Tetap Mendaki meski Ditutup, Seorang Wisatawan Meninggal di Rinjani
Seorang pendaki asal Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, meninggal saat mendaki di Gunung Rinjani. Pendakian itu ilegal karena saat ini wisata pendakian ke Rinjani masih ditutup.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Seorang pendaki asal Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, meninggal saat mendaki di Gunung Rinjani. Pendaki itu ilegal karena hingga saat ini Balai Taman Nasional Gunung Rinjani masih menutup wisata pendakian ke gunung api setinggi 3.726 meter di atas permukaan laut itu. Masyarakat diimbau untuk bersabar dan menahan diri untuk sementara tidak melakukan pendakian.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) Dedy Asriady di Mataram, Rabu (8/7/2017) siang, mengatakan, korban meninggal bernama Sahli (36) asal Desa Tampak Siring, Kecamatan Batukliang, Lombok Tengah. Sahli meninggal setelah terjatuh saat akan turun, Senin (6/7/2020).
Menurut Dedy, pada Selasa (7/7/2020) sekitar pukul 08.00 Wita, petugas TNGR Lombok Utara menerima laporan adanya pendaki ilegal yang meninggal akibat kecelakaan di atas Kokok Putek, jalur pendakian Rinjani wilayah Kabupaten Lombok Utara. Laporan berasal dari salah satu pendaki yang turut bersama korban.
Sabtu pagi, mereka memulai pendakian dan menginap di Goa Susu. Setelah itu, Minggu pagi melanjutkan perjalanan ke Danau Segara Anak. Senin pagi, rombongan pendaki ilegal ini pulang.
Setelah itu, sekitar pukul 09.00, tim gabungan langsung berangkat untuk mengevakuasi korban. Selasa pagi, korban ditemukan dan dibawa ke Dusun Torean, Desa Loloan, Kecamatan Bayan, Lombok Utara.
Dedy menuturkan, korban mendaki bersama 14 rekannya. Mereka berangkat dari Desa Tampak Siring pada Jumat (3/7/2020) dan tiba di Torean sekitar pukul 23.00.
”Sabtu pagi, mereka memulai pendakian dan menginap di Goa Susu. Setelah itu, Minggu pagi melanjutkan perjalanan ke Danau Segara Anak. Senin pagi, rombongan pendaki ilegal ini pulang,” kata Dedy.
Sempat istirahat
Sebelum melanjutkan perjalanan, mereka beristirahat di Bayu Urip sekitar pukul 10.30 untuk mengambil air dan beristirahat. ”Saat melanjutkan perjalanan turun, korban terjatuh. Sekitar pukul 11.45, korban ditemukan meninggal di kawasan Tanah Sinjong,” kata Dedy.
Melihat kejadian itu, rombongan pendaki ilegal lain melanjutkan perjalanan turun ke Desa Torean untuk meminta bantuan. Tim pencarian kemudian langsung menuju lokasi kejadian untuk mengevakuasi korban.
”Begitu sampai di Dusun Torean pada Selasa sekitar pukul 14.00, jenazah korban diterima langsung oleh kepala Desa Torean. Setelah itu diserahkan ke pihak keluarga yang diwakili oleh kepala Desa Tampak Siring,” kata Dedy.
Terkait kejadian itu, Dedy meminta masyarakat atau para pendaki untuk bersabar. Apalagi saat ini, wisata pendakian dari semua pintu masuk baik itu Senaru dan Torean (Lombok Utara), Sembalun dan Timbanuh (Lombok Timur), maupun Aik Berik (Lombok Tengah) masih ditutup.
Catatan Kompas, pendakian Rinjani untuk semua jalur ditutup sejak 1 Januari 2020 hingga 31 Maret 2020. Selain dalam rangka pemulihan ekosistem, juga mengantisipasi cuaca ekstrem selama periode itu yang berpotensi membahayakan pendaki.
Seiring merebaknya Covid-19, pada 16 Maret 2020, BTNGR menutup pendakian, termasuk obyek wisata alam di kawasan TNGR, seperti air terjun, pemandian air panas, hingga kawasan perbukitan yang menjadi tempat berkemah.
Belum adanya tanda menurunnya penyebaran Covid-19 di NTB sejak kasus pertama pada minggu keempat maret, membuat TNGR memperpanjang penutupan. Keputusan itu dikeluarkan pada 30 Maret 2020 hingga waktu yang belum ditentukan.
”Jadi mohon bersabar dulu. Sebaiknya menikmati wisata non-pendakian yang sudah dibuka,” kata Dedy.
Sejak Selasa (7/7/2020), BTNGR telah secara resmi membuka wisata non-pendakian di kawasan Rinjani. Sementara baru delapan dari 13 obyek yang dibuka, yakni Otak Kokok Joben, Telaga Biru, Air Terjun Jeruk Manis, Gunung Kukus, Timbanuh, Sebau, Savana Propok, dan Air Terjun Mangku Sakit.
Semua obyek itu berada di Kabupaten Lombok Timur. Lima obyek lain akan segera menyusul, termasuk wisata pendakian. Pembukaan menerapkan protokol kesehatan secara ketat, termasuk juga pemberlakuan kunjungan sehari tanpa menginap, pembatasan jam kunjung dari pukul 09.00-15.00, hingga pembatasan jumlah pengunjung yakni 30 persen dari normal.
Pengusaha wisata pendakian Rinjani juga menyampaikan hal serupa. Ketua Asosiasi Pengusaha Pendakian Rinjani (ATOS) Sumatim mengatakan, masyarakat sebaiknya bersabar menunggu hingga pendakian dibuka kembali secara resmi. Jika tidak, maka akan masuk dalam kategori pendaki ilegal.
”Kemarin yang meninggal juga masuk pendaki ilegal. Memang biasa, orang Lombok sering tidak mau tahu. Asal jalan saja,” kata Sumatim.
Menurut Sumatim, tidak hanya masyarakat umum, mereka selaku pengusaha juga sebenarnya tidak sabar menunggu pendakian Rinjani dibuka kembali. Karena sejak ditutup, ada lebih dari 2.000 pemandu pendakian (porter) yang tergabung dalam 60 pengusaha terpaksa menganggur. Belum termasuk masyarakat di sekitar jalur pendakian baik pedagang, pengelola tempat makan, hingga penginapan.