Empat pasang bakal calon Pilgub Sulteng beredar di ruang publik belakangan ini. Banyaknya pasangan yang berkompetisi baik untuk kualitas pemilihan. Posisi PDI-P termasuk salah satu yang menentukan kontestasi.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·5 menit baca
Sulawesi Tengah salah satu dari sembilan provinsi yang akan menggelar Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur pada Desember 2020. Enam bulan menjelang pemilihan gubernur itu dihelat menggemuka empat bakal calon pasangan. Dinamika politik masih bisa mengubah konstelasi dengan salah satu faktornya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Rekomendasi PDI-P masih ditunggu para bakal calon pasangan. Arah rekomendasi akan menentukan jumlah pasangan yang akan berkompetisi dan tentu gugurnya sejumlah nama yang telanjur beredar di ruang publik selama selama ini.
Empat bakal pasangan yang mengemuka untuk Pilgub Sulteng ialah mantan Wali Kota Palu Rusdy Mastura yang berpasangan dengan mantan Bupati Banggai Ma’mun Amir; mantan Bupati Morowali yang saat ini anggota DPR RI Anwar Hafid bertandem dengan Wakil Wali Kota Palu Sigit Purnomo Said alias Pasha Ungu; Sekretaris Daerah Provinsi Sulteng Hidayat Lamakarate berduet dengan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Sulteng Bartholomeus Tandigala; mantan anggota DPD RI Nurmawati Dewi Bantilan menggandeng Clemens Efraim Musa.
Bakal pasangan tersebut mulai memperkenalkan diri di ruas jalan Kota Palu dengan baliho. Ada yang berukuran besar, ada pula yang berukuran mini yang ditempel di tiang listrik atau dinding tembok di pinggir jalan. Kalau sebelumnya mereka tampil sendiri, saat ini mereka muncul berpasangan.
Sejauh ini, baru pasangan Rusdy-Ma’mun yang tenang karena sudah final disokong Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Hanura dengan total 11 kursi atau sudah melebihi dukungan minimal 9 kursi di DPRD Sulteng. Karena kepastian itu jugalah pasangan ini sudah masuk-keluar kampung untuk memperkenalkan diri.
”Rekomendasi dari tiga partai itu sudah dikantongi semua,” kata Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah Partai Nasdem Sulteng Muslimun di Palu, Sulteng, Selasa (14/7/2020).
Bagaimana ketiga pasangan lain? Sejumlah partai sudah pasti mendukung, tetapi itu belum cukup memenuhi syarat minimal 9 kursi DPRD Sulteng atau 20 persen dari 45 kursi.
Bakal pasangan Hidayat-Bartholomeus baru mengantongi dukungan dari Partai Gerindra yang punya 6 kursi di DPR
D Sulteng, Gerindra tak sulit digaet karena Ketua DPD Gerindra Sulteng Longki Djanggola yang gubernur saat ini dekat dengan Hidayat. Pasangan ini masih harus menambah minimal 3 kursi lagi.
Hal sama juga menimpa pasangan Anwar-Pasha yang sejauh ini baru didukung Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, serta Partai Persatuan Pembangunan dengan akumulasi 7 kursi. Mereka butuh 2 kursi lagi.
Satu bakal pasangan lainnya Dewi-Clemens sebenarnya dari segi jumlah kursi sudah terpenuhi, yakni 9 kursi dari Partai Golkar (7) dan Perindo (2). Namun, hingga saat ini rekomendasi dari Golkar untuk pasangan itu belum terbit. Meski demikian, pasangan ini optimistis mendapatkan kendaraan untuk maju di Pilgub Sulteng pada Desember 2020. ”Insya Allah jadi,” kata Andri Gultom, salah satu anggota tim pasangan tersebut.
Jika bakal pasangan Dewi-Clemens sangat membutuhkan rekomendasi Golkar, dua bakal pasangan Hidayat-Bartholomues dan Anwar-Pasha saat ini lagi galau berat menunggu sikap PDI-P. Kedua pasangan itu sama-sama mendaftar ke partai ”banteng” tersebut. Bahkan, pasangan Rusdy-Ma’mun juga mendaftar di partai yang saat ini berkuasa di level nasional itu.
Rekomendasi PDI-P diperkirakan akan turun pertengahan Juli ini. ”Kami lagi menunggu putusan DPP (dewan pimpinan pusat). Informasinya dalam minggu ini diumumkan putusan tentang pilkada,” ujar Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPD PDI-P Sulteng Lasnardi Lahi.
Partai itu mengirim semua nama dan pasangan yang mendaftar, termasuk pasangan Rusdy-Ma’mun, Hidayat-Bartholomues, dan Andwar-Pasha plus Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Sulteng Hasanuddin Atjo yang sejauh ini masih ”sendiri”.
Jika PDI-P mengaum di kandang Hidayat-Bartholomues, pasangan Anwar-Pasha harus mencari akal merebut kursi partai lain yang masih mungkin, misalnya Golkar dan Perindo. Jika tak berhasil, pasangan itu bisa-bisa kandas sebelum bertarung karena tak terpenuhinya syarat minimal dukungan.
Kalau bakal pasangan ini mendapatkan rekomendasi, kemesraan PDI-P dengan Gerindra di periode kedua pemerintahan Joko Widodo dengan memberikan sejumlah kursi kabinet ke Gerindra termasuk ketua umumnya, Prabowo Subianto, berlanjut ke Sulteng.
Hal sebaliknya juga terjadi, apabila sang banteng bergabung di kandang Anwar-Pasha, pasangan Hidayat-Bartholomues bisa bubar di tengah jalan. Kecuali mereka ”bersujud” di bawah ”beringin”, pasangan itu bisa tetap bertarung di pilgub nanti. Itu berarti Golkar melepas pasangan Dewi-Clemens.
Dengan kondisi itu, pasangan yang bakal maju di pilgub kemungkinan paling banyak tiga pasang dengan dua skenario. Skenario pertama, PDI-P menjatuhkan rekomendasi ke Hidayat-Bartholomues plus Golkar dan Perindo tetap berkoalisi untuk pasangan Dewi-Clemens. Hasilnya Rusdy-Ma’mun, Hidayat-Bartholomues, dan Dewi-Clemens.
Skenario kedua, PDI-P merekomendasikan Anwar-Pasha. Bakal pasangan yang tersisa Rusdy-Ma’mun, Dewi-Clemens, dan Anwar-Pasha.
Situasinya akan sulit diprediksi jika PDI-P memberikan rekomendasi ke Rusdy-Ma’mun. Partai-partai di luar pengusung pasangan itu bakal mengocok ulang jagoannya. Nama-nama yang mengemuka saat ini bakal banyak yang ”hilang”. Jumlah pasangan pun bisa jadi menciut hanya dua pasang, yakni kubu Rusdy-Ma’mun dengan kubu di luar partai penyokong pasangan itu.
Terkait peluang merebut hati PDI-P, Bartholomeus hanya menjawab, ”Doakan”. Ia memastikan memang pihaknya tinggal menunggu rekomendansi dari partai banteng.
Apakah kriteria rekomendasi dari PDI-P? Lasnardi menyatakan semua kandidat yang direkomendasikan DPD PDI-P Sulteng ke DPP PDI-P menyertakan survei elektatabilitas. Artinya rekomendasi pasti memperhatikan tingkat keterpilihan pasangan.
Dosen pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Tadulako, Palu, Slamet Riyadi Cante, mengharapkan pasangan yang maju Pilgub Sulteng 2020 lebih dari dua pasangan. Banyaknya pasangan baik untuk konteks pembelajaran demokrasi dan kualitas pemilihan. Para pasangan tentu akan memiliki visi-misi guna meyakinkan pemilih. ”Perang” visi-misi diharapkan menjadi tontonan menarik sepanjang tahapan kompetisi. Pemilih memiliki banyak alternatif untuk dipilih.
Para pemilih menghadapi keterbatasan pilihan pada Pilgub Sulteng 2015. Saat itu hanya ada dua pasang calon, yakni Longki Djanggola-Sudarto dan Rusdy Mastura-Ihwan Datu Adam. Longki keluar sebagai pemenang. Ia tak bisa maju lagi karena sudah dua periode memimpin Sulteng.
Auman ”banteng” kini sedang ditunggu. Rekomendasi yang bakal terbit diharapkan bagian dari proses demokrasi yang paling banter dalam bentuk memunculkan lebih dari dua pasangan calon. Bukankah makin banyak kandidat makin baik untuk dipilih-pilah?