Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sedang menyiapkan diri menuju tatanan normal baru. Mereka tengah memverifikasi destinasi, layanan, dan sarana yang sudah siap dengan protokol kesehatan yang dibutuhkan.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sedang menyiapkan diri menuju tatanan normal baru. Mereka tengah memverfikasi destinasi, layanan, dan sarana apa yang sudah siap dengan protokol kesehatan yang dibutuhkan.
”Seluruh aspek meliputi destinasi wisata, transportasi, pelayanan publik, hotel, dan restoran sedang dalam tahap verifikasi untuk persiapan era normal baru (new normal). Kita (Banyuwangi) belum masuk era new normal,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Banyuwangi Widji Lestariono di Banyuwangi, Minggu (21/6/2020).
Widji mengatakan, destinasi wisata belum diperkenankan beroperasi dan memungut retribusi. Hal itu dilakukan karena destinasi-destinasi tersebut masih dalam tahap verifikasi. Destinasi wisata diizinkan beroperasi dan memungut retribusi jika sudah mengantongi sertifikat normal baru dan diberi stiker khusus.
Sertifikat dan stiker menjadi penanda seluruh layanan di destinasi tersebut telah memenuhi syarat dan bisa beroperasi. Keduanya, lanjut Widji, menjadi jaminan bagi tamu dan pelanggan saat memilih restoran, destinasi, atau hotel yang sudah menyediakan layanan dengan protokol kesehatan.
”Saat ini memang ada restoran yang buka, tetapi tidak punya sertifikat. Kalau kondisinya seperti itu, biarkan pasar yang menilai. Berarti tempat itu tidak memberikan jaminan kesehatan,” tutur Widji.
Pemegang sertifikat akan terus dievaluasi. Jika nantinya ditemukan ada protokol kesehatan yang diabaikan, dinkes akan mencabut sertifikat itu. Dengan demikian, pasar lagi-lagi yang akan memberikan penilaian tentang standar protokol kesehatan yang diterapkan.
Widji mengatakan, jika nanti seluruh akses destinasi wisata dibuka, dibutuhkan kesiapsiagaan ekstra. Namun, pihaknya siap jika terjadi lonjakan kasus setelah dibukanya kembali sejumlah destinasi wisata.
Saat ini memang ada restoran yang buka, tetapi tidak punya sertifikat. Kalau kondisinya seperti itu, biarkan pasar yang menilai. Berarti tempat itu tidak memberikan jaminan kesehatan.
Kesiapsiagaan tersebut dilakukan dengan memberi pelatihan menghadapi kondisi gawat darurat kepada pengelola destinasi wisata, hotel, dan pemandu wisata. ”Sebanyak 45 puskesmas, 13 rumah sakit juga bersiaga. Ada enam rumah sakit rujukan khusus Covid-19, masing-masing punya sekitar 50 tempat tidur,” ungkapnya.
Widji mengakui, masih sedikit destinasi wisata yang sudah mengantongi sertifikat normal baru. Salah satunya adalah Pantai Boom. Selain destinasi, layanan jasa pemandu wisata Kawah Gunung Ijen juga sudah mengantongi sertifikat.
Sedikitnya 91 pemandu wisata di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Ijen sudah mendapat lisensi sebagai pemandu wisata bersertifikat protokol kesehatan. Sertifikat diserahkan Bupati Abdullah Azwar Anas di ruang terbuka hijau Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Jumat (19/6/2020).
Anas mengatakan, nantinya di era normal baru pariwisata tidak lagi sekadar mengedepankan pelayanan prima. Protokol kesehatan yang ketat akan menjadi daya tarik utama. ”Kita harus aman dari Covid-19, sekaligus aktivitas ekonomi harus tetap produktif. Maka, harus ada langkah untuk menjamin keselamatan bersama,” kata Anas.
Pada masa kenormalan baru, lanjut Anas, sejumlah aktivitas pariwisata yang berkaitan dengan alam, seperti hiking dan aktivitas gunung lainnya, akan lebih diminati masyarakat. Banyuwangi sebagai salah satu daerah yang menawarkan ekowisata harus bersiap menghadapi momentum tersebut.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi Yanuarto Bramuda mengungkapkan, standardisasi kualitas pemandu wisata dilakukan dengan uji kompetensi seputar pengetahuan tentang destinasi, standar pelayanan, hingga pengetahuan protokol Kesehatan Covid 19. Dari 149 orang yang mengikuti uji tersebut, hanya 91 orang yang lolos dan mendapatkan sertifikat.
Ketua Himpunan Pemandu Khusus Wisata Ijen (HPKWI) Sofyan mengatakan, tidak semua pemandu mengikuti pelatihan. Hanya perwakilan saja yang mengikuti pelatihan, selanjutnya perwakilan tersebut menginfokan kepada rekan-rekan lainnya.
”Kami hanya ikut pelatihan saja, tidak ada tes. Siapa saja yang masuk dalam keanggotaan resmi HPKWI pasti dapat sertifikat dan pin tersebut,” ujarnya.
Salah seorang pemandu wisata yang berhasil mengantongi sertifikat tersebut ialah Napian (45). Sebelum mendapat sertifikat, ia harus mengikuti empat kali pelatihan yang diadakan dinas pariwisata dan dinas kesehatan.
”Sekarang kalau mau bawa tamu memang lebih repot, tetapi demi keamanan dan kesehatan saya dan tamu harus dijalani. Sekarang kami harus pakai masker, sarung tangan, dan bawa hand sanitizer,” ujarnya.
Napian juga diharuskan mengenakan papan nama dan pin khusus sebagai penanda pemandu wisata resmi dan menerapkan protokol kesehatan. Tanpa pin, para pemandu wisata tidak dapat mengantar tamu ke kawah Gunung Ijen.