Ingin Segera Beraktivitas Lintas Provinsi, Ribuan Warga Sulut Ikut Tes Cepat
Warga di Sulawesi Utara yang ingin kembali beraktivitas dan melintas antarprovinsi berupaya memenuhi persyaratan keterangan bebas Covid-19 dengan mengikuti tes cepat atau tes sampel usap tenggorokan.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Warga di Sulawesi Utara yang ingin kembali beraktivitas dan melintas antarprovinsi berupaya memenuhi persyaratan keterangan bebas Covid-19 dengan mengikuti tes cepat atau tes sampel usap tenggorokan di fasilitas kesehatan swasta. Pemerintah menilai peran laboratorium swasta membantu memperluas jangkauan tes.
Rumah Sakit Siloam Manado, Sulut, adalah salah satu fasilitas kesehatan (faskes) swasta yang menyediakan tes cepat (rapid test) dan tes usap (swab) berbayar. Sekitar 150 orang mengikuti tes cepat, Jumat (19/6/2020). Puluhan orang masih mengantre hingga lewat tengah hari. Adapun sekitar 40 orang diambil sampel usapnya untuk diuji dengan metode reaksi rantai polimerase (PCR).
Salah seorang peserta tes cepat, Edy Ando (52), harus menempuh jarak sekitar 80 kilometer dari Minahasa Tenggara ke Manado untuk tes cepat. Pengecer ikan asin itu ingin segera kembali beraktivitas ke pusat pengambilan ikan di Kabupaten Banggai Laut, Sulawesi Tengah, sebelum kembali ke area Minahasa untuk berdagang.
”Saya cari rapid test yang lebih murah. Di Siloam Rp 350.000, kalau di (laboratorium) Prodia Rp 806.000. Bukti (nonreaktif) dari rapid test ini salah satu syarat untuk melintasi batas provinsi. Saya pakai jalur darat dulu ke Gorontalo, baru kemudian naik kapal ke Banggai,” kata Edy.
Sementara Yanto Abdul (45), sopir asal Gorontalo yang rutin membawa penumpang dari dan ke Manado, memilih tes cepat di Siloam karena alasan biaya. Di Rumah Sakit Umum Daerah Aloei Saboe Gorontalo, biaya tes cepat disebutnya mencapai Rp 900.000.
Kendati begitu, persyaratan ini dinilai memberatkan keuangannya. Pendapatan brutonya sebagai sopir Rp 1 juta dalam dua hari. Namun, ia diwajibkan tes setiap tiga hari sesuai masa berlaku surat bukti hasil tes cepat, mengingat Gorontalo mulai menapaki fase normal baru.
Akhirnya, kami dikasih beberapa formulir surat kewaspadaan yang bisa dipakai selama 14 hari tanpa harus rapid test berulang-ulang.
”Pemasukan kurang, BLT (bantuan langsung tunai) juga cuma Rp 600.000 per bulan selama tiga bulan. Akhirnya, sopir-sopir yang rutin ke Gorontalo coba nego(siasi) ke petugas perbatasan. Akhirnya, kami dikasih beberapa formulir surat kewaspadaan yang bisa dipakai selama 14 hari tanpa harus rapid test berulang-ulang,” katanya.
Kepala Divisi Bisnis Rumah Sakit Siloam Manado Felicia Valentine mengatakan, layanan tes cepat dan PCR berbayar telah dibuka sejak minggu keempat April 2020. Sekitar 700 spesimen usap dan 4.000 sampel darah peserta tes cepat telah diambil. Kebanyakan peserta adalah orang yang harus bepergian ke luar Sulut dan rombongan karyawan kantor yang diwajibkan tes cepat atau usap oleh perusahaannya.
Menurut Felicia, peserta tes cepat lebih banyak karena harganya yang lebih terjangkau, yaitu Rp 350.000. Tes lain yang serupa, yaitu serologi antibodi, dipasarkan seharga Rp 250.000. Keduanya dapat digunakan sebagai syarat perjalanan selama tiga hari. Sejak penerbangan dari Bandara Sam Ratulangi dibuka, 10 Juni, permintaan tes cepat naik 100 persen.
Sementara itu, layanan tes usap yang hasilnya terbit dalam tiga hari bernilai Rp 2,5 juta. Jika ingin hasil keluar dalam 24 jam, ada layanan tes usap seharga Rp 6,5 juta. ”Sampel harus kami kirim ke laboratorium Siloam di Jakarta. Kapasitasnya 752 sampel per hari sehingga hasil bisa keluar tepat waktu,” kata Felicia.
Felicia menambahkan, jumlah sampel usap yang diuji beserta hasilnya selalu dilaporkan kepada gugus tugas pusat dan daerah. Artinya, faskes swasta seperti RS Siloam dan Laboratorium Prodia turut serta dalam sistem surveilans Covid-19 di Sulut. Manajemen Prodia tidak merespons saat dimintai keterangan.
Sebaliknya, juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sulut, dr Steaven Dandel, mengatakan, pihaknya masih berupaya merekapitulasi jumlah sampel yang diuji oleh kedua laboratorium tersebut. Sebab, selama ini hanya kasus positif yang dilaporkan ke gugus tugas.
”Seharusnya, hasil positif ataupun negatif tetap dilaporkan. Ini penting untuk menghitung positivity rate (tingkat positif) dari semua kasus. Itu indikator penting untuk performa penanganan di daerah menuju tatanan hidup normal,” kata Steaven.
Hingga Kamis (18/6/2020), tes cepat di Sulut telah dilaksanakan 26.059 kali di 15 kabupaten/kota di Sulut. Total hasil reaktif 1.457. Pada Jumat sore, Sulut ketambahan 23 kasus baru sehingga total kasus Covid-19 menjadi 784.
Adapun 8.620 sampel usap telah diambil sejak awal pandemi merebak di Sulut. Steaven mengatakan, rasio tes telah mencapai 3,51 tes per 1.000 penduduk.
Menurut standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rasio tes yang harus dicapai adalah 1 per 1.000 penduduk per minggu. Artinya, dari total penduduk 2,6 juta, setidaknya 2.600 orang harus dites setiap pekan.
Berdasarkan data Gugus Tugas Covid-19 provinsi, jumlah sampel usap yang diambil untuk diuji terus meningkat. Sebanyak 661 diambil pada pekan ketiga Mei dan 888 pada pekan keempat Mei. Pada 1-7 Juni dan 8-14 Juni, masing-masing 1.217 dan 1.342 sampel telah diambil.
Kendati terus meningkat, Gugus Tugas Covid-19 Sulut baru mampu mencapai 51,6 persen standar WHO. Semakin banyak pemeriksaan dilakukan, semakin tinggi pula peluang menemukan kasus baru sekaligus mencegah penyebarannya.
Berdasarkan 14 indikator yang harus dipenuhi untuk memasuki tatanan normal baru, pada pekan kedua Juni, Sulut masih berada di zona jingga atau risiko sedang dengan bobot nilai 1,92. Capaian ini lebih baik ketimbang 1,63 (zona merah atau risiko tinggi) pada pekan pertama Juni.