Bencana banjir kembali menimpa sejumlah wilayah di Konawe Utara. Selain menerjang ratusan rumah, banjir juga merendam arus transportasi Trans-Sulawesi. Warga di enam kecamatan diimbau waspada terhadap bencana lanjutan.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Bencana banjir kembali menimpa sejumlah wilayah di Konawe Utara. Selain merendam ratusan rumah dan belasan desa, banjir juga merendam arus transportasi Trans-Sulawesi. Warga di enam kecamatan diimbau waspada terhadap bencana lanjutan seiring curah hujan yang terus turun.
Kepala Bidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Konawe Utara Jasmidi menyampaikan, banjir yang terjadi sejak tiga terakhir merendam belasan desa di daerah bantaran sungai. Ketinggian air bahkan mencapai 1 meter lebih sehingga memutus akses Trans-Sulawesi.
”Sampai hari ini jalur Trans-Sulawesi di Desa Sambandete, Oheo, belum bisa dilalui karena ketinggian air lebih dari 1 meter. Kami telah menyiagakan perahu karet di lokasi untuk membantu warga yang tinggal di sektiar lokasi,” kata Jasmidi, dihubungi dari Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu (28/6/2020).
Jasmidi menyampaikan, hujan yang turun terus-menerus dengan intensitas menengah hingga tinggi membuat debit air sungai melimpah. Sungai utama, yaitu Sungai Lalindu dan Sungai Landono, meluber sehingga merendam daerah sekitar.
Sampai hari ini jalur Trans-Sulawesi di Desa Sambandete, Oheo, belum bisa dilalui karena ketinggian air lebih dari 1 meter. Kami telah menyiagakan perahu karet di lokasi untuk membantu warga yang tinggal di sektiar lokasi.
Sejauh ini, kata Jasmidi, belasan desa di Konawe Utara terpantau dilanda banjir. Sebagian warga mengungsi ke rumah keluarga terdekat, dan sebagian besar masih bertahan. BPBD bersama instansi terkait telah mengimbau warga agar meningkatkan kewaspadaan di tengah curah hujan yang terus tinggi.
”Kami juga sudah buka posko bencana di kantor BPBD Konut. Bencana ini memang membuat kami kalang kabut karena seperti kita tahu bahwa juga sedang terjadi pandemi Covid-19. Tapi kami berusaha menangani dua hal ini, dan tetap mengarahkan masyarakat memperhatikan protokol kesehatan,” tuturnya.
Data Basarnas Kendari, banjir merendam sejumlah desa di dua kecamatan, yaitu Andowia dan Asera. Jumlah keluarga terdampak sekitar 500 keluarga di lima desa.
Sementara itu, Pemkab Konawe Utara telah mengeluarkan status tanggap darurat bencana untuk enam kecamatan, yaitu Andowia, Asera, Langgikima, Oheo, Landawe, dan Wiwirano, Tanggap darurat dimulai pada 17 Juni hingga 30 Juni mendatang.
Mengambil langkah cepat
Bupati Konut Ruksamin menyampaikan, pihaknya telah memerintahkan instansi terkait mengambil langkah cepat penanganan banjir yang semakin hari semakin tinggi. Semua warga yang berada di daerah rawan banjir diarahkan untuk segera mengungsi dan menempati hunian sementara yang telah dibangun akibat banjir tahun 2019 lalu.
”Kami telah instruksikan BPBD untuk mengevakuasi semua warga yang berada di bantaran sungai. Logistik warga juga disiapkan, dan hunian sementara dilengkapi. Seperti kita lihat, hujan masih terus terjadi dan intensitas air terus naik,” ucapnya.
Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Kendari Ramlan menuturkan, curah hujan tinggi masih akan terjadi hingga tiga hari ke depan. Musim yang memang memasuki puncak penghujan membuat intensitas hujan bertambah setiap waktu.
”Kalau kita perhatikan beberapa hari terakhir, di Konawe Utara, dan sekitarnya memang terjadi hujan dengan skala sedang hingga tinggi, sekitar 100 milimeter per hari. Tapi intensitas hujan yang hampir tidak berhenti membuat debit air melimpah. Kami sudah sampaikan ke Pemkab Konut terkait potensi curah hujan ke depan,” ucapnya.
Dengan musim seperti ini, Ramlan menambahkan, bencana hidrometeorologi lanjutan harus diwaspadai. Hujan tinggi di hulu, bisa berpotensi membawa debit air yang besar, ataupun longsor. Terlebih lagi, dengan kondisi hulu yang terbuka, dan wilayah pemukiman warga yang berada di daerah cekungan, membuat potensi bencana semakin besar.
Kepala Desa Puuwanggudu Jumran menyampaikan, hujan telah turun sejak sepekan terakhir dan membuat sungai yang mendangkal meluap. Banjir merendam puluhan rumah dan membuat 300-an warga desa terdampak.
”Dari 136 keluarga di desa Puuwanggudu ini, 97 keluarga terdampak. Kami telah mengarahkan agar warga segere menempati hunian sementara yang telah disiapkan. Karena tidak menutup kemungkinan air terus naik,” katanya.
Jumran menyampaikan, banjir yang terjadi kali ini membuat warga trauma berlipat. Sebab, banjir tahun lalu masih membekas di benak warga. Saat itu banjir tidak hanya membuat ratusan rumah warga terendam, tetapi juga membuat ekonomi masyarakat lumpuh. Selain rumah yang rusak diterjang banjir, sawah dan kebun warga gagal panen.
Banjir bandang pada Juni 2019 lalu membuat ratusan rumah warga hulang disapu terjangan air di Konawe Utara. Bencana banjir membuat ribuan warga mengungsi hingga saat ini. Belum pulih dari bencana ini, bencana lanjutan mengancam.
Bencana berulang ini terjadi akibat eksploitasi dari kawasan hulu hingga muara di daerah Konawe Utara, sehingga degradasi lingkungan terjadi. Pelanggaran lingkungan dari berbagai aktifitas membuat daya dukung lingkungan terus menurun. Ancaman bencana selalu datang seiring berkurangnya fungsi hutan.
Kritisnya kondisi lingkungan terlihat jelas di sejumlah daerah hulu, terutama di Kecamatan Langgikima dan Oheo, sebagaimana ditelusuri Kompas awal Agustus lalu. Dua daerah yang berada di lereng dan lembah itu dipenuhi kelapa sawit yang ditanam sejak 2007 dan mulai dipanen pada 2011.
Tak hanya di lereng dan lembah, kelapa sawit ditanam hingga ke bibir sungai. Di banyak titik, terlihat jelas alur air dari kebun sawit mengalir langsung menuju sungai tanpa adanya kolam atau penampungan sementara. Kawasan perkebunan sawit tersebut dulunya hutan lebat.