Sesuaikan Tradisi di Pesantren dengan Protokol Kesehatan
Edukasi juga diberikan kepada masyarakat pesantren untuk memulai kebiasaan baru, seperti tak bersalaman secara langsung. Selama ini, di berbagai pesantren, bersalaman sudah menjadi tradisi, termasuk mencium tangan guru.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pondok pesantren menjadi salah satu tempat rawan penularan jika ada orang di lingkungan tersebut terkonfirmasi positif Covid-19. Perlu edukasi masif dalam penyesuaian kebiasaan baru sesuai dengan protokol kesehatan, salah satunya mengubah kebiasaan bersalaman dan mencium tangan.
Di Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, terdapat satu ponpes yang hingga Selasa (21/7/2020) tercatat 38 orang terkonfirmasi positif Covid-19. Mereka terdiri dari santri, pengurus, dan ustaz. Dugaan penularan diawali dari salah satu pengasuh ponpes yang sempat pergi ke luar daerah (Kompas.id, 21/7/2020).
Wakil Gubernur Jaten Taj Yasin Maimoen, di Kota Semarang, Rabu (22/7/2020), mengatakan, total terdapat sekitar 200.000 santri ponpes di Jateng. Apabila ada satu orang positif Covid-19 di salah satu ponpes, ada potensi terjadi penularan cepat karena mereka tinggal bersama. Oleh karena itu, kedisiplinan akan protokol kesehatan menjadi kunci.
Menurut dia, bersama berbagai pihak, Pemprov Jateng terus mengedukasi masyarakat pesantren secara masif. ”Kami sudah mengumpulkan perwakilan ponpes-ponpes dan menyatukan misi. Edukasi terus dilakukan. Di sisi lain, komunitas ponpes juga harus saling mengingatkan,” katanya.
Taj Yasin menambahkan, apabila sudah ada pesantren yang terdeteksi terdapat penyebaran Covid-19, seperti di Wonogiri, karantina harus dilakukan. Kegiatan ponpes pun mesti dihentikan. Apabila tempat karantina tak memadai, warga ponpes bisa dikarantina yang disediakan Satgas Jogo Tonggo.
Edukasi juga diberikan kepada masyarakat pesantren untuk memulai kebiasaan baru, seperti tidak bersalaman secara langsung. Selama ini, di berbagai pesantren, bersalaman sudah menjadi tradisi, termasuk mencium tangan para guru sebagai bentuk penghormatan.
”Dalam Islam ada istilah salaman bil qalbi, artinya ’salaman dengan hati’. Cukup letakkan tangan di dada dan berhadapan. Mari kita praktikkan salaman seperti itu,” kata Taj Yasin, yang juga putra ulama karismatik, pengasuh Ponpes Al-Anwar, Sarang, Rembang, KH Maimoen Zubair (alm).
Dalam Islam ada istilah salaman bil qalbi, artinya ’salaman dengan hati’. Cukup letakkan tangan di dada dan berhadapan.
Taj Yasin mencontohkan, salah satu yang sudah menerapkan protokol kesehatan yakni Ponpes Al Hikmah, Benda, Sirampog (Brebes). ”Masjid di dalam ponpes tetap bisa digunakan shalat berjemaah oleh masyarakat sekitar, tetapi dengan pengaturan. Misalnya, sisi utara untuk para santri, sisi selatan bagi masyarakat. Juga harus jaga jarak,” ujarnya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menambahkan, dalam pertemuan dengan sejumlah perwakilan ponpes, disepakati sistem pengelolaan berbasis protokol kesehatan. Para santri tetap diperbolehkan untuk kembali ke ponpes, tetapi digunakan penjaringan, yakni dengan dipastikan sehat dan ada keterangan tes.
”Kalau harus bantu, kami siap membantu. Namun, yang jelas, mari jaga para ulama, kiai, bu nyai kita. Jangan sampai mereka sakit karena itu (tertular Covid-19),” kata Ganjar.
Para santri tetap diperbolehkan untuk kembali ke ponpes, tetapi digunakan penjaringan, yakni dengan dipastikan sehat dan ada keterangan tes.
Sebelumnya, pengurus Ponpes Roudlotul Mubtadiin Balekambang, Jepara, Miftahudin, mengatakan, para santri yang baru tiba dari tempat tinggal masing-masing diminta membawa surat keterangan sehat. Juga hasil tes cepat yang menunjukkan hasil nonreaktif.
”Saat mengantar, orangtua santri pun tidak diperbolehkan masuk. Jadi, hanya sampai gerbang. Begitu datang, suhu tubuh santri juga dicek. Semua protokol itu mesti diikuti,” ucapnya.