Setelah satu kapal pemandu wisata tenggelam di Buton, Sultra, sementara 43 wisatawan terjebak saat berwisata di Konawe Utara. Selain pandemi Covid-19, hujan tinggi dan angin kencang berbahaya bagi aktivitas wisata.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Sebanyak 43 orang dari dua kelompok wisatawan di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, terjebak saat berwisata di hutan dan air terjun. Sebelumnya, kapal pemandu wisata tenggelam di perairan Buton. Kondisi curah hujan yang tinggi dan angin kencang berbahaya bagi aktivitas wisata di wilayah ini.
Sebanyak 43 orang dari dua kelompok terjebak saat berwisata di wilayah Konawe Utara. Dari jumlah tersebut, 33 orang terjebak saat berwisata di air terjun, dan 10 orang sewaktu piknik di hutan. Pencarian oleh tim SAR, Pemkab Konawe Utara, dan sejumlah unsur terkait berhasil menemukan semua korban pada Senin (6/7/2020) pagi.
Tim lalu bergerak mencari bersama BPBD Konawe Utara, Polres Konawe Utara, dan masyarakat. Pada pukul 07.40 Wita, sepuluh korban berhasil ditemukan dalam kondisi selamat, sekitar 8,5 kilometer dari pos desa.
Kepala Basarnas Kendari Aris Sofingi, Senin siang, menjelaskan, sebanyak 33 pelaku wisata terjebak saat berwisata di Air Terjun Lamesou, Lasolo. Wisatawan ini terjebak karena Sungai Lasolo meluap dan tidak bisa dilintasi saat wisatawan berencana pulang, Minggu sore.
Hujan deras menjadikan wisatawan tidak bisa berbuat banyak. Terlebih lagi, mereka tidak membawa perlengkapan memadai. Senin, sekitar pukul 09.00 Wita, lokasi wisatawan berhasil diketahui. Para korban berjarak 2,7 kilometer dari posko SAR yang dibentuk oleh tim.
Puluhan orang ini, tambah Aris, lalu dievakuasi menggunakan tali yang membentang di atas sungai dan diseberangkan satu per satu. Satu orang wisatawan yang sakit dievakuasi dan dibawa ke lokasi fasilitas kesehatan terdekat.
Pendakian
Aris mengatakan, sebanyak 15 orang dari kelompok lain melakukan pendakian di Hutan Woila, Waolindu. Meski demikian, hanya lima orang dari rombongan tersebut yang kembali pada Senin dini hari, sementara sepuluh orang lainnya belum juga tiba. Wisatawan ini sebagian berasal dari Kendari.
”Tim lalu bergerak mencari bersama BPBD Konawe Utara, Polres Konawe Utara, dan masyarakat. Pada pukul 07.40 Wita, sepuluh korban berhasil ditemukan dalam kondisi selamat, sekitar 8,5 kilometer dari pos desa,” kata Aris.
Bupati Konawe Utara Ruksamin menyampaikan, semua korban yang terjebak di dua lokasi ditemukan dalam kondisi selamat. Satu orang yang sakit dan memiliki penyakit bawaan telah dilarikan ke RSUD Konawe Utara untuk segera dilakukan perawatan.
Menurut Ruksamin, dua kejadian yang terjadi hampir bersamaan ini disebabkan cuaca buruk dan hujan ekstrem. Hal itu membuat sungai meluap dan jalan di hutan menjadi licin. Cuaca dingin juga menyerang.
”Per hari ini juga kami melanjutan tanggap darurat banjir di wilayah ini, setelah dua minggu sebelumnya kami keluarkan. Semua lokasi wisata minat khusus juga belum kami buka dan tidak menyarankan wisatawan untuk datang. Selain karena pandemi, cuaca juga sangat tidak memungkinkan,” paparnya.
Sejauh ini, tutur Ruksamin, hanya ada beberapa lokasi wisata yang dibuka untuk wisatawan lokal, seperti Wawolesea dan Pantai Taipa. Lokasi wisata itu telah dibuka dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Selain dua kejadian ini, pada Minggu (5/7) sore sebuah kapal pemandu wisata dari Wakatobi tenggelam di perairan Buton saat akan menjemput wisatawan. Kapal tersebut dihantam ombak tinggi sehingga miring dan tenggelam. Sebanyak lima penumpang kapal ditemukan selamat.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata Sultra I Gede Panca menyampaikan, pemerintah provinsi belum menyarankan dibukanya aktivitas wisata di seluruh wilayah. Selain karena cuaca yang buruk, juga karena pandemi yang masih berlangsung.
Larangan wisata, kata Panca, masih berlaku hingga saat ini. Sebab, fasilitas kesehatan di lokasi wisata masih dalam penyiapan. Pembukaan lokasi wisata akan dilakukan ketika semua protokol terpenuhi sehingga upaya menjaga penyebaran virus tidak meluas bisa diupayakan.
”Dan, itu harus dibuka secara resmi. Nanti kami ajukan dulu ke Gubernur Sultra dan aturan pembukaan lokasi wisata akan dilihat sesuai kondisi daerah masing-masing. Yang jelas, sekarang masih ditutup karena pandemi, terlebih karena cuaca buruk yang terjadi,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Kendari Ramlan menjelaskan, seluruh wilayah Sultra masih dalam musim hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi, baik di daratan maupun di perairan. Angin timur yang bertiup mulai memasuki masa puncak yang diperkirakan terjadi pada Agustus mendatang.
Hujan dengan intensitas sedang, tinggi, dan ekstrem berpotensi terjadi di sejumlah wilayah. Jika terjadi di daratan tinggi, potensi bencana banjir dan longsor harus diwaspadai. Saat di lautan, hal tersebut berbahaya bagi pelayaran.
Selain itu, rata-rata kecepatan angin di wilayah perairan Sutra di angka 12 knot hingga 17 knot, tinggi gelombang maksimum mencapai 4 meter. Gelombang tinggi, tutur Ramlan, berpotensi terjadi di hampir diseluruh Sulawesi Tenggara, seperti di perairan Wakatobi, Baubau, Buton Utara, dan Konawe Kepulauan.
”Hal ini berbahaya untuk semua jenis kapal. Kapal-kapal kecil dan perahu nelayan disarankan tidak melaut terlalu jauh. Termasuk bagi kapal wisata di perairan Wakatobi ataupun Baubau,” tutur Ramlan.