Meja Makan, Ruang Rindu Kehangatan Itu Datang Lagi
Pandemi Covid-19 mengubah segalanya, termasuk kebiasaan keluarga untuk makan di luar rumah. Untuk sekian lama, meja makan di rumah kembali jadi saksi perjalanan, rasa, dan cerita sebuah keluarga di dalamnya.
Oleh
melati mewangi
·5 menit baca
Pandemi Covid-19 mengubah segalanya, termasuk kebiasaan keluarga untuk makan di luar rumah. Saat ini, pembelian makanan secara take away atau dibawa pulang menjadi pilihan bijak. Melahap di tempat jadi barang langka. Untuk sekian lama, meja makan di rumah kembali jadi saksi perjalanan, rasa, dan cerita sebuah keluarga di dalamnya.
Kesempatan makan bersama merupakan sesuatu yang mahal bagi sebagian keluarga. Tak jarang padatnya aktivitas di luar rumah memaksa mereka untuk melewatkannya. Anjuran pemerintah agar diam dan bekerja dari rumah selama pandemi membuat intensitas pertemuan antar-anggota semakin sering di rumah.
Kesempatan ini bagaikan kartu ”bebas parkir” permainan monopoli. Terserah mau melakukan apa pun atau ingin mendapatkan sesuatu. Sebagian memanfaatkan waktu bersama keluarga di rumah untuk berkreasi menu masakan, bercocok tanam, dan menekuni hobi.
Beberapa mungkin bingung cara berinteraksi dengan orang rumah dalam waktu yang lama karena belum terbiasa. Toh, pada akhirnya setiap keluarga memiliki cara sendiri untuk menemukan kehangatan antar-anggota. Cara sederhana yang bisa dilakukan adalah makan bersama.
Charles A Gallagher SJ dalam buku Anda Dapat Mengubah Dunia: Kiat Menata Hidup Keluarga Bahagia (1996) mengatakan, salah satu kenyataan yang paling menyedihkan dari kehidupan masyarakat modern adalah hilangnya perjamuan keluarga. Mereka tidak lagi makan bersama sebagai satu keluarga, atau, jika makan bersama, hal itu dilakukan dengan terburu-buru.
Perjamuan keluarga yang dimaksud Gallagher adalah semua anggota keluarga duduk bersama setiap malam setidaknya satu jam untuk makan bersama. Ia menggambarkan, keluarga yang tak pernah berkumpul makan bersama bagaikan kumpulan teman-teman kamar dengan jadwal berbeda.
Menurut dia, perjamuan keluarga merupakan bagian penting dari proses pengeratan bagi suatu keluarga. Kesempatan ini tidak bisa diganti atau ditukar. ”Keluarga bukanlah keluarga tanpa perjamuan bersama,” kata Gallagher.
Beberapa keluarga yang telah mempraktikkan upaya tersebut, kata Gallagher, membutuhkan waktu sekitar dua hingga tiga bulan untuk melekatkannya ke dalam rutinitas keluarga. Indikatornya adalah setiap anggota keluarga menikmati percakapan yang terjadi selama makan bersama. Tak heran banyak persoalan begitu mudah dikemukakan dengan rileks dan tenang saat tengah makan.
Kehangatan keluarga bisa muncul dari meja makan sebagai tempat makan bersama. Akan tetapi, meja makan bukan menjadi obyek mutlak yang harus dimiliki, melainkan sebagai salah satu sarana untuk mendekatkan. Bahkan, pemandangan meja makan hanya digunakan sebagai ”rumah” bagi toples kerupuk, botol vitamin, atau keranjang buah, lebih sering dijumpai dibandingkan untuk perjamuan makan.
Situasi pandemi membuat Dewi Mukhlisoh (24), perantau asal Yogyakarta yang sekarang bekerja di Jakarta, harus bekerja dari rumah. Saat di rumah, momentum makan malam bersama menjadi hal yang dirindukannya. Kebiasaan ini ditanamkan orangtuanya sejak dia kecil. Saat itu, semua anggota keluarga duduk bersama, makan, dan berbagi pengalaman yang dilakukan selama sehari.
”Kami mengobrol banyak hal meski waktunya tidak lama. Kami banyak bercanda dan cerita,” katanya.
Bahkan, pemandangan meja makan hanya digunakan sebagai ’rumah’ bagi toples kerupuk, botol vitamin, atau keranjang buah, lebih sering dijumpai dibandingkan untuk perjamuan makan,
Makan malam memang menjadi kesempatan yang mudah untuk mengumpulkan keluarga. Namun, kehangatan keluarga juga bisa ditemukan dalam aktivitas lain, misalnya, duduk bersantai sambil ngemil pada sore hari atau bercocok tanam di halaman rumah.
Kebiasaan makan bersama di meja makan jarang dilakukan keluarga Inggrid Chrisanti (25), perantau lainnya. Penyebabnya, setiap anggota keluarganya memiliki jam makan berbeda. Makan bersama keluarga hanya dilakukan saat ada perayaan khusus.
Kesibukan setiap anggota tak seharusnya menjadi penyebab berkurangnya komunikasi. Ibunya lantas menyiasatinya dengan membuat kegiatan santai pada sore hari, seperti bikin rujak buah (rujakan) atau ngemil pempek.
Saat itu, semua anggota keluarga akan berkumpul untuk mengobrol santai sambil makan camilan yang disediakan. Intinya, setiap anggota keluarga meluangkan waktu untuk bercengkerama.
Inggrid menyadari, kebiasaan makan bersama dalam keluarga begitu penting. Dari sana akan terjalin sebuah interaksi yang lebih cair antara orangtua dan anak. Momentum itulah yang sangat dirindukannya, apalagi setelah merantau.
”Apa pun aktivitas dan kapan saja waktunya, momen kumpul itu jadi kesempatan membangun komunikasi antar-anggota. Kami sebagai anak merasa diperhatikan, orangtua juga tahu apa yang dialami anak,” kata Inggrid.
Jika diperhatikan, adegan makan bersama keluarga dalam film atau drama Korea Selatan tak pernah luput untuk ditampilkan. Bagian itu tak jarang jadi kekuatan dalam film atau serial yang ditampilkan. Hubungan kedekatan antar-anggota biasanya tampak dari adegan itu. Setiap anggota berkesempatan berbagi cerita dan rahasia. Tak sedikit masalah keluarga diselesaikan di atas meja makan. Kegiatannya tampak sederhana, tetapi besar manfaatnya.
Beberapa penelitian memperlihatkan manfaat makan bersama dalam keluarga juga berpengaruh baik bagi perkembangan anak. Survei pada 2012 dari The National Center on Addiction and Subtance Abuse, Universitas Columbia, Amerika Serikat, menjumpai remaja usia 12-17 tahun yang makan malam bersama keluarga kurang dari dua kali per minggu berisiko 1,5 kali mengalami stres lebih tinggi dibandingkan dengan anak lain yang kerap makan bersama keluarga.
Apa pun aktivitas dan kapan saja waktunya, momen kumpul itu jadi kesempatan membangun komunikasi antar-anggota. Kami sebagai anak merasa diperhatikan, orangtua juga tahu apa yang dialami anak
Aktivitas makan bersama keluarga menjadi momen mempererat hubungan antar-anggota. Orangtua akan semakin mengenal keseharian dan masalah yang dihadapi anaknya. Cara ini bisa mengurangi stres pada anak dan menghindarkan mereka terlibat obat terlarang, minuman beralkohol, dan merokok.
Terbatasnya ruang gerak dan aktivitas di luar rumah tak boleh menghalangi keluarga dalam mencari waktu berkualitas. Situasi sekarang bisa menjadi kesempatan bagi keluarga untuk memulai kebiasaan makan bersama di rumah.
Seperti kata Gallagher, ”Ambil waktu, tidak perlu terburu-buru. Kita tidak akan ke mana-mana. Sekarang, kita hanya menikmati kehadiran satu sama lain.”