Protokol Kesehatan di Pasar Tradisional Paling Sulit Diterapkan
Penerapan protokol kesehatan, terutama jaga jarak, di sejumlah pasar tradisional di Kota Yogyakarta belum optimal. Salah satu penyebabnya karena areal luas pasar yang terbatas, sedangkan jumlah pengunjung banyak.
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Penerapan protokol kesehatan di sejumlah pasar tradisional di Kota Yogyakarta masih sulit direalisasikan secara maksimal. Warga dan pedagang belum sepenuhnya tertib memakai masker dan menjaga jarak. Pemerintah setempat mengakui pasar menjadi salah satu lokasi yang paling sulit diatur dalam penerapan protokol kesehatan.
Berdasarkan pantauan Kompas, Selasa (30/6/2020), penerapan protokol kesehatan yang belum optimal itu, antara lain, terjadi di Pasar Kotagede, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada Selasa, tampak pedagang dan warga yang mengunjungi pasar tersebut belum menerapkan aturan menjaga jarak yang benar.
Kesulitan menjaga jarak itu antara lain terjadi karena jalan atau lorong di dalam Pasar Kotagede relatif sempit. Oleh karena itu, warga akan kesulitan menjaga jarak ketika berjalan di dalam pasar, terutama saat berpapasan dengan orang lain.
Selain itu, belum semua warga dan pedagang di Pasar Kotagede berdisiplin mengenakan masker. Sebagian besar pedagang dan warga yang datang ke pasar itu memang sudah mengenakan masker, tetapi beberapa tak menggunakan masker secara benar hingga menutup hidung dan mulut.
Di sisi lain, masih dijumpai warga atau pedagang yang tak mengenakan masker sama sekali. Padahal, di dekat pintu masuk Pasar Kotagede sudah terpasang spanduk yang berisi pengumuman bahwa area pasar tersebut merupakan area wajib memakai masker.
Salah seorang warga yang berkunjung ke Pasar Kotagede, Ega (24), berpendapat, penerapan protokol kesehatan di Pasar Kotagede masih perlu ditingkatkan. Hal ini karena warga dan pedagang di dalam Pasar Kotagede masih kesulitan menjaga jarak akibat kondisi pasar yang relatif sempit.
Warga dan pedagang di dalam Pasar Kotagede masih kesulitan menjaga jarak akibat kondisi pasar yang relatif sempit.
”Masih susah untuk jaga jarak karena memang pedagangnya juga dempet-dempetan (berdekatan),” ujar Ega, warga Kelurahan Purbayan, Kecamatan Kotagede.
Ega menuturkan, di Pasar Kotagede sudah tersedia tempat cuci tangan beserta sabun untuk para pedagang dan pengunjung. Namun, dia menyebut, masih ada pedagang yang belum mengenakan masker. ”Untuk tempat cuci tangan, sudah memadai. Namun, masih ada sebagian pedagang yang belum memakai masker,” ucapnya.
Salah seorang pedagang di Pasar Kotagede, Prastowo (35), menuturkan, pedagang di pasar itu sebenarnya sudah diwajibkan memakai masker. Selain itu, warga yang berbelanja ke pasar tersebut juga diharuskan mengenakan masker.
”Warga yang masuk ke pasar kalau ketemu petugas pasti dianjurkan pakai masker juga,” ujar Prastowo yang berjualan sandal dan sepatu di Pasar Kotagede.
Sementara itu, penerapan protokol kesehatan di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, sudah berjalan lebih baik. Di pasar tersebut sudah dipasang pembatas jalan agar pengunjung bisa menjaga jarak satu sama lain ketika berada di pasar. Pemasangan pembatas itu bisa dilakukan karena jalan atau lorong di Pasar Beringharjo relatif lebar.
Salah seorang pedagang Pasar Beringharjo, Sakiyem (61), mengatakan, sejumlah pedagang di pasar itu juga diminta menggeser lapaknya agar aturan menjaga jarak bisa diterapkan. Selain itu, sebagian pedagang juga diminta menaruh dagangannya di tempat lain supaya ada jarak yang cukup di antara pedagang yang berjualan.
”Kalau lapaknya terlalu dekat, disuruh mundur supaya bisa jaga jarak. Kami menurut saja asalkan masih boleh jualan,” ujar Sakiyem yang berjualan tahu dan tempe di Pasar Beringharjo.
Pedagang pisang di Pasar Beringharjo, Mugiyanti (49), menuturkan, para pedagang juga diwajibkan memakai masker dan mencuci tangan sebagai bagian dari protokol kesehatan. ”Para pedagang harus tertib di sini, harus pakai masker dan cuci tangan,” tuturnya.
Meski begitu, berdasar pantauan Kompas, masih ada sebagian pedagang dan warga yang mengenakan masker secara salah karena tak menutupi hidung dan mulut. Di sisi lain, ada juga pedagang dan warga yang tidak memakai masker sama sekali.
Sulit
Sekretaris Daerah DI Yogyakarta Kadarmanta Baskara Aji mengakui, penerapan protokol kesehatan di pasar tradisional sulit dilakukan. Hal ini karena kebanyakan pasar tradisional memiliki area yang tak terlalu luas, sedangkan jumlah pengunjungnya relatif banyak.
Kondisi itu membuat aturan jaga jarak menjadi sulit diterapkan di pasar tradisional. ”Pasar itu adalah wilayah yang paling berat untuk diatur,” ujar Kadarmanta.
Kadarmanta menambahkan, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY telah menginstruksikan pemerintah kabupaten/kota untuk mengatur secara ketat penerapan protokol kesehatan di pasar tradisional. Dia menyebut, aturan jaga jarak dapat diterapkan dengan membatasi jumlah pengunjung di pasar tradisional.
”Jumlah pengunjung harus dibatasi. Kalau sudah penuh, ya, distop, tetapi harus ada jalan keluar juga agar pengunjung yang menunggu tidak berdesak-desakan di luar,” ungkap Kadarmanta.
Aturan jaga jarak dapat diterapkan dengan membatasi jumlah pengunjung di pasar tradisional.
Selain itu, jalur masuk pengunjung ke pasar harus dibuat berbeda dengan jalur keluar. Hal ini agar warga yang berkunjung ke pasar tidak berdesak-desakan dan aturan jaga jarak bisa diterapkan dengan baik. ”Jalur masuk dan jalur keluar harus dibuat berbeda supaya tidak berdesak-desakan,” kata Kadarmanta.
Dalam kesempatan sebelumnya, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan, alur pergerakan pengunjung di pasar tradisional akan diatur. Pengaturan itu bertujuan untuk memastikan aturan jaga jarak bisa diterapkan sehingga bisa menekan potensi penularan Covid-19.
”Ini akan kami lakukan ke semua pasar tradisional. Saat ini, kami mengutamakan pasar-pasar yang representatif untuk kami tata, khususnya terhadap pasar yang tingkat kepadatannya cukup tinggi dan punya risiko cukup besar,” tutur Heroe.