rapid test), lanjutnya, jauh lebih kecil dibandingkan tes usap.
”Dengan tes swab, banyak masalah selesai. Pasien bisa mendapatkan kepastian positif atau negatif Covid-19, petugas bisa melacak riwayat kontaknya, dan pasien yang meninggal bisa menjalani pemulasaran sesuai protokol Covid-19,” ujarnnya.
Meski demikian, peningkatan tes usap juga harus diiringi optimalisasi tempat pemeriksaan sampel. Di Laboratorium Fakultas Kedokteran UGJ Cirebon, misalnya, bisa menerima 200, 300, bahkan sempat 450 sampel usap per hari dari Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan. Padahal, kapasitas pemeriksaan masih berkisar 120 sampel per hari.
”Petugas laboratorium kami bertugas hampir tengah malam setiap hari. Kami tetap menargetkan hasil tes swab keluar sehari untuk pasien dalam pengawasan. Pasien lainnya ditargetkan paling lama dua hari,” ujarnya.